Kupang-InfoNTT.com,- Bupati dan Wakil Bupati Kupang akan habis masa jabatannya tahun ini. Pemerintah akan menunjuk Penjabat (PJ) Kepala Daerah yang bertugas hingga Pilkada serentak 2024 mendatang. Sebelum lengser, para kepala daerah definitif diminta tidak melakukan mutasi.
Hal itu disampaikan Pengamat Politik Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Yeftha Yerianto Sabaat, S.IP,.M.IP, bahwa kepala daerah yang habis masa jabatannya harus mampu menjaga ketenangan birokrasi. Yakni dengan tidak melantik, mengganti atau memindahkan pejabat ASN untuk kepentingan tertentu, kecuali akibat pensiun atau meninggal dunia.
“Ada isu yang beredar akan ada pelantikan pejabat di Kabupaten Kupang. Padahal sisa 4 bulan lagi masa jabatan selesai. Pertanyaannya, kenapa baru sekarang? Tentu saya berharap para kepala daerah mentaati aturan perundang-undangan agar situasi politik terjaga,” ujarnya.
Yeftha menjelaskan, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Khususnya, pada Pasal 71 Ayat 2 yang berbunyi: Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya jika dicermati Mendagri akan menyetujui mutasi dan pelantikan jika memenuhi tiga syarat, yakni kepala daerah boleh melakukan mutasi aparatur sipil negara (ASN) jika pejabatnya ada yang wafat, melakukan perbuatan pidana sehingga ditangkap dan ditahan, atau jabatan tersebut kosong. Hal ini seperti yang dilakukan Mendagri pada Pilkada 2020 lalu.
Tentu hal ini dilakukan Mendagri guna menjaga situasi jelang Pemilu karena menjaga kepala daerah yang mencalonkan diri lagi tidak menyalahgunakan kewenangan mutasi pejabat ASN di pemda untuk siasat memperoleh suara ASN pada pilkada.
Menurut Yeftha, jika dipaksakan untuk melakukan mutasi dan pelantikan maka bisa terjadi gejolak birokrasi. Sebab, prosesnya menimbulkan praduga yang mengganggu produktivitas para ASN.
Dirinya berharap agar para kepala daerah di NTT mentaati aturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 71 ayat 2 Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kepala daerah dilarang melakukan penggantian pejabat, yakni 6 bulan sebelum habis masa jabatannya, kecuali atas persetujuan Mendagri.
Yeftha Sabaat juga meminta agar seluruh ASN tetap bekerja secara optimal tanpa terganggu situasi politik. Yang mana, masa-masa jelang peralihan kepemimpinan memang rawan bagi ASN. Sebab, meski secara normatif ada aturan netralitas ASN, dalam realitasnya birokrasi acap kali menjadi bagian dari alat politik kepala daerah.
Dirinya mengeluarkan pandangan sebagai akademisi lantaran mengantisipasi penyelundupan kepentingan politik, karena bagaimana pengawasan harus diperketat. Salah satu lembaga yang bisa dimaksimalkan perannya adalah Komisi ASN.
Selain itu, menurut Yeftha, proses mutasi dengan izin Mendagri perlu dibuat lebih transparan. Contohnya kepala daerah menyampaikan ke publik alasan dan latar belakangnya. Di sisi lain, Mendagri juga harus selektif.
Laporan: Chris Bani