Kupang-InfoNTT.com,- Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Media Online Indonesia (MOI) Provinsi Nusa Tenggara Timur, sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Cabang PERADI Oelamasi Kabupaten Kupang, Herry F. F Battileo, S.H.,M.H, sangat mengapresiasi statament Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komjen Pol Agus Andrianto,SH.,MH terkait posisi hukum produk jurnalistik atau pers yang tak boleh dibawa ke ranah pidana.
Herry Battileo, mengingatkan bahwa pernyataan dari Wakapolri Agus Ardianto tersebut harus jadi pegangan bagi seluruh jajaran kepolisian di Indonesia.
Pegiat bela diri Kempo serta Ketua Dojo Kempo LBH Surya NTT, dan tergabung dalam badan pengurus PERKEMI NTT bidang Hukum ini menjelaskan, banyak wartawan yang bekerja sesuai UU Pers 40 Tahun 1999 dan juga masih dikriminalisasi. Padahal memiliki bukti atas pemberitaan serta memenuhi syarat sebagai wartawan.
Menurut Herry, masih banyak wartawan yang dikriminalisasi, oleh MOI selalu bersedia membela dan akan dibantu oleh advokat yang tergabung pada Lembaga Bantuan Hukum SURYA SURYA NTT secara gratis.
Herry yang juga Pendiri dan Pengawas LBH Surya NTT ini menilai jika masih ada upaya kriminalisasi wartawan menggunakan UU ITE, maka dukungan Wakapolri Agus Andrianto dan penegak hukum lainnya menjadi penting. Mestinya sikap penegak hukum seperti ini wajib dihargai. Sebab wartawan juag merupakan pilar keempat demokrasi.
Sebelumnya, Wakapolri Komjen Pol Agus Andrianto, S.H.,M.H pada momentum Hari Pers Nasional (HPN) mengingatkan seluruh pihak bahwa produk jurnalistik yang diproduksi lewat mekanisme jurnalisme yang sah dari perusahaan pers legal berbadan Hukum, tidak dapat dibawa ke ranah pidana. Produk tersebut juga tidak dapat dijerat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.
“Untuk kasus yang memang dimunculkan adalah sesuatu hal benar (berita), wartawannya juga tidak boleh diproses kalau memang informasi itu benar, bukan fitnah,” kata Herry.
Herry mengatakan, bahwa ini merupakan bagian dari kesepakatan antara Polri dengan Dewan Pers. Kesepakatan yang diperbarui itu wajib dipatuhi oleh kepolisian. Kesepakatan itu melindungi pemberitaan yang diproduksi oleh perusahaan pers yang diakui Dewan Pers.
Seluruh anggota kepolisian, lanjut Herry, harus menggunakan mekanisme sengketa pers sesuai aturan yang ditetapkan Dewan Pers serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kalau masih memungkinkan, penegakan hukum itu menjadi pintu terakhir, tetapi setelah ditempuh klarifikasi, upaya mediasi para pihak. Kalau sudah mentok, baru diputuskan apakah penyelidikannya dilanjut atau tidak,” ujarnya.
Sementara Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (As SDM) Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan media sosial dan media massa siber adalah dua produk berbeda. Media sosial dibuat tanpa konfirmasi maupun diklarifikasi. Adapun media massa siber sebaliknya, media perusahaan pers bisa dikonfirmasi maupun dimintai klarifikasi apabila terjadi kekeliruan pemberitaan.
“Bagi teman-teman media, semua produk yang dihasilkan dilindungi oleh undang-undang. Saat ini kecepatan informasi di media sosial bisa mencakup semua tanpa batas waktu dan wilayah. Cuman, produk jurnalistik harus bisa dipertanggungjawabkan baik diklarifikasi maupun dikonfirmasi,” tuturnya.
Sebagai Kepala Divisi Humas Mabes Polri periode 2021-2023, kata Dedi menambahkan, produk jurnalistik justru memberikan sosialisasi, edukasi dan memberikan pencerahan bagi masyarakat. Inilah yang tidak dimiliki produk atau konten yang ada di media sosial yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Polri tentu berharap media bahu membahu memerangi konten berbau hoaks. Media jauh lebih lugas menghadapi bersama-sama Pemilu 2019 yang sangat panjang dan keras, dan sudah dihadapi sebelumnya. Media juga punya tanggungjawab besar terhadap negeri ini apalagi di tahun Pemilu 2024.
Karowassidik Bareskrim Polri, Brigjen Pol Iwan Kurniawan juga menegaskan, pihaknya telah melaksanakan sosialisasi bertepatan dengan Hari Pers tahun 2023 kepada semua penyidik di Sumatera Utara terkait dengan penanganan perkara sengketa Pers.
“Dewan Pers bukan berarti menangani sendiri apa yang menjadi laporan atau pengaduan dari semua pihak. Para pihak yang merasa keberatan dengan berita yang dihasilkan media itu Dewan Pers yang menilai. Boleh dikatakan pemanggilan, melakukan diskusi dan ada tahapan-tahapannya. Jadi, tidak bisa produk jurnalistik yang betul-betul perusahaan pers terdaftar itu di pidana, tidak bisa,” ungkap Iwan.***