Kupang-InfoNTT.com,- Keputusan Polres Kupang yang tidak langsung menahan lima tersangka kasus korupsi pembangunan GOR Kabupaten Kupang mengundang pertanyaan masyarakat.
Ahli hukum pidana Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Feka, S.H.,M.H mengatakan, pada dasarnya keputusan untuk menahan atau tidak menahan tersangka merupakan kewenangan subjektif penyidik.
“Tapi masyarakat juga ingin tahu apa alasan dari penyidik untuk melakukan penahanan dan atau tidak melakukan penahanan,” kata Mikhael saat dihubungi infontt.com, Senin (10/6) pagi.
Menurut pengamat hukum ini, terdapat sejumlah alasan yang menjadi dasar atau alasan penyidik menahan seorang pelaku yakni, tersangka dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi tindak pidana, dan menghilangkan barang bukti. Namun jika ada sikap seperti ini (tidak menahan tersangka) meskipun menjadi kewenangan penyidik, tentu juga membuat publik bertanya- tanya.
Ia menjelaskan bahwa syarat-syarat penahanan dalam sistem hukum pidana Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Secara umum, syarat-syarat ini terbagi menjadi syarat subjektif dan syarat objektif. Yang mana dalam syarat subjektif berkaitan dengan penilaian pejabat yang berwenang menahan (penyidik atau penuntut umum) terhadap tersangka atau terdakwa.
“Penilaian ini bersifat subyektif dan didasarkan pada kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa mungkin melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Dasar hukum tentu sudah iatur dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. Pasal ini menyatakan bahwa pejabat yang berwenang dapat menahan tersangka atau terdakwa apabila terdapat kekhawatiran-kekhawatiran tersebut,” ungkapnya.
Dijelaskan juga, ada syarat objektif yang merujuk pada jenis tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan. Ini didasarkan pada kriteria yang jelas dan spesifik tentang tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP. Pasal ini menyebutkan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tindak pidana tertentu, yaitu tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Tindak pidana tertentu lainnya yang disebutkan secara limitatif dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b, seperti tindak pidana korupsi, narkotika, dan tindak pidana lainnya yang secara eksplisit diatur dalam undang-undang.
Dalam kasus GOR Kabupaten Kupang, Mikhael Feka mengapresiasi kinerja polisi yang sudah bekerja keras hingga akhirnya sudah ada penetapan tersangka. Artinya dalam proyek GOR Kabupaten Kupang ada tindak pidana, yang mana penyidik telah mengantongi alat bukti yang sah.
“Jadi kalau dalam kasus tindak pidana korupsi GOR di Kabupaten Kupang ancamannya di atas lima tahun sehingga semestinya secara obyektif penyidik harusnya melakukan penahanan terhadap para tersangka,” ujarnya.
Mikhael Feka juga meminta keberanian Polres Kupang guna segera menahan para tersangka dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Hal ini menjadi kekhawatiran jika para tersangka mungkin melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
“Secara subjektif itu kewenangan penyidik tapi masyarakat juga pertanyakan alasan tidak ditahan para tersangka, karena ada kekhawatiran lain. Selain itu secara objektif ancaman penjara pelaku tindak pidana korupsi di atas lima tahun maka mestinya penyidik tidak ragu melakukan penahanan,” jelasnya.
Laporan: Chris Bani