Pengantar
Wow!! Gaji Guru akan naik lagi. Ini dia tambahan tunjangannya. Begitulah kalimat yang ditulis dalam media online qwerty.co.id. Sementara itu Merdeka.com mencatat hal berbeda yaitu di Kabupaten Kupang bahwa ada guru yang meneria gaji sebesar Rp78.000 per bulan. Lebih tepat itu upah atau apa pun namanya, sebab upah seorang pekerja buruh kasar bangunan sudah mencapai sekitar Rp35.000 per hari. Bagaimana dengan si guru yang menerima Rp78.000/bulan. Paradoks.
Tapi itulah yang harus diterima oleh para guru di republik ini. Suatu keniscayaan, banyak orang muda rindu menjadi guru, terutama ketika pelaksanaan UU Guru dan Dosen (Bani, 2010). Berjubelnya sarjana pendidikan akhir-akhir ini bukan menjadi kabar gembira di dunia pendidikan, tetapi ada suasana yang miris, semakin banyak sarjana pendidikan yang antre menjadi guru, tetapi lowongan untuk menjadi guru negeri terbatas.
Mengapa banyak orang muda ingin menjadi guru dengan status PNS? Jawabannya seperti yang sudah diketahui umum, gaji sebagai jaminan kesejahteraan pada waktu masih aktif, dan ketika pensiun. Nah, setiap tahun ketika Presiden (Pemerintah) mengajukan nota keuangan (RAPBN) para PNS di seluruh Indonesia pasang seluruh indra untuk mengikuti apa yang akan dikatakan Presiden tentang belanja pegawai. Hasilnya seperti yang dilansir berbagai media, yang salah satunya saya kutip di atas.
Guru dan Kinerjanya
Ketika saya menulis tesis Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Profesionalisasi Guru terhadap Kinerja serta Prestasi guru (2013), saya mempunyai salah satu kesimpulan bahwa kinerja guru berpengaruh signifikan terhadap prestasi guru. Kira-kira hal serupa akan akan berpengaruh terhadap gaji, saya belum sampai ke sana. Memang butuh penelitian untuk membuktikannya. Tetapi, pemerintah telah menetapkan bahwa sistem penggajian yang akan diterapkan kepada para guru di Indonesia salah satu itemnya adalah kinerja. Maka, semakin baik kinerja, semakin besar tunjangan yang akan diterima oleh seorang guru.
Persoalannya sekarang, kinerja guru itu seperti apa? Sebagaimana yang sudah menjadi pengetahuan umum, ada sejumlah kompetensi yang harus dimiliki guru. Kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Di dalam kompetens-kompetensi ini diikuti sejumlah indikator di dalamnya. Indikator-indikator itu mengurai lagi secara lebih terinci item-item tugas yang disebut sebagai kinerja guru. Mari mengambil pemisalan. Kompetensi pedagogik. Di dalamnya terdapat 14 sub kompetensi dan 78 indikator kerja guru. Itu baru satu kompetensi. Belum lagi kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan profesional.
Sesungguhnya menjadi guru dengan status PNS di NKRI ini tidak semudah orang membayangkannya. Hal-hal yang teramat kecil sebagai tugas telah diatur. Bukan saja pada persoalan masuk jam berapa, isi daftar hadir, mengikuti upacara bendera pada hari Senin, memimpin ibadah, pulang tepat waktu, dll. Atau sebelum masuk kelas harus menunjukkan persiapan mengajar untuk ditandatanani Kepala Sekolah. Kinerja guru begitu rinci, sehingga seorang guru rasanya akan serba salah dalam bertindak, bersikap, bertutur dan lain-lain ketika berada di sekolah, apalagi ketika seorang guru sudah masanya untuk mengajukan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. Banyak guru akan merasa “kesulitan” ketika berada di dalam kelas dimana pada saat itu ada supervisor (kepala sekolah atau anggota tim penilai AK) melakukan supervisi proses pembelajaran, administrasi kelas, administrasi KBM dan lain-lainnya sebagai item-item yang harus dipenuhi di antara begitu banyaknya item bagi seorang guru untuk mendapatkan nilai kinerja (PKB).
Guru dan Gajinya
Guru (PNS) dan gajinya sebenarnya sama dengan PNS pada umumnya. Bedanya jabatan guru itu fungsional sehingga ada “perlakuan” berbeda. Semua yang sama itu adalah pada point pokok gaji dan tunjangan untuk keluarga. Bedanya pada tunjangan fungsional. Sering juga ada penambahan pada tugas-tugas khusus, seperti guru di daerah terluar, dan terpencil. Setelah diberlakukannya UU Guru dan Dosen, maka tunjangan untuk guru bertambah yaitu yang disebut sebagai tunjangan profesi (sertifikasi). Inilah yang menyebabkan para guru di republik ini seakan mendapat “angin sorga” dari aspek kesejahteraan.
Nah, pemerintah republik ini di bawah presiden manapun akan selalu ditunggu-tunggu kebijakannya terhadap kesejahteraan PNS pada umumnya, dan para guru yang PNS pun menunggu hal yang sama setiap tahun ketika nota keuangan pengantar RAPBN dipidatokann oleh presiden. Maka, tidak heran bila orang berbondong-bondong mau menadi PNS. Satu kursi diperebutkan entah oleh berapa orang. Hal ini sudah jamak terjadi. Mengapa? Karena mimpi kesejahteraan (baca: gaji/uang) sebagai jaminan bagi sang PNS sendiri dan keluarganya.
Implementasi 8 Standar Pendidikan
Menurut pendapat saya, gaji guru yang sudah berstatus PNS bukan sesuatu yang harus terus-menerus diperdebatkan, Mengapa? Karena guru PNS hanya berbeda pada statusnya sebagai PNS fungsional. Ia bukan PNS administratif-birokratif yang struktural. Maka, seharusnya yang mesti menjadi pokok polemik adalah implementasi 8 standar pendidikan nasional. Ke delapan standar itu adalah: (1) Standar Kompetensi Lulusan (2) Standar Isi (3) Standar Proses (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (5) Standar Sarana dan Prasarana (sarpras) (6) Standar Pengelolaan (7) Standar PembiayaanPendidikan (8) Standar Penilaian Pendidikan. Tujuan dari penentuan ke delapan standar itu adalah menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Pertanyaan kita bersama adalah, sudah sejauh manakah ke-8 standar ini diimplementasikan di sekolah-sekolah? Standar kompetensi lulusan, selalu akan terpundak pada sekolah dimana para guru menjadi tumpuan. Maka, ketika lulusan jeblok, gurulah yang disemprot oleh berbagai kalangan. Standar Isi, semua pemangku kepentingan ikut memberi andil di dalamnya, sehingga kurikulum sebagai pedoman proses pembelajaran masih menjadi perdebatan antara KTSP, K-13, dan kini katanya Kurnas. Standar Proses meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan proses pembelajaran untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan (PTK), pendidik harus memiliki kualifikasi akademik sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Standar sarpras dimaksudkan agar setiap satuan pendidikan memiliki sarana-prasarana yang terstandar sesuai dengan kebutuhan pendidikan pada levelnya. Standar pengelolaan, dimaksudkan bahwa pengelolaan pendidikan pada level pendidikan dasar dan menengah menerapkan managemen berbasis sekolah yang ditujukan kepada kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
Tentang standar pembiayaan, menurut PP No. 32 tahun 2013 standar pembiayaan pendidikan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan peandidikan yang berlaku.selama satu tahun. Pasal 62, PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa: (1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal, (2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. (3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. (4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi: (a) Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.(b) Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (c) Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya. (5) Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP. Akhirnya, standar penilaian pendidikan, Standar Penilaian yang bertujuan untuk menjamin perencanaan, pelaksanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarakan prinsip-prinsip penilaian yang profesional, terbuka, edukatif, efisien dan efisian sesuai dengan konteks sosial budaya dan pelaporannya.
Penutup
Demikian sebait pikir terhadap apa yang akan menjadi perdebatan sekitar kinerja dan gaji guru. Bahwa kinerja dan gaji guru akan bersisian pada bidang datarnya masing-masing, namun tidak dapat dilepaspisahkan. Sekalipun sistem penggajian akan berlaku dengan istilah apapun, pada akhirnya kualitas out put dari setiap lembaga pendidikan diharapkan menjadi tolok ukurnya.