Kupang-InfoNTT.com,- Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai provinsi dengan tingkat curah hujan yang rendah. Musim hujan di wilayah Provinsi NTT hanya berlangsung 3 – 4 bulan, selebihnya adalah kemarau.
Dengan kondisi curah hujan yang rendah, maka ketersediaan air untuk kebutuhan usaha pertanian di wilayah Provinsi NTT, terutama wilayah Pulau Timor, Pulau Sumba, serta Sabu-Raijua dan Rote Ndao, menjadi sulit terpenuhi.
Selama ini, pemerintah banyak membangun embung-embung dan juga bendungan, tetapi itupun belum cukup. Masih banyak lahan persawahan yang mengalami kekurangan suplai air saat musim kemarau, sehingga dalam setahun petani hanya bisa menanam satu kali.
Padahal, jika suplai air cukup tersedia ke lahan persawahan, petani bisa saja menanam dua sampai tiga kali dalam setahun. Itu artinya, hasil produksi pertanian terutama padi dan palawija pun bisa lebih meningkat.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin, mengatakan, salah satu solusi dalam mengatasi masalah ketersediaan air yang cukup untuk lahan pertanian adalah dengan memanfaatkan sumber air tanah. Caranya adalah, memperbanyak sumur bor di lokasi dekat lahan pertanian atau persawahan.
“Embung-embung dan bahkan bendungan yang kita miliki cenderung berkurang debit airnya saat musim kemarau tiba. Selain karena kemungkinan air ada yang meresap ke dalam tanah, juga penguapan akibat suhu panas atau teriknya matahari,” kata Usman Husin, saat dihubungi melalui telepon, pada Sabtu 8 Februari 2025.
Selain itu, kata Usman Husin, bisa juga karena air meresap dan atau menguap akibat panas matahari ketika melewati saluran irigasi. Sehingga debit air yang sampai ke lahan persawahan tidak sama dengan debit air yang keluar dari embung atau bendungan.
“Karena itu, salah satu Solusi mengatasi masalah suplai air atau ketersediaan air untuk lahan pertanian adalah dengan memperbanyak sumur bor. Dicari titik-titik di sekitar lahan pertanian yang memiliki sumber air tanah, lalu dibor dan disedot air tanahnya,” kata Usman Husin.
Jumlah sumur bornya, kata Usman Husin, bisa lebih dari satu, bisa empat atau lima sumur bor. Air dari semua sumur bor kemudian dialirkan menggunakan pipa ke bak penampung, lalu dialirkan lagi menggunakan pipa ke lahan persawahan atau lahan pertanian.
“NTT adalah daerah yang panas kalau musim kemarau. Karena itu, airnya dialirkan ke lahan persawahan menggunakan pipa, supaya tidak terjadi penguapan atau peresapan, sehingga debit air yang sampai ke lahan persawahan bisa utuh, tidak berkurang seperti menggunakan saluran irigadi dari semen,” kata Usman Husin.
Bila perlu, kata Usman Husin, air dari bendungan atau embung yang selama ini dialirkan ke lahan persawahan menggunakan saluran irigasi semen, dipikirkan untuk diganti dengan saluran irigasi perpipaan. Sehingga debit air yang keluar dari embung atau bendungan, jumlahnya utuh saat sampai di lahan persawahan.
“Jadi pipa irigasinya bisa ditanam di dalam tanah. Kalau sumur bor diperbanyak, saya yakin ketersediaan air atau suplai air untuk kebutuhan lahan pertanian akan cukup. Petani bisa menanam lebih dari satu kali dalam setahun, produksi pertanian jadi meningkat dan swasembada pangan bisa sukses,” kata Usman Husin.
Karena menurut usman Husin, ketersediaan air menjadi masalah utama usaha pertanian di wilayah Provinsi NTT selama ini, terutama wilayah Pulau Timor, Sumba, Rote Ndao dan juga Sabu Raijua. Kalau air tersedia cukup, lalu ditunjang dengan penggunaan peralatan atau mesin pertanian, menggunakan bibit tanaman yang unggul, ketersediaan pupuk yang cukup, obat pembasmihan hama yang tersedia, dan tenaga kerja yang cukup, hasilnya pasti berhasil.
“Karena itulah kami akan mendorong upaya memperbanyak sumur bor sebagai sumber air baru untuk lahan pertanian, demi mendukung suksesnya swasembada panggan sesuai Program Pemerintahan Presiden Prabowo. Tentunya dengan tetap memantau ketersediaan pupuk subsidi bagi petani, penggunaan bibit tanaman yang unggul, obat pembasmi hama dan penggunaan alata tau mesin pertanian,” kata Usman Husin.(**)