Oelamasi-InfoNTT.com,- Pembangunan 2.100 rumah untuk warga eks Timor Timur di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang sedang diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi NTT, kini kembali disorot oleh Anggota DPRD Kabupaten Kupang, Anthon Natun.
Politisi Hanura yang selalu kristis ini mengungkapkan berbagai dugaan persoalan yang mestinya diperhatikan, baik oleh kontraktor, pemerintah daerah maupun oleh aparat penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan Tinggi NTT.
Menurutnya, proyek tersebut tentu bertujuan menyediakan hunian layak bagi warga eks pengungsi Timor Timur dan meningkatkan kualitas hidup. Namun sungguh disayangkan jika pembangunan rumah yang dilakukan di bekas Tanah HGU milik Pemkab Kupang dengan pelaksana proyek Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Nusa Tenggara II tersebut terdapat beberapa dugaan persoalan yang berpotensi mempersulit penerima manfaat.
- Cut and Fill dan Tanah Cenderung Labil
“Saya melihat dari kacamata sebagai anggota DPRD dan juga sebagai orang yang memahami secara baik proses pembangunan infrastruktur bangunan. Saya mulai dari cut and fill, karena lokasi pembangunan tersebut tidak rata. Kenapa saya sayangkan tidak ada cut and fill dalam proses pembangunan 2.100 rumah tersebut, karena pihak ketiga mestinya mendahului ini, yang mana tujuan utama dari cut and fill dalam konstruksi adalah untuk meratakan permukaan tanah sehingga area konstruksi menjadi lebih stabil dan siap untuk tahap pembangunan. Proses ini melibatkan penggalian tanah di area yang lebih tinggi dan penggunaan tanah tersebut untuk menimbun area yang lebih rendah. Namun dugaan saya, hal tersebut tidak dilakukan yang mengakibatkan permukaan tanah tidak rata. Kedua wajib dilakukan tahap pembangunan konstruksi,” ujar Anthon Natun (26/6).
Anthon Natun juga mengungkapkan bahwa dirinya mendapati perumahan yang sudah jadi tersebut mengalami amblas atau penurunan struktur tanah. Hal tersebut diakibatkan oleh kepadatan tanah yang belum optimal, kepadatan tanah. Artinya tanah yang dipakai tidak disortir, sehingga mendapatkan kekuatan tanah sebagai dasar dari perencanaan fondasi. Artinya kondisi tanah labil atau tidak labil mempengaruhi perencanaan struktur.
“2.100 unit rumah ini sangat besar karena jika dikalikan 2 orang per unit saja maka akan ada 4 ribu lebih yang akan tinggal di lokasi tersebut. Bagaimana kalau ditambah anak-anaknya. Maka segala sesuatu yang berurusan dengan fondasi dasar rumah harus diperhatikan secara matang, dan pengecekan kondisi tanah harus optimal.
Sehingga jangan sampai ada segmen yang tidak baik, segmen mengalami penurunan struktur alias kurukan belum padat. Karena jika hujan maksimal dan debit air tekanan besar bisa menggeser permukaan tanah, maka struktur ikut lari dan bergeser, hasilnya bangunan tidak statis,” ungkap Anthon menjelaskan.
Berikutnya, Anthon Natun secara rinci menjelaskan terkait elevasi bangunan. Yang mana mestinya ini juga diperhatikan oleh pihak ketiga saat membangun perumahan 2.100 tersebut. Elevasi membantu dalam perencanaan dan konstruksi bangunan, guna memastikan tata letak yang baik, proporsi yang tepat, dan keamanan struktural.
“Kenapa elevasi saya anggap penting dicermati? Karena pada pembangunan 2.100 rumah ini ada perbedaan ketinggian antara segmen 1 dan segmen 2, dan itu perlu di-block dengan tembok menahan, agar tidak terjadi pergeseran, longsor atau abrasi. Karena perumahan 2.100 yang saya amati langsung, ketika musim hujan akan ada tekanan besar dari segmen yang tinggi dan bisa terjadi ada tekanan yang menggeser tanah. Selain itu gempa juga perpotensi merusak struktur tanah di wilayah tersebut. Nah jika diperhatika, ada segmen yang memasang tembok penahan dan ada yang tidak. Tentu ini sangat berbahaya dalam kondisi alam tertentu,” jelasnya.
Anthon Natun juga mengungkapkan kondisi pembuangan air yang kurang tepat. Saluran air atau drainase pun tidak sesuai dengan kondisi debit yang akan ditampung pada saat musim penghujan. Ini disebabkan, area tersebut merupakan area aliran air yang juga bisa datang dari luar lokasi perumahan. Debit air yang masuk di lokasi tidak mungkin bisa dicover dengan kondisi drainase yang ada.
“Bisa jadi wilayah tersebut merupakan catchment area atau wilayah tangkapan air. Maka ketika musim hujan, ketika air masuk di lokasi perumahan dan tidak dicover oleh saluran yang ada maka mengakibatkan overlap air dan banjir. Semoga Pemda bisa intervensi ini untuk bisa menindaklanjuti sebelum penerima manfaat masuk dan tinggal,” ujarnya.
- Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Anthon Natun tak hanya menyoroti kualitas pekerjaan, namun juga administrasi perumahan 2.100. Mulai dari Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) hingga pada sertifikat tanah dan pajak.
“Saya mempertanyakan akuntabilitas dari penerbitan PBG atau Persetujuan Bangunan Gedung untuk perumahan 2.100 tersebut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, PBG diperlukan untuk memastikan bahwa bangunan perumahan dibangun sesuai dengan standar teknis dan peraturan yang berlaku, serta sesuai dengan rencana tata ruang. Yang perlu dicermati oleh semua pihak adalah PBG itu izin resmi dari pemerintah untuk mendirikan bangunan, termasuk perumahan. Ini untuk memastikan bangunan tersebut memenuhi standar keselamatan, kenyamanan, dan kelayakan bangunan. Pertanyaannya, apakah perumahan 2.100 sudah sesuai yang dimaksud dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 atau tidak?” ungkapnya.
Anthon menambahkan, PBG lebih menekankan pada proses perizinan yang terintegrasi dan berbasis digital. Jadi tidak sekedar mengeluarkan izin membangun, tapi semuanya harus diperhatikan secara teliti dan terperinci.
Sedangkan terkait PBB atau Pajak Bumi dan Bangunan, Anthon Natun berharap ini segera diintervensi oleh Pemda Kabupaten Kupang untuk selanjutnya diserahkan kepada penerima manfaat. Jangan hanya sertifikat tanah, tapi juga harus diikuti dengan penyerahan surat PBB.
Dirinya juga berharap ada perhatian penuh dari pemerintah pusat dan daerah untuk fasilitas umum di perumahan 2.100, seperti jalan lingkungan, drainase, taman bermain, ruang terbuka hijau, tempat ibadah, sekolah, sistem jaringan air bersih, sistem jaringan listrik, dan tempat pembuangan sampah. Selain itu, fasilitas lain seperti lahan pertanian, area komersial, fasilitas olahraga, area parkir, dan sistem keamanan 24 jam juga wajib diperhatikan.
Anthon Natun juga meminta semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kejaksaan Tinggi NTT untuk menuntaskan.
“Saya mendukung langkah tepat dari bapak Kejati NTT. Ini agar masyarakat yang nanti mendiami rumah-rumah tersebut aman dan nyaman,” ujarnya.
Laporan: Chris Bani