Pemerintah India Minta Warga Peluk Sapi pada Hari Valentine

InfoNTT.com,- Dewan Kesejahteraan Hewan India mengimbau warga untuk merayakan Hari Valentine pada tahun ini bukan sebagai perayaan romansa. Namun sebagai “Hari Pelukan Sapi” untuk mempromosikan nilai-nilai Hindu dengan lebih baik.

Dewan Kesejahteraan Hewan, Rabu (8/2), mengatakan bahwa memeluk sapi akan membawa kekayaan emosional dan meningkatkan kebahagiaan individu dan kolektif.

Bacaan Lainnya

Umat Hindu yang taat, yang memuja sapi sebagai hewan mulia dan suci, mengatakan hari raya ala Barat bertentangan dengan nilai-nilai tradisional India.

Dalam beberapa tahun terakhir, pada saat Hari Valentine kelompok garis keras Hindu menggerebek toko-toko di kota-kota India, membakar kartu dan hadiah, serta mengusir pasangan yang berpegangan tangan ketika keluar dari restoran dan taman.

Mereka mengatakan bahwa Hari Valentine identik dengan pergaulan bebas. Kelompok politik garis keras, seperti Shiv Sena dan Bajrang Dal, mengatakan perayaan Hari Valentine sebenarnya membuka jalan bagi warga India untuk menegaskan kembali nilai-nilai Hindu.

Anak muda India terpelajar, terlepas dari agama mereka, biasanya menghabiskan liburan di taman dan restoran, bertukar hadiah dan mengadakan pesta untuk merayakannya seperti festival India lainnya, terutama sejak India memulai proses liberalisasi ekonomi pada awal 1990-an.

Pemerintah nasionalis Hindu yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi telah mendorong agenda Hindu, mencari supremasi agama dengan mengorbankan negara sekuler yang terkenal dengan keragamannya. Hindu merupakan agama mayoritas di negara tersebut, yaitu mencapai 80 persen dari hampir 1,4 miliar penduduk India. Muslim menyumbang 14 persen, sedangkan Kristen, Sikh, Budha dan Jain menyumbang sebagian dari 6 persen sisanya.

Dalam ajaran Hindu, sapi sangat dihormati dan dimuliakan oleh banyak orang seperti ibu mereka. Sebagian besar negara bagian di India telah melarang praktik penyembelihan sapi. Seruan Dewan Kesejahteraan Hewan tersebut meminta orang untuk keluar dan memeluk sapi secara fisik pada 14 Februari.

Nilanjan Mukhopadhyay, seorang analis politik, mengatakan bahwa pesan tersebut “benar-benar gila. Itu bertentangan dengan logika.”

“Yang disayangkan adalah (imbauan itu) sekarang memiliki sanksi resmi,” tambahnya.

Tindakan itu menunjukkan penghapus satu batasan lagi antara negara dan agama, yang mana hal tersebut sangat menyedihkan. Sekarang negara melakukan apa yang telah dikampanyekan oleh kelompok politik dan agama. (*voaindonesia.com)

Pos terkait