Kupang-InfoNTT.com,- Puluhan wartawan yang tergabung dalam Forum Wartawan Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar aksi demo di depan Markas Polda (Mapolda) NTT, Jumat 1 April 2022 siang.
Aksi demonstrasi itu sebagai satu bentuk protes terhadap kriminalisasi pers, yang diduga dilakukan Bupati Kabupaten Malaka, Dr. Simom Nahak kepada oknum wartawan Sakunar.com.
Salah satu wartawan, Frid Wawo, dalam orasinya menegaskan, dalam melaksanakan tugasnya, pekerja pers dilindungi oleh konstitusi negara, yakni dengan UU Pers Nomor 40 tahun 1999.
Selain itu, diperkuat lagi dengan Memorandum of Understanding (MoU) antara Dewan Pers dan Polri, terkait koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan.
“Tetapi sejumlah peristiwa yang terjadi di NTT, masih bertolak belakang dengan regulasi yang telah dijamin oleh negara, melalui UU Nomor 40 Tahun 1999,” ujar Frid.
Menurutnya, peristiwa itu menunjukan bahwa jajaran kepolisian di NTT belum mematuhi seluruh aturan dan konstitusi, serta MoU antara Dewan Pers bersama Kapolri, karena masih menerima aduan atas karya jurnalistik tanpa menggunakan UU Pers.
“Karena rekan kami telah dipidana oleh Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak terkait produk jurnalistik yang diterbitkan di media Sakunar. Dia (Bupati) memaksakan itu sebagai pidana murni,” jelasnya.
Ia menjelaskan, Bupati Simon Nahak sangat mengerti terhadap hukum. Harusnya memberikan hak jawab terlebih dahulu ke media yang bersangkutan, sebelum mengambil langkah hukum selanjutnya.
“Bupati yang paham hukum dan mengerti secara komperhensif, harusnya melakukan hak jawab sesuai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, karena karya yang dihasilkan merupakan murni produk jurnalistik,” pungkasnya.
Sementara salah satu senior jurnalis Jefri Taolin mengatakan, pihaknya datang ke Mapolda NTT adalah untuk menolak kriminalisasi pers yang dilakukan oleh Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak.
“Dalam proses penyelesaian sengketa pers Simon Nahak tidak menggunakan UU Pers sebagaimana telah diamanatkan oleh negara, bahwa seluruh penyelesaian sengketa pers harus melalui UU No 40 Tahun 1999 terkait kebebasan pers,” jelas Jefri Taolin.
Menurutnya, upaya yang dilakukan Bupati Simon merupakan salah satu bentuk untuk meredam kemerdekaan pers yang sudah dicetuskan setelah era reformasi.
“Jadi prilaku itu merupakan tipe pemimpin yang alergi dan tidak bisa menjaga marwah dari demokrasi itu sendiri. Kami minta bupati sampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada para pekera pers di NTT,” jelasnya.
Jefri Taloin juga menuntut kepada pihak kepolisian untuk menghentikan semua proses penyelidikan kasus yang dilaporkan Bupati Simon Nahak terhadap oknum wartawan Sakunar.com.
“Kami minta Kabid Humas Polda NTT berikan sanksi tegas kepada Polres Malaka dan penyidik yang menangani kasus ini,” tandasnya. (***)