Anton Natun Sesalkan Sikap PPK Bendungan Manikin yang Menipu Komisi III dan Warga Terdampak

Anton Natun

Kupang-InfoNTT.com,- Pembangunan Bendungan Manikin di wilayah Kabupaten Kupang, Provinsi NTT ini akan memiliki kapasitas tampungan bersih 14,63 juta m3 air. Ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di Kabupaten Kupang dan sekitarnya, baik untuk air bersih maupun irigasi.

Progres bendungan Manikin ini diperuntukan untuk banyak hal, yang mana selain untuk menunjang kebutuhan air bersih dan irigasi, bendungan Tefno Manikin ini juga bertujuan sebagai tempat pariwisata dan kawasan hijau.

Bacaan Lainnya

Namun mimpi masyarakat sedikit tersendat khususnya warga yang lahan dan juga pemukimannya masuk dalam kawasan pembangunan bendungan Manikin, bahkan lahan produktif warga sekitar pun sudah dibabat habis serta kuburan-kuburan warga juga tertutup lumpur. Bendungan yang rencananya akan selesai pada tahun 2024 tersebut aktivitasnya kini terhenti karena pemblokiran jalan di pintu masuk pada beberapa titik.

Anton Natun, Anggota DPRD Kabupaten Kupang pun angkat bicara. Dirinya meminta Pemerintah Kabupateng Kupang harus segera mengintervensi. Karena ketika ada persoalan sosial atau persoalan hukum yang terjadi di wilayah Manikin, maka itu masuk wilayah Pemerintah Kabupaten Kupang, dan wajib hukumnya meleburkan diri untuk secepatnya menyelesaikan, sehingga pembangunan Manikin bisa kembali dilanjutkan pengerjaannya.

Menurut Anton Natun, Pemkab Kupang harus berterimakasih kepada pemerintah pusat yang sudah menggelontorkan dana yang cukup besar, apalagi jumlahnya sama dengan satu tahun APBD Kabupaten Kupang bahkan lebih. Keterlibatan Pemkab dinilai penting karena masalah di Bendungan Manikin adalah lebih pada kepentingan rakyat.

“Jadi kalau pemerintah daerah tidak turut intervensi sama dengan pemerintah tidak memperhatikan masa depan rakyat. Karena bendungan Manikin bangun dalam wilayah hukum otoritas otonomi daerah Kabupaten Kupang. Kalau bangun di Kota Kupang ya diam-diam saja tidak apa-apa, tapi kalau bangun di Kabupaten Kupang maka Pemkab wajib, DPRD sudah buktikan itu dengan turunnya Komis lll di lokasi,” jelas Anton Natun kepada media ini, Senin (21/02/2022) pagi.

Politisi senior ini juga menyayangkan sikap dan pernyataan dari Junus Djobo selaku PPK Bendungan Manikin yang seolah-olah santai dengan persolaan yang dialami oleh masyarakat. Di mana Junus Djobo sendiri yang menyampaikan kepada Komisi III DPRD Kabupaten Kupang, bahwa tim appraisal sudah dibentuk dan segera turun melakukan uji petik serta penilaian terhadap lahan warga, namun sejak September 2021 hingga saat ini tidak ada kepastian terkait pernyataan Junus Djobo tersebut.

“Saudara Junus mengatakan bahwa ada persoalan tanah di Desa Oelatsala dan Kuaklalo. Kita negara hukum, kalau ada masalah seperti yang dimaksudkan ya harus segera diselsaikan. Jika ada hal lain ya ada juga langkah hukum adat yang dipakai. Jangan diam terus, karena bagaimanapun pekerjaan bendungan itu harus tetap dilanjutkan,” ujar Anton Natun.

Dirinya meminta Junus Djobo bekerja dengan hati, sehingga pembangunan Bendungan Manikin tidak macet, karena jika pekerjaan bendungan ini tidak berjalan maka Kabupaten Kupang akan mengalami krisis air, apalagi mayoritas masyarakat di Kabupaten Kupang adalah petani. Ketika bendungan ini jadi, maka ada jutaan juta kubik air yang tertampung dan mengairi kurang lebih tiga sampai empat kecamatan bahkan bisa sampai ke Kota Kupang.

“Saudara Junus Djobo sebagai PPK harus mengambil satu langkah komunikasi dengan pihak pemerintah Kabupaten Kupang untuk menyelesaikan persoalan ini, jangan sampai dipolitisasi, karena dari mulut saudara Junus Djobo sendiri saya mendengar langsung bahwa dua minggu lagi diselesaikan, tapi sampai hari ini tidak terlaksana, artinya saudara Junus Djobo sudah menipu kami Komisi III, dan ini sangat tidak bagus,” ungkapnya.

Anton Natun juga mengingatkan satuan kerja dan Pemkab Kupang, bahwa anggaran untuk pembangunan bendungan ini tidak gampang turun di Kabupaten Kupang, dan jika bendungan ini jadi maka akan ada banyak faktor yang menguntungkan Pemda, yakni bendungan ini mampu menampung air berjuta-juta kubik air, bisa menjadi ikon pariwisata di Kabupaten Kupang dan program 5 P Pemkab Kupang, salah satunya pertanian akan tersentuh secara baik. Tetapi jika masalah ini dibiarkan dan tidak ada intervensi pemerintah Kabupaten Kupang, maka sama saja dengan pemerintah Kabupateng Kupang membiarkan rakyat susah dan tak terurus secara baik.

“Bagi saya membangun Kabupaten Kupang ini yang terpenting adalah kita membangun pertanian lewat Sumber Daya Manusia (SDM), agar mampu menyelesaikan persoalan sosial. Jika kita bicara stunting dan human trafficking, masalahnya adalah air. Bagaimana mau tuntaskan masalah kalau air untuk minum saja susah, air untuk bertani saja susah, ya pasti stunting sulit dituntaskan dan masyarakat lebih memilih bertani di luar daerah atau luar negeri maka masalah human trafficking pun meningkat,” tegasnya.

Anton Natun menilai selama ini Pemkab Kupang tidak mengintervensi secara baik masalah masyarakatnya yang terdampak dari pembangunan Bendungan Manikin. Tidak ada juga proaktif dari BWS, satker Junus Djobo selaku PPK di dalam berkomunikasi dengan pemerintah Kabupaten Kupang.

“Kami komisi lll sudah turun. Dampaknya luar biasa, jadi jangan main-main lagi soal pembanguna ini. Kalau bisa bergerak secara serius. Komisi III juga sudah sampaikan ke terkait cara penyelesaian persoalan-persoalan sosial yang terjadi, dengan bekerja serta bangun koordinasi secara bersama-sama. Tapi sampai hari ini saya tidak tahu saudara Junus sudah sampai di mana,” kata Anton Natun.

Kunjungan Komisi III DPRD Kabupaten Kupang ke Bendungan Manikin beberapa waktu lalu.

 


TANGISAN WARGA TERDAMPAK

Anton Natun juga mempertanyakan proses ganti untung yang sudah disepakati sejak awal bersama semua pihak. Artinya masalah yang seharusnya harus diselesaikan dari awal yaitu ganti untung dan relokasi. Ada satu dusun di Bokong itu yang hingga saat ini belum juga direlokasi. Warga di dusun tersebut sudah tinggal dan menetap di sana dan nenek moyang mereka pun lahir dan besar hingga meninggal di kampung tersebut, kini mereka hanya bisa meratap tangis tanpa ada kepedulian pemerintah.

“Mereka tentu akan merasa kehilangan banyak hal, mulai dari lahan olahan untuk hidup sehari-hari, tempat tinggal hingga pada makam keluarga mereka, artinya sejarah yang sudah terjadi di wilayah itu dengan sendirinya akan menghilang. Tempat relokasi juga sudah dibicarakan langsung dengan saudara Junus Djobo waktu komisi tiga ke sana. Sudah ada kesepakatan dan persetujuan dari masyarakat, tinggal dieksekusi saja, tapi kalau tidak sama sekali, maka sebaiknya pemerintah pusat atau satker, atau mungkin kementerian PU segera ganti saudara Junus Djobo saja,” tegas Anton Natun.

Politisi Hanura ini memastikan Junus Djobo tidak mampu mengelola bendungan itu, terkhususnya berbagai persoalan yang dialami warga terdampak. Pengakuan Junus Djobo bahwa tim appraisal akan turun 2 minggu pasca kunjungan kerja komisi III, tapi faktanya tidak ada satu pun tim yang turun hingga saat ini, berarti Junus Djobo sedang membuat hoax atau berbohong kepada wakil rakyat dan warga terdampak.

“Saudara Junus dan satker harus ingat  bahwa bendungan ini adalah program pemerintah pusat yakni Presiden Jokowi. Jadi jangan bermain dengan masalah di lapangan karena warga masyarakat Kabupaten Kupang yang mayoritas petani sangat membutuhkan air. Kita mau membangun semua aspek kehidupan ini menuju manusia sejahtera itu butuh air. Air akan membuka ruang kemiskinan bagi rakyat Kabupaten Kupang. Kita mau beli pupuk, alat-alat pertanian, tapi kalau air tidak ada jangan bicara, itu omong kosong. Saudara Yunus ini katanya mau bangun komunikasi secara bagus dengan DPRD, Pemerintah Kabupaten Kupang, tapi saya lihat sampai hari ini pasif sekali. Ini artinya tidak ada keseriusan, padahal banyak persoalan sosial yang terjadi di sana,” ungkapnya.

Menurut Anton, persoalan sosial ini tidak gampang diselesaikan seorang diri. Harus diselesaikan bersama pemerintah, DPRD dan tokoh-tokoh masyarakat setempat melalui wadah duduk bersama. Persoalan apa yang tidak dapat diselesaikan, jika bangun komunikasi, kemudian pendekatan-pendekatan sesuai dengan adat istiadat, maka pasti terselesaikan.

Dirinya meminta ketegasan satker mengurus bendungan ini terlebih masalah ganti untung, harus segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar tim appraisal turun dan melaksanakan apa yang sudah menjadi komitmen bersama pemilik-pemilik lahan di desa-desa tersebut. Pemkab juga wajib turun agar nampak ada keseriusan Pemkab Kupamg dalam menerima pembangunan bendungan ini.

“Pemkab Kupang semestinya berterimakasih kepada pemerintah pusat, bahwa anggaran yang turun satu tahun APBD Kabupaten Kupang buat membangun bendungan ini merupakan sesuatu yang luar biasa. Tidak gampang pemerintah pusat memberikan uang triliun rupiah untuk membangun bendungan di wilayah ini, jadi harus berterimakasih dan ikut terlibat memperjuangkan masalah yang dialami warga terdampak,” jelasnya.

Dirinya juga meminta Pemkab Kupang jangan berbicara hal lain jika masalah air saja tidak sanggup selesaikan. Banyak hal yang harus dipikirkan namun program pemerintah pusat jangan disepelekan, apalagi ada warga Kabupaten Kupang di sana yang kini sangat kehidupannya dipersulit akibat pembangunan bendungan Manikin.

Laporan: Chris Bani

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *