Gubernur NTT Diminta Kaji Pemberlakuan Kriteria Berat Sapi yang Dikirim Antar Pulau

Dinas Peternakan Provinsi NTT Dan Ombudsman mendiskusikan terkait pembenahan Tata Niaga Sapi.

Kupang-InfoNTT.com,- Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton menghadiri undangan Dinas Peternakan Provinsi NTT dalam rangka koordinasi peningkatan pelayanan tata niaga sapi di Provinsi NTT, Selasa (27/5/2025) di ruang rapat Kepala Dinas Peternakan.

Hadir dalam pertemuan tersebut Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT Ir. Yohanes Octovianus, MM , Kabid Kesehatan Hewan drh. Melki Angsar dan Kepala Bidang Agribisnis dan Kelembagaan Peternakan Edy Djuma dan jajaran.

Bacaan Lainnya

Pada kesempatan tersebut, Ombudsman mendiskusikan banyak hal terkait tugas dan tanggung jawab dinas peternakan dalam menjaga populasi ternak dan berbagai tantangan yang menyertainya, termasuk terkait penyesuaian terhadap Peraturan Gubernur Nomor 5 tahun 2023 tentang Pengendalian terhadap Pemasukan, Pengeluaran, dan Peredaran Ternak, Produk Hewan dan Hasil Ikutannya di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton dalam keterangan persnya, menyampaikan bahwa rapat koordinasi bersama tersebut adalah sebagai tindak lanjut surat Ombudsman Nomor; B/0167/TU.01.02-18/V/2025, tertanggal; 7 Mei 2025 kepada Gubernur NTT perihal koordinasi Koordinasi Peningkatan Pelayanan Tata Niaga Sapi.

“Sekedar mengingatkan kembali bahwa saran kami kepada Gubernur NTT dalam surat tersebut sebagai berikut, pertama; Pemerintah Provinsi NTT agar melakukan review (mengkaji kembali) pemberlakuan kriteria sapi antar pulau berupa sapi hidup dengan berat paling rendah 275 kg dalam Peraturan Gubernur NTT Nomor 52 Tahun 2023 tentang Pengendalian terhadap Pemasukan, Pengeluaran, dan Peredaran Ternak, Produk Hewan dan Hasil Ikutannya di Provinsi NTT,” ungkap Darius.

Menurutnya, perubahan kriteria berat sapi dipandang perlu untuk memudahkan peternak menjual sapi dan mencegah adanya biaya tambahan (praktik fee) dalam pengurusan Rekomendasi Pengeluaran Ternak.

Ombudsman NTT juga berharap agar Pemerintah Provinsi NTT menyusun dan menetapkan standar pelayanan terkait waktu penerbitan keputusan Gubernur mengenai penetapan Alokasi Pengeluaran Ternak Besar Potong Sapi, Kerbau dan Kuda Asal Provinsi NTT.

“Standar waktu tersebut akan menjadi pedoman waktu penyampaian ketersediaan dan kebutuhan alokasi pengeluaran ternak sapi dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi untuk selanjutnya dilakukan penetapan alokasi oleh Gubernur,” jelasnya.

Ia menambahkan, Pemerintah Provinsi NTT harus segera berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota terkait pembagian kuota pengeluaran ternak oleh dinas kabupaten/kota kepada pengusaha yang mengajukan permohonan Rekomendasi Pengeluaran Ternak untuk dilakukan melalui kesepakatan yang melibatkan kepala dinas peternakan kota/kabupaten beserta tim teknis di dinas peternakan dan pengusaha/himpunan pengusaha yang terlibat dalam proses tata niaga sapi.

“Proporsionalitas pembagian kuota tersebut guna mewujudkan pembagian kuota yang dilakukan secara merata/tidak diskriminatif. Selain itu, perlunya memperhatikan kewenangan kepala dinas peternakan untuk menandatangani Rekomendasi Pengeluaran Ternak agar dapat limpahkan kepada pejabat lain, agar pelayanan Rekomendasi tetap berjalan dalam hal kepala dinas sedang tidak berada di tempat. Kami menyampaikan terima kasih kepada Gubernur dan Dinas Peternakan Provinsi NTT atas respon dan tindak lanjut saran kami guna perbaikan layanan tata niaga sapi di NTT,” ujar Darius.

Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT, Ir Yohanes Octovianus, M.M pada kesempatan tersebut menyatakan sepakat untuk melakukan revisi beberapa pasal dan point Peraturan Gubernur NTT Nomor 52 Tahun 2023 dalam rangka peningkatan pelayanan dengan mengakomodasi masukan dari Ombudsman, petani peternak dan pengusaha ternak antara lain, pertama; memiliki ranch paling rendah 50 ha direvisi menjadi 10 ha.

Kedua; memiliki kandang dengan kapasitas tampung 1000 ekor direvisi menjadi 250 ekor. Ketiga; kriteria berat sapi bali 275 kg direvisi dengan tambahan dapat dikirim sapi bali dengan berat kurang dari 275 jika telah berumur 5 tahun dibuktikan dengan data umur.

Keempat; standar waktu pengusulan jumlah/kuota ternak dari bupati kepada gubernur dari sebelumnya tidak ada standar waktu direvisi menjadi paling lambat bulan November setiap tahun. Kelima; surat keterangan kepemilikan 10 persen betina produktif direvisi dengan tambahan mengetahui perangkat daerah yang membidangi.

Atas diakomodasinya beberapa poin harapan petani peternak dan pengusaha ternak dalam revisi peraturan gubernur tersebut diharapkan mampu menyelesaikan berbagai keluhan yang selama ini disampaikan.

Selanjutnya yang terpenting, perubahan kebijakan Gubernur NTT tersebut diharapkan mampu merangsang para petani peternak untuk lebih semangat beternak dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Editor: Chris Bani 

Pos terkait