Oleh: Chris M. Bani, S.H (Anggota KNPI Kabupaten Kupang)
Kupang-, Masyarakat Kabupaten Kupang mulai saat ini harus berhati-hati terhadap sedekah politik (Money Politic), yang banyak dilakukan oleh para politisi atau Calon Legislaif (Caleg) yang baru saja merayakan nikmatnya menghamburkan uang pada pemilu 14 Februari 2024 kemarin.
Penulis menyampaikan berhati-hati, karena tidak menutup kemungkinan kedepan baik itu Pilkada ataupun pemilu berikutnya, hal serupa terjadi lagi. Sebab, apa yang diberikan oleh para politisi kotor tersebut, bukan murni sedekah yang ikhlas, namun ada kepentingan, agar masyarakat memilihnya sebagai wakil rakyat. Jadi memberi bukan karena benar-benar ingin membantu, namun lebih condong kepada upaya sogok. Ini ciri politisi murahan tanpa integritas kepemimpinan.
Dewasa ini belum ada yang dapat menjamin bahwa pelaksanaan Pemilu bebas dari politik uang. Kita ketahui bahwa politik uang merupakan pelanggaran pemilu yang sangat jelas diatur dalam undang-undang pemilu tahun 2023 dan juga peraturan Bawaslu.
Sedikit merenung, kehidupan ekonomi masyarakat yang lemah (tidak semua), menjadi celah bagi caleg-caleg atau politisi murahan yang memiliki basis finansial kuat untuk menebarkan uang di hari menjelang atau saat pemungutan suara (biasa kita kenal serangan fajar).
Keadaan ekonomi dan juga mental buruk inilah yang kemudian membuka peluang bagi para politisi untuk bermain kotor untuk saling mengalahkan di lapangan dan ini sangat merugikan politisi lain yang tengah berjuang dengan hati untuk melayani masyarakat. Politisi kotor ini dengan tidak ada rasa malu bahkan cenderung bangga akan menyiapkan dana atau amplop-amplop yang akan disebar guna membeli suara pada hari pemilihan.
Praktik politik uang di Kabupaten Kupang pada pemilu kemarin merupakan fenomena yang sangat meresahkan dalam dunia politik. Penulis secara tegas mengatakan bahwa kelompok politisi dan masyarakat pelaku praktik ini bermental pelacur. Namun, tidak bisa dibandingkan dengan praktik bisnis pelacur dalam arti sesungguhnya yang dijalankan di lokalisasi.
Fakta lapangan membuktikan bahwa transaksi politik ini bertarif harga sangat murah. Bahkan, hanya dengan 200 ribu rupiah, seseorang dapat membeli suara dukungan politik yang akan mempengaruhi nasib pembangunan dan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Bagaimana dengan mereka yang punya integritas namun bermain jujur? Tentu akan kalah dengan para pelacur politik ini. Bagaimana tidak, segala metode kecurangan akan dipakai politisi murahan untuk melanggengkan dirinya ke pucuk kekuasaan.
Ironisnya, meskipun para penjual suara ini menjual pilihan suara mereka kepada tokoh atau orang yang belum tentu mereka kenal secara pribadi, dan tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh kandidat tersebut dalam lima tahun mendatang, orang-orang ini masih merasa lebih bersih dan lebih suci daripada pelacur. Padahal, secara hakiki, kedua praktik ini memiliki kesamaan dalam hal menjual diri dan mengorbankan integritas demi untuk keuntungan pribadi.
Dampak buruk atau kerusakan yang ditimbulkan dari usaha amplop lima tahunan ini memiliki daya rusak yang sangat luas pada masyarakat dan sistem politik secara keseluruhan. Berawal dari maraknya bisnis ini, sehingga menghasilkan pemimpin yang kurang berkualitas dan tidak mewakili kepentingan masyarakat secara adil.
Pemimpin yang dibidani dari hasil membeli suara besar kemungkinan tidak benar-benar mewakili aspirasi dan kebutuhan rakyat. Selain itu, praktik politik uang dapat menciptakan ketidakadilan dalam sistem politik.
Calon yang memiliki banyak uang dapat membeli dukungan dan memenangkan pemilihan, sementara calon yang memiliki kualitas dan visi yang lebih baik tetapi kurang mendapatkan dukungan finansial akan kesulitan untuk bersaing. Akibatnya, orang-orang yang maju sebagai pemenang dalam pemilu bukanlah yang terbaik untuk memimpin dan mewakili kepentingan masyarakat.
Masyarakat Kabupaten Kupang harus mulai menyadari bencana demokrasi ini. Kesadaran tentang pentingnya integritas dan transparansi dalam politik menjadi faktor penentu untuk mengikis habis praktik politik uang. Pengawasan yang ketat dan hukuman yang tegas terhadap pelaku politik uang juga diperlukan untuk memastikan keadilan dalam sistem politik.
Sejujurnya, memang berat memerangi praktik politik uang, tapi bukan berarti tidak bisa berjuang melawannya. Sebagai pengukur awal, adalah dengan mencari tahu apakah dalam mental ada watak lebih hina dari pelacur atau tidak.
Menghilangkan politik uang bukan hal mudah, butuh proses panjang. Menurut Mada Sukmajati, politik uang bisa dilawan dengan solusi jangka panjang dan jangka pendek. Solusi jangka panjang, yaitu strategi budaya atau memasukkan materi politik uang ke submateri anti korupsi dalam kurikulum sekolah.
Adapun jangka pendek, antara lain Bawaslu aktif mengawasi pemilu, pemilih bersikap partisipatif selama proses pemilu, sesama peserta pemilu dapat saling mengawasi, termasuk saling mengawasi antar peserta pemilu dari partai yang sama.
Jika kemudian para politisi ingin membangun demokrasi yang sehat dan kondusif serta berkeadilan maka politik uang harus dihindarkan. Pasalnya, politik uang merupakan salah satu kejahatan terbesar dalam pemilu.
Salah satu strategi utama mencegah terjadinya korupsi, termasuk politik uang, adalah pemberian hukuman untuk memberi efek jera. Dua pasal yang bisa menjerat pelaku politik uang yaitu Pasal 515 dan Pasal 523 Ayat (3) Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ayo semuanya, mulai saat ini, mari kita tolak politik uang secara tegas. Dengan menolaknya, kita berperan menciptakan pemilu yang bebas korupsi dan berharap pada berjalannya sistem pemerintahan yang lebih bersih. Semoga Kabupaten Kupang baik-baik saja lima tahun kedepan. Semoga penyakit yang dibawa politisi kotor ini segera sembuh dan kita bisa menjadi daerah maju kedepan. Tuhan memberkati