Kartu Vaksin Makin “Sakti”

Sertifikat/Kartu Vaksin Online
Heronimus Bani

Pada bulan September 2021 muncul suatu petisi untuk membatalkan pemberlakuan kartu vaksin oleh Pemerintah (dhi.Satgas Covid-19). Masyarakat diwajibkan menunjukkan kartu vaksi bila akan berada di tempat-tempat umum atau menggunakan moda transportasi umum dan lain-lain. Petisi yang dilayangkan itu sangat disayangkan oleh Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya seperti pakar epidemiologi. Pemerintah “mendengar” petisi itu tetapi tidak serta-merta menyetujuinya, justru program vaksinasi terus diperhebat dengan memberikan bukti berupa kartu vaksin kepada anggota masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin baik dosis pertama maupun dosis kedua. Selanjutnya anggota masyarakat yang sudah mengikuti program vaksinasi dan mendapatkan kartu vaksin tetap dihimbau untuk taat protocol Kesehatan mengingat “serangan” virus korona belum berakhir. Sementara itu, kartu vaksin yang diperoleh menjadi pelengkap kepemilikan dokumen bila diperlukan.

Benar. Dokumen yang disebut kartu vaksin itu akhirnya sungguh-sungguh diperlukan, yakni menjadi “kartu sakti” bila akan bepergian, berkunjung ke pusat-pusat perbelanjaan (mall, pasar swalayan) dan lain-lain. Bahkan, bukan saja kartu vaksin, surat keterangan telah melewati apa yang disebut test antigen dan PCR pun menjadi “surat sakti” berikutnya. Ini semua demi kenyamanan dan menjaga Kesehatan individu dan Kesehatan bersama. Maka, tidak perlu diperdebatkan bila pemerintah serius memberlakukan pemeriksaan kartu vaksin sebagai suatu syarat administrasi dalam banyak kegiatan.

Bacaan Lainnya

Satu pengalaman kecil saya mengalaminya ketika hendak mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM C). Saya harus menunjukkan kartu vaksin kepada petugas kepolisian. Kartu vaksin itu harus digandakan (fotokopi) sebagai salah satu syarat yang disertakan selain foto kopian Kartu Tanda Penduduk.

Saya menyaksikan sendiri (dan tentu saja banyak orang menyaksikan dan mengalaminya) ketika anggota kepolisian di wilayah Kabupaten Kupang melakukan tilang kendaraan yang secara khusus untuk memeriksa penumpangnya agar mengetahui status mereka sebagai sudah/belum mengikuti program vaksinasi. Mereka yang tidak dapat menunjukkan kartu vaksin kemudian digadang untuk mendapatkan vaksinasi pada petugas yang sudah siap di tempat.

Hari ini, melalui WhatsApp Group Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang beredar suatu catatan yang bunyinys sebagai berikut:

 

Untuk pengajuan gaji ASN & tenaga kontrak bulan Januari akan dilakukan pengecekan data berkaitan dengan WAJIB vaksin sehingga gaji dapat terealisasi, kecuali ada surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa belum dapat divaksin akibat ada komorbid atau penyakit ikutan. Terima kasih atas kerjasamanya.

Pesan sebagaimana yang saya kutipkan di atas tidak secara langsung dan beramai-ramai ditanggapi. Beberapa orang menanggapinya dengan ucapan terima kasih atas informasi itu. Ada pula yang menanggapi dengan jenaka: susah su datang 2022; atau mati banyak orang. Ada pula yang menanggapi dengan pernyataan seperti ini: Bersyukur kalau di setiap desa atau Kecamatan di Kabupaten Kupagn sudah ada program vaksinasi, dan ada ASN yang tidak mau vaksin, maka itu salah sendiri, tapi kalau ternyata belum ada program vaksinasi atau program vaksinasi belum mencukupi masyarakat di wilayah tersebut, kiran-kira siapa yang mau disalahkan. Mohon maaf bila pendapat ini salah. Terima kasih.

Bagaimana menjelaskan selanjutnya. Satu hal yang pasti, rupanya masyarakat kita terutama yang disebut individu tertentu yang berstatus ASN/PNS yang istilah lainnya yakni abdi negara  dan abdi masyarakat belum sadar pentingnya vaksinasi. Padahal mereka seharusnya mengetahui bahwa dengan vaksinasi akan berubah menjadi senjata di dalam tubuh yang secara langsung melawan atau bahkan membunuh virus pembawa penyakit ke dalam tubuh. Ini tidak berarti bahwa dengan sekali atau dua kali menerima vaksin akan 100% menjadi sehat tanpa serangan virus (termasuk virus korona). Tidaklah demikian. Namun, kita patut menyadari bahwa vaksinasi harus tuntas bila ingin mencegah penyebaran virus korona apalagi ada varian baru yang muncul.

Oleh karena itu ketika pesan yang dikirimkan dalam WAG Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang itu dibaca dan diresponi seperti itu, kiranya patut disadari bahwa hal itu hanya bersifat “pemaksaan” belaka agar orang mau melakukan vaksinasi dengan pendekatan jemput bola. Bila belum diprogramkan oleh pihak puskesmas terdekat, sebaiknya anggota ASN/PNS berkoordinasi sehingga mereka mendapatkan vaksinasi itu. Bukankah itu lebih bijak? Kita tidak perlu menunggu untuk dipaksa, bukan? Tentu saja ada keterbatasan pada setiap individu, dan demikian halnya pada institusi. Mari berbijak agar pemaksaan tidak menjadi “hantu” baru walau sudah sangat sering hal itu terjadi pada kita.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *