Sang Buruk dalam Kemasan Apik (seri 1)
Pagi ini Rindu memanggil Candu bertemu dalam suatu acara. Rindu sungguh-sungguh ingin bertemu Candu sehingga ia berharap Candu dapat mengabaikan kesibukan agar pertemuan dapat terjadi. Candu menyanggupinya. Rindu berpuas diri. Ia mengabarkannya pada teman-temannya bahwa Candu akan tiba.
Rindu dan teman-temannya sibuk menyiapkan diri menyambut Candu. Candu mengabarkan bahwa ia tidak datang sendirian. Ia akan ditemani oleh teman-temannya agar pertemuan itu menjadi lebih ramai dan semarak. Kesibukan Rindu dan teman-temannya sungguh-sungguh tanpa merasakan kelelahan. Persiapan menerima Candu dan teman-teman disampaikan kepada orang tua Rindu.
Orang tua Rindu tak tinggal diam. Mereka menyiapkan ritual penerimaan secara sederhana, bahkan amat sederhana.
Hari yang ditentukan tiba. Candu pun berangkat. Rindu dikabari melalui teks pesan singkat. Candu mengendarai sepeda motor. Demikian pula teman-temannya. Mereka menuju ke kediaman Rindu. Di sana telah menunggu Rindu, teman-temannya dan orang tua Rindu.
Candu dan teman-temannya mulai berdatangan. Mereka benar-benar ingin melihat penampilan Rindu di panggung pertunjukan. Ia ditemani ketika pertunjukan berlangsung. Masing-masing memainkan perannya. Orang tua Rindu duduk pula menyaksikan sambil memberikan komentar membanggakan dan menjengkelkan. Di antara pernyataan orang tua Rindu pada pertunjukan itu, ada pula kritik yang menyakitkan, sekalipun Candu dan teman-temannya memberikan dorongan membanggakan.
Di belakang layar sana, para pembantu orang tua Rindu menyiapkan konsumsi kepada Candu dan teman-temannya. Di antara kesibukan itu, mereka tidak lupa menyisakan satu kesibukan untuk melancarkan kepulangan Candu dan teman-temannya. Mereka membuatkan minuman teh dingin, disertai makanan pengganjal perut kosong. Tidak lupa para pembantu menyediakan uang jajan sebagai tanda terima kasih.
Candu tanpa curiga sedikitpun. Ia dan teman-temannya menikmati minuman dan makanan yang disediakan. Rindu dan orang tuanya serta temannya pun menikmati makanan yang disediakan pembantu orang tuanya, tetapi di ruangan yang berbeda dengan ruangan yang disediakan untuk Candu dan teman-temannya.
Kepada Candu dan teman-temannya disodori lembaran untuk ditandatangani. Candu melihat di ujung lembaran itu tertulis angka Rp300.000.- Lembaran itu harus ditulis dua kali. Candu tanpa curiga sedikitpun menerima amplop itu. Temannya yang lebih senior dikenai pajak yang ditagih kembali oleh para pembantu. Nilai pajaknya tidak diketahui berapa prosen. Mereka memintakan nilai nominal sebesar Rp20.000.-
Candu dan teman-temannya pun hendak pulang ketika pertunjukan selesai. Selesai pula sesi foto bersama dan selfi. Selesai pula menikmati makanan dan minuman serta tanda tangan daftar hadir berisi biaya yang disebutkan sebagai transport datang dan pulang.
Candu dan teman-temannya berdiri di luar gedung pertunjukan. Mereka membuka amplop itu. Betapa terkejutnya Candu. Di dalam amplop itu terdapat lembaran-lembara uang yang terdiri dari: seratus ribu rupiah, satu lembar. Lima puluh ribu rupiah, satu lembar. Dua puluh ribu rupiah, dua lembar. Jika dijumlahkan Rp300,000.- ha ha… Betapa bodohnya Candu menghitung.
Candu menghitung lagi secara bersusun
100.000
50.000
20.000
20.000
Ternyata nilainya hanya Rp190,000.-
Candu mengabari Rindu bahwa sebenarnya kehadiran mereka hanya untuk menonton pertunjukan. Mereka tidak butuh diberi ongkos untuk pulang, karena kedatangan ke situ atas dasar sukacita untuk melihat pertunjukan Rindu dan teman-temannya. Orang tua Rindu dan para pembantunya tidak perlu memberikan biaya pengganti transportasi. Jika diberi biaya itu semestinya diberikan secara tulus, bukan menulis Rp300.000 di daftar tetapi di amplop nilainya Rp190,000 apalagi dikurangi Rp20.000.-
Rindu bingung dan malu. Ia mengundang Candu untuk pertunjukan tariannya bersama teman-temannya yang telah mengkoreografikan satu tarian baru. Tarian itu dibimbing oleh seorang koreografer handal. Tarian itu dikomentari oleh seorang komentator yang aduhai betapa jelinya mata dan rasa darinya.
Ketika kabar itu akhirnya harus diterima Rindu. Rindu menyampaikan baahwa ia dan teman-temannya mula-mula tidak mengetahui jika hal itu dilakukan. Orang tuanya mungkin tidak berencana mengurangi nilai rupiah yang disiapkan oleh mereka sendiri.
Wah, jadi orang tua Rindu telah menyediakan biaya pengganti untuk Candu teman-temannya yang datang menonton. Sementara para pembantu orang tua Rindu, memalak sebesar Rp110.000; artinya mereka telah mengembat sebesar 58% biaya transport yang idsediakan untuk Candu dan teman-temannya.
Betapa para pembantu membungkus secara amat sangat rapih keburukan sifat mereka. Padahal, Rindu baru saja menarikan satu tarian yang teramat indah. Tarian itu mengisahkan di antarnaya ketulusan dan sikap antikorupsi.
Betapa sedihnya Rindu dan teman-temannya ketika mengetahui bahwa para pembantu telah memalak 58% nilai nominal yang disediakan untuk Candu dan teman-temannya.
Itulah yang sudah terjadi. Sekalipun ada profesor kejahatan, pembantu yang berdiri di belakangnya teramat rapih membungkus keburukan itu sehingga tidak dinyana dan disangka oleh penerima tanda terima kasih.
Begitulah, bagaimana menghapus korupsi jika masih ada praktik seperti itu? Betapa sedihnya, widyaiswara berkoar, widyakartu bermain kartu remi di belakang mereka.
Terima kasih.
By: Heronimus Bani
Kupang, November 2019