(Mungkin) Keliru Urus Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi NTT?

Menyerahkan buku sebagai kenangan (pic.by: Simon Seffi)

(Mungkin) Keliru Urus Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi NTT?

 

Lebih dari 300 Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Nusa Tenggara Timur telah berdiri dan menyelenggarakan proses pembelajaran. Seluruh Sekolah Menengah Kejuruan itu (Negeri dan Swasta) telah berkontribusi pada pembangunan manusia di Nusa Tenggara Timur. Lantas bila hari ini kita mengajukan sejumlah pertanyaan seperti ini,

Bacaan Lainnya

 

  • “Apakah seluruh lulusan terserap di dunia kerja?”
  • “Adakah di antara para lulusan itu secara individu atau bersama-sama menjadi orang-orang yang mandiri dalam usaha?”
  • Apakah sekolah-sekolah menengah kejuruan itu mempunyai data yang menginventarisir lulusan yang telah bekerja mengaplied ketrampilan yang dimilikinya di dunia kerja itu sesuai dengan kompetensinya?”

 

Mungkin saja masih ada sejumlah pertanyaan ikutan lainnya yang dapat diajukan dan didiskusikan sehubungan dengan adanya permasalahan sekolah-sekolah menengah kejuruan di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

 

Hal-hal yang nampak sederhana ini kami peroleh ketika dalam satu kesempatan berdiskusi dengan Prof. Daniel D. Kameo, Ph.D, Staf Khsusus Gubernur Nusa Tenggara Timur di ruang kerjanya. Dalam diskusi ini Prof. D. D. Kameo menguraikan permasalahan dengan contoh-contoh kecil yang mengindikasikan bahwa pengelolaan pembelajaran pada sekolah-sekolah kejuruan di Provinsi Nusa Tenggara Timur belum berlangsung secara baik, sehingga terjadi masalah pada lapangan kerja dan ketenagakerjaan. Apa saja contohnya? Berikut ini contoh yang didapati langsung oleh Sang Profesor dengan pengamatan pada institusi SMK-SMK itu dan percakapan pada individu pekerja (naker) di Kota Kupang dan sekitarnya.

 

  • Seorang lulusan SMK Jurusan Kelistrikan didapati sedang menjadi pelayan resto di suatu resto di Kota Kupang. Hal ini diketahui dari percakapan dengannya.
  • Seorang ASN/PNS menjadi petugas administrasi lulusan SMK Kehutanan.
  • Beberapa orang naker di hotel-hotel di dalam Kota Kupang dan kota-kota pariwisata, mereka lulusan dari SMK dari luar Provinsi NTT
  • SMK Pertanian tidak/belum memiliki lahan pertanian atau bahkan tidak mempunyai laboratorium uji coba tanaman, dan siswanya tidak mempunyai lahan sendiri untuk berproses agar menghasilkan,
  • SMK Ekonomi, siswa-siswa belum memiliki usaha mandiri untuk dijadikan lokus praktik (uji kompetensi dalam praktik) untuk mendapatkan hasil
  • Dan lain-lain SMK dengan karakteristik yang khas belum menunjukkan hasil dalam proses

 

Contoh-contoh di atas mengindikasikan bahwa ada yang keliru atau salah dalam menatakelola pembelajaran di Sekolah-Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini. Orientasi pembelajaran dan ketrampilan belum terarah  kepada sasaran yang mestinya berlangsung dalam proses yakni hasil nyata dari belajar sambil bekerja (learning by doing) di sekolah. Hasil nyata dari belajar itu dilewati dalam proses menjadi, bukan menunggu sampai lulus barulah sang lulusan itu memulai untuk menjadi. Ketika menunggu agar lulusan memulai untuk menjadi, maka yang merasakan dampaknya yakni, lulusan itu sendiri, orang tua, masyarakat dan pemerintah.

 

Pemerintah (termasuk Pemerintah daerah Provinsi NTT) menjadi tumpuan harapan adanya lapangan kerja di samping badan-badan usaha swasta. Lapangan kerja dimana kapabilitas dan kompetensi diri diprioritaskan, maka uji kompetensi teori-praktik menjadi amat penting. Zaman dengan tantangan (challenge) kompetisi yang hebat (great competition), tidak ada pada kita berpangku tangan apalagi bertadah tangan. Sekolah-sekolah Menengah Kejuruan berbeda karakteristiknya dengan Sekolah Menengah Umum. Perbedaan secara kasat mat aitu terlihat pada pengarusutamaan teori dan praktik pembelajaran. SMA mengutamakan teori sehingga rata-rata lulusan harus memiliki pengetahuan (aspek kognisi) lebih banyak dan siap melanjutkan ke perguruan tinggi; sementara SMK, mengutamakan praktik vokasi sehingga rata-rata lulusan sudah memiliki keahlian dalam suatu bidang[1].

 

Prof. Daniel D. Kameo menguraikan opininya agar kiranya seluruh SMK yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur mulai berbenah dalam zaman ini. Sebagai Staf Khusus yang diangkat oleh Gubernur NTT, Victor B. Laiskodat, ia memastikan untuk memberikan masukan-masukan berharga pada perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pada Sektor Pendidikan, khususnya pada pendidikan menengah kejuruan. Baginya, zaman dengan great competition, self capability, competence and expertise, dan sejumlah hal yang mengantarkan para lulusan bukan siap sesudah dinyatakan lulus, tetapi sudah siap sekalipun masih di bangku sekolah.

 

Maka, dukungan orang tua siswa, pengusaha dan badan usaha (swasta, BUMD, dll) dan pemangku kepentingan yang menggantung asa agar anak/siswa tidak “mengemis” pekerjaan, mesti dimulai. Kita belum terlambat, jadi sadarlah dan bangkitlah.

 

Di akhir diskusi, saya menyerahkan dua buku sebagai kenang-kenangan yakni Perjanjian Baru + Kejadian dalam Bahasa Amarasi (terbitan UBB GMIT) dan Buku Dikandangkan Covid-19, tulisan Heronimus Bani (Oase Pustaka, Mei 2021). Dari tangan Sang Profesor, kami mendapat dua buku: Transformasi Pariwisata Nusa Tenggara Timur Inclusive, Local Resource-Based, Sustainable (Satya Wacana University Press, 2021) dan Revitalisasi Peternakan Nusa Tenggara Timur, Prof. Daniel D. Kameo, Ph.D, et.al (Satya Wacana University Press, 2013)

 

Penulis: Heronimus Bani

[1] https://pintek.id/blog/perbedaan-sma-dan-smk/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *