Kupang-InfoNTT.com-, Kasus dugaan penyelewengan dana desa yang diduga melibatkan Kepala Desa serta Bendahara Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi sudah sampai di tangan Polres Kupang.
Saat ini kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan serta pengumpulan data. Hal ini disampaikan Kasat Reskrim Polres Kupang, Iptu Simson L Amalo melalui salah satu Penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Kupang, Tobias D. Naraha yang ditemui media ini, Senin (8/7/2019) di ruang kerjanya.
Tobias mengatakan bahwa terkait dugaan tersebut didapati adanya indikasi, namun saat ini masih dalam proses penyelidikan serta pengumpulan data.
“Indikasi tetap ada, tapi masih proses penyelidikan,” jelasnya kepada wartawan.
Menurut Tobias, jika tidak ada halangan maka secepatnya akan gelar perkara di internal Polres untuk selanjutnya menentukan arah kasus ini.
“Paling lambat minggu depan akan gelar internal, setelah itu baru dinaikkan,” ungkap Tobias.
Dalam proses penyelidikan lanjutnya, Polres Kupang telah mengumpulkan berbagai data baik dari aparat pemerintah Desa Kotabes serta beberapa pihak lainnya yang dinilai ikut mengetahui terjadinya indikasi ini.
Sebelumnya diberitakan media ini, Roby Monas, ketua TPK Desa Kotabes, Kecamatan Amarasi, Kebupaten Kupang diperiksa Penyidik Polres Kupang terkait penggunaan anggaran Dana Desa 2019 yang diduga ada penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa, Selvister Bano dan Bendahara, Sara Hakko.
Robi mengakui dari empat item perencanaan di tahun anggaran 2018, hanya tiga pekerjaan yang dapat diselesaikan, yang satunya yakni pekerjaan dua unit embung desa tidak dapat diselasaikan, sehingga disepakati untuk disilpakan, di mana per unit senilai 84 juta rupiah.
Lanjut Roby, uang yang dianggarkan tersebut diakui Kepala Desa, dibagi bersama Bendahara Desa, di mana Kepala Desa menggunakan uang senilai 60.800.000 rupiah dan Bendahara menggunakan 62.200.000.
“Kedua embung yang tidak direalisasikan itu jumlahnya 160 juta lebih, dan uang yang dipakai atau diduga korupsi itu senilai 120 juta lebih,”jelas ketua TPK ini.
Roby juga mengungkapkan, bukti peminjaman yang ada padanya berupa kwitansi yang isinya pinjaman kepala desa dari uang dana desa sebanyak 3 kwitansi dengan total nilai mencapai 45 juta.
Lanjutnya, semenjak kasus ini terungkap, urusan pelayanan di desa juga kurang berjalan maksimal, karena kepala desa tidak selalu ada di kantor, dan ini sudah di mulai sejak bulan Januari 2019.
Laporan: Sandi Lette