Nama Penulis: Natalia Lobo
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Undana, Semester VI
Bencana alam siklon tropis yang terjadi beberapa hari terakhir ini tentunya masih mengisahkan luka dan trauma yang mendalam bagi masyarakat NTT khususnya Kota Kupang. Siklon tropis yang menerpa provinsi NTT mengakibatkan sejumlah daerah di provinsi NTT mengalami dampak dari badai siklon tropis yang melanda beberapa waktu lalu. Badai yang dinamakan Seroja tersebut terjadi Minggu 05 April 2021 dini hari. Badai siklon tropis Seroja diketahui baru pertama kali terjadi di NTT.
Dikutip dari laman badan meteorologi klimatologi geofisika yang menyatakan bahwa Siklon tropis merupakan badai dengan kekuatan yang besar. Radius rata-rata siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26.5 °C. Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam. Secara teknis, siklon tropis didefinisikan sebagai sistem tekanan rendah non-frontal yang berskala sinoptik yang tumbuh di atas perairan hangat dengan wilayah perawanan konvektif dan kecepatan angin maksimum setidaknya mencapai 34 knot pada lebih dari setengah wilayah yang melingkari pusatnya, serta bertahan setidaknya enam jam.
Guncangan tragedi siklon tropis Seroja yang menghantam provinsi NTT beberapa hari lalu tersebut terjadi bermula dari hujan deras disertai angin kencang yang menyebabkan banjir bandang dan longsor di sejumlah titik di wilayah NTT, salah satunya yaitu di kota kupang. Alhasil, dari peristiwa ini mengakibatkan sejumlah kerusakan yang parah, diantaranya bangunan pribadi milik warga dan bangunan-bangunan umum seperti: fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas pemerintah, fasilitas pendidikan, tokoh, fasilitas perdagangan, fasilitas peribadatan. serta kerusakan terhadap infrastruktur, seperti: jembatan, jalan raya, dan jaringan perpipaan air. Selain itu, serangan badai siklon tropis Seroja juga menumbangkan banyak pohon-pohon besar yang menyebabkan beberapa titik jalan tertutup serta menimpa kabel-kabel listrik dan kabel-kabel telekomunikasi yang mengakibatkan padamnya listrik dan hilangnya jaringan selama beberapa hari.
Pasca siklon Seroja yang mengguncang wilayah NTT khususnya kota Kupang, puing- puing kehancuran masih bisa kita temukan di berbagai titik yang terdampak, keadaan belum 100% pulih. Namum, pelan-pelan rekonstruksi segala aspek yang terdampak mulai mengambil alih dan membuahkan hasil yang sudah terlihat. Salah satu rekontruksi yang paling terlihat sejak terjadinya badai siklon tropis Seroja yaitu perbaikan listrik di sejumlah titik pelayanan umum seperti Fasilitas kesehatan. Hal ini juga berlaku bagi para korban dengan kondisi mental yang masih “terguncang”, terlebih bagi mereka yang kehilangan rumah dan harta benda, namun berangsur-angsur mulai menyesuaikan diri dengan kondisi dan kembali menata kehidupan.
Berdasarkan data Posko Tanggap Darurat Badai Siklon Tropis Seroja NTT (23 April 2021) jumlah korban bencana siklon tropis Seroja meliputi: korban meninggal berjumlah 182 jiwa, korban hilang berjumlah 47 jiwa, korban luka-luka 136 jiwa, korban pengungsi berjumlah 54,069 jiwa dan korban terdampak berjumlah 474,492 jiwa. Berdasarkan data yang dihimpun dari beberapa media online tercatat sekitar 122.459 unit rumah dan fasilitas umum di NTT yang mengalami kerusakan akibat dari badai Seroja, banjir bandang dan longsor yang terjadi beberapa waktu lalu. Jika dirincikan, maka kerusakan yang disebabkan oleh siklon tropis Seroja meliputi: kerusakan rumah warga sekitar 9.081 unit yang terdiri dari kerusakan ringan sampai kerusakan berat, kerusakan terhadap infrastruktur seperti: kerusakan terhadap 9 unit jembatan, 88 unit bendungan, 32 unit pelayanan kesehatan, 124 unit sekolah, 15 unit fasilitas keagamaan, kerusakan terhadap jalan sepanjang 304 km, dan kerusakan terhadap jaringan perpipaan yang mencapai 11.666 meter. Sedangkan, kerusakan infrastruktur akibat siklon tropis Seroja di kota Kupang menyebabkan sebanyak 39 unit fasilitas pendidikan, 13 unit fasilitas kesehatan, 67 unit fasilitas peribadatan, 11 unit fasilitas perdagangan, 13 unit fasilitas pemerintah mengalami kerusakan. Selain itu, masih ada beberapa kabupaten/kota yangasih belum mengirimkan data kerusakan ke posko tanggap darurat badai siklon tropis Seroja NTT.
Salah satu yang menjadi sorotan yaitu ruas-ruas jalan umum yang mulai terlihat terkikis bahkan rusak akibat longsor maupun badai yang menumbangkan pohon-pohon besar ke jalan. Disini terlihat jelas bahwa infrastruktur fisik yang merupakan titik utama yang menghubungkan akses transportasi masih rawan terhadap bencana. Dimana, pembangunan jalan tanpa perhitungan dampak kedepannya, malah membuat kita berasumsi bahwa “pembangunan” yang dilakukan hanya semata-mata untuk menggenapi visi maupun misi yang dicanangkan di awal.
Dari rentetan bencana yang telah menerpa NTT khususnya kota Kupang mulai terlihat rekontruksi terhadap infrastruktur yang rusak akibat siklon tropis Seroja. Dimana dari rekontruksi yang dilakukan tersebut, pemerintah seharusnya lebih responsif untuk mulai mengkaji secara kritis rencana-rencana pembangunan infrastruktur yang sifatnya antisipatif, sehingga dapat meminimalisir risiko yang terjadi. Untuk itu pemerintah sebaiknya mulai menyusun tata kelola pembangunan dengan memperhatikan aspek manajemen risiko bencana yang sistematis serta valid, karena situasi dan kondisi di NTT sendiri telah berubah, karena kita tidak mampu menahan ancaman alam yang bisa terjadi kapan saja, namun kita bisa meminimalisir risiko dan dampak yang ditimbulkan dengan pembangunan yang berpegang pada aspek manajemen resiko.
Sehingga untuk meminimalisir resiko bencana baik terhadap keselamatan jiwa dan kerusakan infrastruktur maka, perlu dilakukan kerjasama antar lintas sektor mengenai upaya pencegahan seperti: pemberian edukasi, penyuluhan, sosialisasi, demonstrasi dan pemberdayaan masyarakat dalam mengenali tanda-tanda dan bahaya bencana serta risiko bencana. Selain itu, perlu dilakukannya upaya mitigasi bencana seperti pembangunan rumah dan infrastruktur yang tahan terhadap bencana yang akan datang kapan saja, dan melakukan strategi mitigasi bencana yang meliputi: pemetaan, pemantauan, penyebaran informasi, sosialisasi, penyuluhan, pendidikan, dan peringatan dini.