InfoNTT.com,- Pakar Hukum Tata Negara Dr. Margarito Kamis mengatakan sistem hukum yang ada saat ini memungkinkan TNI dan Polri secara aktif menjabat sebagai kepala daerah. Baik itu gubernur, bupati atau wali kota.
“Sebegitu jauh, sistem hukum kita menyediakan cara untuk TNI/Polri untuk menjabat kepala daerah. Sejauh orang-orang itu (anggota TNI/Polri aktif, red) memenuhi kualifikasi yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang memungkinkan untuk itu. Karena itu pengisian jabatan oleh orang-orang itu (anggota Tni/Polri aktif, red) sah,” ujar mantan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara ini dalam keterangan tertulis, Selasa (31/5/2022).
Margarito menilai kritik banyak kalangan yang menyoroti adanya kemunduran dalam reformasi dan demokrasi bukanlah urusan hukum tata negara.
“Soal politik itu soal lain, bagi orang-orang yang tidak setuju tinggal memperkarakan saja. Karena suara mereka yang menentang juga tidak memiliki implikasi sama sekali,” katanya.
Menurut Margarito, yang terpenting bagi kalangan Tata Negara adalah sah atau tidaknya suatu undang-undangan. Atau bertentangan tidaknya undang-undang dan peraturan perundang-undangan. Ia menilai kedua hal ini menjadi hal mendasar bagi orang tata negara. Sementara itu, menurutnya kalangan politik bisa saja memiliki alasan lain terkait demokratis atau legitimasi suatu undang-undang.
“Tetapi bagi saya sebagai orang hukum tata negara, itu inti persoalannya,” tegasnya.
Margarito menegaskan demokrasi dan legitimasi bukanlah konsep hukum tata negara. Sebab kedua hal tersebut merupakan konsep politik dan sosiologi. Sehingga, ia mengatakan orang bisa saja berpendapat lain.
“Bagi orang tata negara yang terpenting adalah sah atau tidak,” sebutnya.
Saat disinggung soal adanya usulan penerbitan aturan (peraturan pemerintah/PP) yang lebih detil mengenai kebijakan ini, Margarito berpandangan sejauh ini peraturan perundang-undangan dan sistem hukum yang tersedia telah memungkinkan pengisian jabatan kepala daerah untuk anggota TNI/Polri aktif.
“Perkara besok mau dibuat peraturan yang lebih ribet itu soal lain. Dan jika pun ada peraturan yang lebih rinci, itu tidak akan menangguhkan atau menghilangkan keabsahan orang-orang yang sekarang sudah dilantik menjadi jabatan kepala daerah, bupati, atau wali kota,” jelas Margarito.
Lebih lanjut, Dosen Universitas Khairun Ternate ini menerangkan dalam sistem hukum Indonesia ada Perpres 37 tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI. Selain itu, ada juga Peraturan Menteri Dalam Negeri, UU No 5 tahun 2014 tentang ASN, serta UU TNI POLRI yang semuanya memungkinkan TNI/Polri menjabat sebagai kepala daerah. Bahkan, UU Pilkada juga ada yang mensyaratkan jabatan dan pangkat.
“Letakkan semua peraturan perundang-undangan itu dalam sistem, di mana tidak ada pasal-pasal yang bertentangan diametral untuk melarang posisi jabatan TNI/Polri pada jabatan sipil atau kepala daerah. Jangan parsial hanya berdasar satu undang-undang saja,” tegasnya.
Ia pun mencontohkan dalam UU Pilkada peraturan perundang-undangan itu sampai mengatur padanan, kepangkatan, dan jabatan. Misalnya, untuk pangkat kolonel dan pernah meduduki jabatan sipil, maka disesuaikan dengan golongan kepangkatan sipil ahli madya.
Jika pangkatnya sudah bersesuaian dengan yang diatur di dalam UU ASN, ia menilai seorang TNI/Polri sah menduduki jabatan sebagai pejabat bupati atau wali kota. (*Detik.com)