Kupang-InfoNTT.com,- Di antara perbukitan Taebenu yang senyap selepas hujan, nama itu kini melayang seperti nyala terakhir sebatang obor, hangat, teguh, dan tak mudah padam dalam ingatan banyak orang. Dominggus Atimeta, SH, anak Sanenu yang tubuhnya kini telah kembali ke tanah leluhur, tetapi semangatnya masih berdiri seperti tiang batu yang menjaga jalan pulang.
Ia masih muda. Enerjik. Penuh semangat. Dalam setiap langkahnya ada getar lembut yang menenangkan, namun juga keberanian yang tegas ketika menyangkut kepentingan rakyat. Ia tidak pernah ragu menolong; baginya, pengabdian bukan pilihan, tetapi panggilan suci. Sikapnya lurus pada sahabat, kerabat, bahkan pada mereka yang pernah menjadi seteru, sebab hatinya selalu lebih besar daripada perselisihan.
Kini, dari balik dinding duka yang menyelimuti Kabupaten Kupang, gema pengabdiannya terdengar diceritakan dari mulut ke mulut.
Menjalani periode kedua di kursi legislatif daerah Kabupaten Kupang, tidak demi kehormatan pribadi, tetapi demi tanah yang membesarkannya. Dalam ruang rapat, suaranya tegas; di tengah masyarakat, tangannya ringan untuk membantu. Dalam partainya, ia menjadi tiang bendera yang tegak pada integritas. Dalam desanya, ia adalah putra yang kembali setiap kali tanah memanggil.
Oh Sanenu, kampung kecil yang membesarkan jiwanya, kini engkau memeluknya kembali dengan kesedihan yang tak menemukan kata. Bahasa adat yang dulu ia ucapkan dengan fasih kini menjadi nyanyian perpisahan yang dipanjatkan lembut oleh angin senja di bukit Sanenu-Bokong.
Nama itu, Dominggus Atimeta, akan ditulis dengan tinta emas, bukan karena kematian, tetapi karena kehidupan yang ia persembahkan.
Di lembaga legislatif, ia dikenang sebagai legislator muda yang tak sudi letih.
Di Pemerintah Kabupaten Kupang, ia dipandang sebagai mitra kerja yang jujur dan dapat dipercaya.
Dalam partainya, ia menjadi kisah yang dirawat sebagai contoh.
Dalam hati banyak orang, ia akan tetap hidup sebagai sahabat yang tidak pernah menutup pintu.
Hari ini, tanah Kabupaten Kupang berkabung. Sanenu-Bokong meratapi jasad dan jasanya. Daun-daun lontar menunduk. Sungai yang berkelok alirannya di sana bagai sedang berteduh. Angin dari sabana berjalan lebih pelan. Namun di balik duka yang mendalam, ada kebanggaan yang tak bisa disembunyikan: bahwa seorang putra terbaik telah menyelesaikan perjalanannya dengan terhormat.
Selamat jalan, Dominggus Atimeta.
Api semangatmu telah kembali kepada Sang Pemilik Hidup, namun cahayanya tetap tinggal bersama kami, menjadi penunjuk jalan bagi siapa pun yang ingin mengabdi dengan hati yang bersih dan keberanian yang utuh.
Istirahatlah dalam damai.
Nama dan pengabdianmu telah menjadi bagian dari sejarah Kabupaten Kupang.
Heronimus Bani-Pemulung Aksara
Umi Nii Baki Koro’oto, 02 Desember 2025





