Kupang-InfoNTT.com,- Ombudsman RI menyelenggarakan kegiatan penganugerahan penilaian kepatuhan penyelenggara layanan terhadap standar pelayanan publik menurut undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan Publik, Rabu (29/12/2021) di Hotel grand sahid, Jakarta.
Tahun ini, predikat Kepatuhan Tinggi di berikan kepada 17 Kementerian, 12 lembaga, 13 provinsi, 34 kota dan 103 kabupaten. Provinsi NTT menempati urutan ke 28 dari 34 provinsi se-Indonesia dan berada pada tingkat kepatuhan sedang (zona kuning).
Penilaian Kepatuhan dilakukan secara serentak terhadap 24 kementrian, 15 lembaga, 34 pemerintah provinsi, 98 pemerintah kota dan 416 kabupaten. Penilaian dilakukan selama periode Juni-Oktober 2021, di mana pengambilan data bagi Kementerian dan Lembaga dilaksanakan oleh Kantor Pusat serta pengambilan data bagi Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kota, dan Instansi Vertikal dilaksanakan oleh Kantor-Kantor Perwakilan.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTT, Darius Beda Daton, S.H, melalui siaran persnya di hari yang sama menjelaskan, khusus Provinsi NTT, tim ombudsman telah mengunjungi dan menilai 207 unit penyelenggara layanan di 22 kabupaten dan kota serta pemerintah provinsi.
Menurutnya, dari 22 kabupaten, kota dan pemerintah provinsi tersebut, tidak ada satu pun pemerintah daerah yang mendapat Predikat Kepatuhan Tinggi atau masuk zona hijau. 10 (sepuluh) pemerintah daerah berada dalam zona kuning atau mendapat Predikat Kepatuhan Sedang, dan sisanya sebanyak 13 (tiga belas) pemerintah daerah berada dalam zona merah atau Predikat Kepatuhan Rendah. (tabel terlampir).
“Dengan demikian beberapa pemda yang berdasarkan survei kepatuhan tahun 2017 sampai 2019 berada pada zona kepatuhan tinggi seperti Pemerintah Provinsi NTT, Kabupaten Belu dan Kabupaten TTS mengalami penurunan ke zona kepatuhan sedang (kuning), bahkan Kabupaten TTS langsung turun ke zona kepatuhan rendah (zona merah),” ungkapnya.
Adapun penurunan score penilaian yang menjadi sebab menurunnya zonasi kepatuhan standar pelayanan publik di lingkungan pemerintah daerah di NTT menurut Darius, disebabkan oleh faktor sebagai berikut, pertama sebagian besar penyelenggara pelayanan pemerintah daerah belum memiliki informasi pelayanan secara elektronik (website). Kedua sebagian besar penyelenggara pelayanan belum memiliki standar pelayanan. Ketiga sebagian besar penyelenggara pelayanan belum memiliki Sarana dan Pelayanan Bagi Yang Berkebutuhan Khusus. Keempat sebagian besar penyelenggara pelayanan belum memiliki sistem pengelolaan pengaduan sarana, mekanisme prosedur dan pejabat pengelola pengaduan. Kelima; sebagian penyelenggara pelayanan belum memiliki sarana pengukuran kepuasan masyarakat.
“Atas hasil penilaian ini, diharapkan Gubernur, Bupati dan Walikota untuk mendorong pimpinan penyelenggara pelayanan atau perangkat daerah agar memiliki sistem informasi pelayanan publik secara elektronik (website). Mendorong pimpinan penyelengara pelayanan atau perangkat daerah agar menyusun dan menetapkan standar pelayanan sebagaimana amanat UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Mendorong pimpinan penyelengara pelayanan atau perangkat daerah agar menyediakan sarana dan sistem pelayanan bagi masyarakat yang berkebutuhan khusus,” jelasnya.
Selanjutnya, para kepala daerah juga harus terus bekerja dan memotivasi pimpinan penyelengara pelayanan atau perangkat daerah agar menyediakan sistem pengelolaan pengaduan berupa sarana atau saluran, mekanisme prosedur dan menunjuk pejabat pengelola pengaduan masyarakat.
“Para pemimpin harus mampu mendorong pimpinan penyelengara pelayanan atau perangkat daerah agar menyediakan sarana pengukuran kepuasan masyarakat dan rutin melakukan survei untuk mendapatkan masukan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong desentralisasi pelayanan hingga ke tingkat Kecamatan,” tegasnya.
Hasil survei kabupaten, kota se-NTT akan disampaikan melalui surat resmi kepada para Kepala Daerah dengan tembusan kepada Ketua DPRD, Kabag Organisasi Tata laksana dan para Kepala perangkat daerah yang disurvey untuk menjadi perhatian dan referensi perbaikan pada masa yang akan datang.
Sedangkan terkait Pemkab Kupang, Darius Beda Daton mengatakan, survei seperti ini dilakukan sejak tahun 2015 dan kabupaten Kupang selalu dapat rapor merah. Ini perlu ketegasan bupati oleh karena pelayanan publik adalah tugas utama pemerintah.
“Rapor merah bertahun-tahun untuk Pemkab Kupang. Kepatuhan rendah atau rapor merah menggambarkan layanan pada warga Kabupaten Kupang belum sesuai standar sebagaikana amanat UU nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Kepatuhan rendah berimbas kepada buruknya layanan di seluruh unit layanan,” tandasnya.
Laporan: Chris Bani