Oelamasi,- Prinsip keberanian untuk berbicara dan bertindak berdasarkan keyakinan yang benar, meskipun mungkin bertentangan dengan keinginan atau perintah atasan. Ini bukan tentang pemberontakan tanpa alasan, tetapi tentang menolak ketidakadilan, kesalahan, atau tindakan yang merugikan. Mari bergeser masuk ke ruang utama…
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang memanggil guru-guru PPPK sebagaimama surat Nomor: 800/254/PK/VII/2025.
Kecewa, sedih bahkan marah, itulah gambaran nyata yang nampak dari wajah guru-guru PPPK di Kabupaten Kupang saat keluar dari ruang Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang pada Selasa 29 Juli 2025.
Kekecewaan mereka (PPPK) beralasan. Karena permintaan Bupati Kupang untuk pembatalan atau perubahan data penempatan guru-guru PPPK 2025 sirna.
Dalam surat panggilan tersebut, sebanyak 101 guru diminta menghadap ke Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang dengan membawa KTP asli. Mimpi cuman satu, perjuangan mereka untuk mengabdi di domisili masing-masing sebagaimana harapan Bupati Kupang dapat terwujud. Sayangnya itu hanya mimpi di siang bolong. Ada ranjau aturan yang sudah tertanam, sangat sulit dilewati.
Guru-guru yang dipanggil tersebut diberi nomor urut, lalu satu per satu masuk ke ruang Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang bertemu dengan tim yang katanya akan meluruskan persoalan penempatan sebagaimana pengaduan para guru dan permintaan Bupati Kupang.
Sayangnya, entah apa yang disampaikan di dalam ruang tersebut, guru-guru hanya ditanyai beberapa pertanyaan lalu diminta menandatangani surat pernyataan untuk tetap bertugas sesuai SK yang telah diserahkan oleh Bupati Kupang, atau sebaliknya pembatalan SK.
Penulis mengamati, para guru yang ingin tetap bertugas sebagaimana SK, terlebih dahulu dilayani. Sedangkan yang ingin pindah sesuai domisili dengan berbagai pertimbangan dilayani belakangan. Entah apa maksudnya?
Menurut informasi, guru-guru yang akan dipindahkan sebagaimana permintaan Bupati Kupang, terlebih dahulu harus menandatangani surat pengaduan yang sudah disiapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang dengan syarat mengabdi terlebih dahulu 6 bulan, selanjutnya akan dipindahkan sesuai permintaan, dengan syarat terlebih dahulu dinilai kinerjanya pada akhir tahun.
Di depan awak media, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang, Dr. Eliazer Teuf, mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh tim kerja sudah sesuai regulasi yang tertuang di dalam Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025. Di sini bisa disimpulkan bahwa (menurut penulis), permintaan Bupati Kupang sama sekali tidak terlaksana.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang juga menjelaskan bahwa Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 adalah Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah tentang Redistribusi Guru Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Satuan Pendidikan yang Diselenggarakan oleh Masyarakat. Peraturan ini mengatur mekanisme pengalihan tugas guru ASN ke sekolah-sekolah yang dikelola oleh masyarakat.
Pertanyaannya, sebelum Bupati Kupang meminta perubahan data penempatan guru-guru tersebut, apakah Bupati Kupang mengetahui secara jelas aturan yang tertuang di dalam Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025 sebagaimana dijelaskan oleh Kepala Dinas Pendidikan kepada media?
Lalu, mengapa regulasi yang dimaksud oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang ini tidak dijelaskan kepada Bupati Kupang saat kejadian tanggal 21 Juli 2025 lalu? Mengapa guru-guru diminta menghadap, kemudian difoto dan menandatangani surat pernyataan dan pengaduan? Mengapa tidak dijelaskan secara terbuka terkait Permendikdasmen Nomor 1 Tahun 2025? Saran penulis, kerja-kerja menyiksa diri seperti ini harus segera dihentikan, khususnya dalam dunia pendidikan.
Suka atapun tidak, aturan wajib dijalankan. Jika melanggar maka konsekuensi hukum menunggu di depan. Pesan baiknya, pada setiap sendi kehidupan yang membutuhkan perubahan wajib bertindak sesuai dengan kebenaran, bahkan jika itu berarti menentang otoritas atasan.
Ini adalah konsep yang melibatkan keberanian untuk menyuarakan pendapat, mengkritik tindakan yang salah, dan membela kebenaran, meskipun ada risiko konsekuensi negatif (dalam jabatan). Salam
Penulis: Chris Bani