Penulis: Chris M. Bani (Sekretaris BEM Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Prof. Dr. Yohanes Usfunan, SH.,MH.)
Homo homini lupus adalah sebuah kalimat bahasa Latin yang yang berarti “Manusia adalah serigala bagi sesama manusianya”. Istilah ini pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria(195 SM lupus est homo homini). Istilah tersebut juga dapat diterjemahkan, bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Di mana manusia yang diinterpretasi berarti manusia sering menikam sesama manusia lainnya.
Istilah ini juga sering muncul dalam diskusi-diskusi mengenai kekejaman yang dapat dilakukan manusia bagi sesamanya. Sebagai perlawanan dari istilah itu munculah istilah Homo Homini Socius, yang berarti manusia adalah teman bagi sesama manusianya, atau manusia adalah sesuatu yang sakral bagi sesamanya. Istilah ini dicetuskan oleh Seneca.
Homo homini lupus adalah gambaran dan penampakan kehidupan manusia masa kini. Banyak hal yang dilakukan manusia bagi sesama tidak berlandaskan etika, moral dan sangat tidak perikemanusiaan. Saling membenci, pendendam, bahkan berlabu pada aksi sadis, yakni saling membunuh.
Provinisi NTT, tepatnya di Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan TTS, serta beberapa daerah lainnya, beberapa bulan terakhir sedang mengalami kemunduran hal kasih. Banyak kasus bermunculan yang tentu di luar pemikiran banyak orang. Sebut saja kasus pencurian, penggelapan, penipuan, pemerkosaan dan juga pembunuhan. Kasus-kasus ini marak terjadi di kehidupan nyata masyarakat NTT saat ini.
Lebih menyedihkan lagi, beberapa waktu lalu terjadinya kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap 2 orang gadis remaja di Kelurahan Batakte, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Kedua gadis malang tersebut direnggut kehidupannya oleh predator manusia yang tidak memiliki belas kasih. Motif pembunuhan pun masih diselidiki pihak kepolisian, namun kesadisannya sudah membekas di hati masyarakat NTT.
Adapun di daerah lain, anak membunuh bapaknya, anak dibawa umur disekap dan diperkosa, bahkan ada seorang gadis yang hendak diperkosa namun membela diri dan membunuh terduka pelaku pemerkosaan. Belum selesai kesedihan masyarakat NTT, muncul lagi kasus pembunuhan pada 23 Mei 2021 kemarin, di Desa Fatukanutu, Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang. Alasan pelaku tega membunuh korban hanya karena pelaku tidak menerima ditegur oleh korban lantaran mencuri kelapa.
Inilah realita dan fakta yang terjadi di dalam kehidupan kita. Homo homini lupus sudah menjadi bagian yang menakutkan dalam kehidupan kita setiap harinya. Tentu kewaspadaan perlu, namun sebaliknya nafsu jasmani harus kontrol agar tidak merugikan sesama manusia.
Nyawa manusia mahal harganya. Tidak bisa ditawar oleh apapun. Namun semoga ini tidak sebatas narasi, kenyataannya banyak nyawa melayang hanya karena nafsu dan emosi sesaat. Sebaliknya nyawa manusia sudah tidak ada harga lagi. Nyawa manusia dianggap tak berarti bagi mereka yang miskin moral dan akhlak.
Antara Jasmani dan Rohani
Banyak aspek kehidupan manusia yang melatarbelakangi tindakkan-tindakan yang kita lakukan setiap harinya. Banyak hal yang terkadang terlepas dari ruang kontrol kita sebagai manusia. Hal inilah yang patut dan wajib dijaga agar tidak menjadi pembelajaran negatif bagi kehidupan kita kedepan.
Hal yang perlu diwaspadai adalah naik drastisnya presentase nafsu jasmani dinantikan nafsu rohani. Tidak ada salahnya jika proses kehidupan kita setiap hari diawali dengan doa dan berpikir positif. Hal ini setidaknya mengurangi cara berpikir negatif kita terhadap setiap gerakan lingkungan yang akan kita lewati dalam beraktivitas.
Tentu ini suatu hal yang aneh bagi mereka yang terlanjur angkuh akan nikmatnya dunia. Namun setidaknya ada pendekatan positif yang kita kedepankan setiap hari demi mencegah tindakan kriminal, yang bisa saja terjadi tanpa direncanakan. Manusia tetaplah manusia biasa, yang juga tidak luput dari sebuah kesalahan. Maka semestinya ada hal positif yang kita masukan dalam hati dan pikiran agar bisa bekerja dengan penuh kedamaian.
Saya ingin kita melihat kembali kematian dari saudari kita Nani Welkis. Kepergiannya di usai yang masih sangat muda (19 tahun) memberikan pesan bagi kita semua, terutama para orang tua dan juga anak-anak perempuan, bahwa jangan sekali-kali tergiur dengan janji manis yang ditawarkan oleh orang asing (orang yang tidak dikenal). Jangan mudah percaya akun-akun palsu di media sosial, para orang tua harus bijak untuk menjaga serta mengkontrol anak-anak dalam hal bersosial media.
Kini kita berada di persimpangan jalan. Kita harus wajib memilih antara homo homini lupus atau homo homini socius. Jangan sampai ada kata lalai di penghujung jalan. Lalai adalah sebuah ungkapan yang sangat terlambat, ketika orang terdekat kita sudah berada dalam cengkraman maut.
Tentu jalan kehidupan kita sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, akan tetapi menjaga dan saling mengingatkan adalah tugas bersama sebagai manusia, jangan sampai terbuai dengan kehidupan sendiri tanpa memperdulikan sesama. Janganlah kita menjadi homo homini lupus atau serigala bagi sesama kita sendiri. Jadilah homo homini socius, di mana manusia menjadi sahabat bagi sesama manusia. Salam