Penulis : Raynal Usfunan
Mahasiswa Semester VIII Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Prof. Dr. Yohanes Usfunan, SH., MH
Awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dikejutkan dengan berbagai terobosan baru yang dilakukan, seperti program-program yang menyentuh langsung kepada masyarakat kecil bahkan sampai kepada anak-anak sebagai regenerasi bangsa.
Salah satu program unggulan yang diluncurkan dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yakni makan siang gratis. Di mana kita ketahui bahwa program makan siang gratis selalu dikampanyekan sebelum terpilih sebagai Presiden dan sampai pada saat terpilih dan dilantik pun program makan siang gratis langsung direalisasikan di beberapa daerah.
Namun sampai saat ini belum ada pemerataan peluncuran program tersebut sampai ke daerah-daerah di pelosok. Program makan siang gratis yang membutuhkan anggaran yang cukup banyak ini seiring berjalannya waktu dirubah menjadi program “Makan Siang Bergizi” dengan beberapa alasan strategis maupun sosial.
Makan gratis yang selanjutnya disebut makan siang bergizi ini tentunya menguras banyak Anggaran langsung dari kementerian keuangan. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan, anggaran program makan bergizi gratis yang masuk APBN senilai Rp 15.000 per porsi. Tentu ketika dikalkulasikan dengan jumlah anak se-Indonesia maka akan mencapai nilai anggaran yang sangat fantastis.
Oleh kerena itu dapat diasumsikan dampak negatif dari program makan siang bergizi akan dirasakan masyarakat Indonesia adalah kenaikan UMP sebesar 6,5 %, PPN naik 11 % ke 12 % dan efisiensi anggaran yang tidak memiliki jaminan atau kepastian hukum
Mengapa ketidakpastian? Efek dari kebijakan pemerintah pusat menaikan UMP sebesar 6,5 %, PPN naik 11 % ke 12 % akan berimbas pada naiknya harga beberapa bahan pokok untuk kebutuhan primer dan sekunder di Tengah daya beli masyarakat yang menurun.
Hal ini membutuhkan tanggapan serius pemerintah dalam menumbuhkan pendapatan perkapita Masyarakat, khususnya di daerah 3 T terdapat beberapa sektor yang harus menjadi prioritas pemerintah dalam menopang kebutuhan keluarga yang di kategorikan rentan miskin, miskin dan miskin ekstrim.
Rentetannya adalah orang kaya akan membeli barang-barang mewah yang tentunya akan lebih mahal dari harga biasanya maka segala jenis usahanya akan dinaikan sedikit lebih mahal untuk melindungi asetnya, di wilayah kabupaten akan menerima barang-barang tertentu pasti harganya akan sedikit lebih mahal dari biasanya karena biaya akomodasi yang cukup tinggi.
Disamping itu ada efisiensi anggaran yang mana asumsinya untuk menambah anggaran pada program makan siang bergizi.
Kegelisahan terkait efisiensi anggaran ini berdasarkan tidak adanya kepastian hukum. Salah satunya adalah bagian pendidikan yang anggarannya akan diefisiensi. Tentu menimbulkan gejolak dari pada pelajar maupun masyarakat luas.
Di mana kebijakan tersebut akan berdampak padi UKT kuliah yang mengakibatkan susahnya akses pendidikan untuk kalangan masyarakat menengah kebawah.
Dari asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa makan siang bergizi gratis tidak memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan bangsa.(***)