Kupang-InfoNTT.com,- Pra peradilan terhadap Polres Kupang terkait kasus dugaan pencemaran nama baik yang menetapkan pengacara Yance Thobias Mesah sebagai tersangka ditolak hakim.
Informasi yang diterima media ini, kasus pra peradilan nomor : 4/Pid. Prap/2022/PN Om tertanggal 21 Februari 2022, dengan pemohon Yance Thobias Mesah terkait Laporan Polisi Nomor : LP/B/220/VII/2020/NTT/Polres Kupang tgl 3 Juli 2020 dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dengan pasal 311 ayat 1 KUHP atau psl 310 ayat 1 KUHP dengan pelapor Bambang Wantyson Letelay dan terlapor Yance Thobias Mesah ditolak hakim.
Penolakan ini berdasarkan putusan pra peradilan nomor NO. 04/Pid.Pra/2022/PN Olm, tanggal 9 Februari 2022, yang mana hakim memutuskan bahwa seluruh permohonan pemohon dinyatakan ditolak. Artinya hakim menolak pra dari pemohon karena gugatan pemohon tidak masuk dalam rana pra peradilan.
Pengacara Yance Thobias Mesah, SH, yang dikomfirmasi (10/03), menjelaskan, pra peradilannya ditolak Pengadilan karena polisi telah bersurat kepada Dewan Perwakilan Daerah Organisasi Kongres Advokat Indonesia NTT, tetapi tidak ditanggapi oleh organisasi sehingga prosedurnya sudah benar, sehingga sesuai pasal 184 sudah terpenuhi 2 alat bukti untuknya sebagai tersangka.
Advokat Yance Thobias Mesah juga meminta agar secepatnya penyidik melimpahkan berkas ke kejaksaan dan disidangkan, agar dapat dibuktikan bahwa apa yang dilakukannya adalah melanggar hukum. Karena menurutnya, pernyataannya pada tanggal 2 Juli 2020 yang menyatakan Bambang dapat tanah dari Ayub, yang kemudian dilaporkan sebagai tindak pidana penfitnahan sebagaimana diatur dalam pasal 310 adalah dalam rangka menjalankan kuasa.
Menurut Yance, perkataan yang dikeluarkan tersebut merupakan perkataan klien. Yang mana hal tersebut ketika kliennya diperiksa sebagai saksi juga menjelaskan, bahwa apa yang disampaikan dirinya adalah merupakan bahasa kliennya, selain itu juga terdapat tumpukan pasir Bambang sampai sekarang masih tertumpuk di halaman rumah Maria Tossi, namun fakta-fakta tersebut dikesampingkan penyidik.
“Bahkan ada bukti rekaman. Saya meminta supaya bukti rekaman tersebut disita, akan tetapi penyidik enggan melakukan penyitaan rekaman tersebut. Lebih fatal lagi penyidik meminta ahli pidana menjelaskan tentang Etik, sementara untuk bisa menjelaskan Etik yang berhubungan dengan pelanggaran kode etik advokat menurut UU advokat adalah Dewan Kehormatan Etik Organisasi Advokat itu sendiri,” ungkapnya.
Sedangkan Marsel Radja selaku Penasehat Hukum dari Tersangka Yance Thobias Mesah ketika dikomfirmasi menjelaskan, bahwa ada perbedaan pandangan hukum dengan polisi. Di mana surat yang dikeluarkan polisi kepada organisasi itu di luar KUHAP, karena jika terkait kode etik dari organisasi maka hal tersebut berhubungan dengan MoU antara Polri dan Kongres Advokat Indonesia (KAI).
“Pertimbangan hakim itu tidak pas. Pra peradilan itu untuk mengoreksi kerja penyidik yang menurut saya tidak sesuai KUHAP. Pemanggilan atau surat yabg ditujukan kepada DPD KAI NTT itu di luar konteks KUHAP. Ini yang seharusnya jadi pertimbangan hakim. Jadi di ada perbedaan pandangan hukum di sini,” jelasnya
Menurut Marsel, advokat sendiri memiliki hak imunitas yang tertuang dalam UU advokat. Jika dalam membela kliennya, advokat juga seorang penegak hukum yang sedang menjalankan tugas profesinya sesuai UU Advokat, jika hak imunitasnya dicederai maka ada pelanggaran terhadap UU itu sendiri.
Laporan: Chris Bani