Kupang-InfoNTT.com,- Aliansi Peduli Kemanusiaan yang terdiri dari organisasi mahasiswa, organisasi masyarakat dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat, kembali melakukan aksi damai jilid 3, Kamis (30/12/2021) di Kantor Kejaksaan Tinggi Provinsi NTT, dan dilanjutkan ke Kantor DPRD Provinsi NTT.
Aksi ini merupakan bentuk satu kesatuan dengan rasa kepedulian kemanusiaan dan juga pengawalan terhadap proses penanganan kasus pembunuhan ibu dan anak yang terjadi di Penkase, Alak, Kota Kupang.
Dalam aksi yang dilakukan di Kantor DPRD Provinsi NTT, Eduard Nautu selaku Ketua Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kupang, dalam orasinya menyampaikan, bahwa kunjungan ke DPRD Provinsi NTT sebenarnya tidak perlu dijaga ketat karena aliansi peduli ini bukan penjahat.
“Hari ini kawan-kawan kita berkunjung ke rumah kita dan nampaknya kita dijaga seperti penjahat yang berkunjung ke rumah sendiri. Kita dikawal seperti penjahat yang mau mencuri. Bayangkan itu kawan-kawan. Kita datang kerumah kita sebagai rakyat. Orang-orang yang kita percaya untuk mewakili kita duduk di gedung yang megah ini justru tidak mampu mewakili kita, sehingga karena keresahan-keresahan ini kita hari ini datang, namun celakanya kedatangan kita diperlakukan seperti pencuri kawan-kawan. Kita diperlakukan seperti penjahat, dibiarkan berdiri berjam-jam dan berteriak kawan-kawan,” ujarnya dengan suara lantang.
Eduard juga menegaskan untuk mencatat semua nama wakil rakyat yang saat ini duduk di parlemen DPRD Provinsi NTT, agar kedepan bisa menjadi pengingat bahwa apa yang dilakukannya hari ini merupakan suatu tindakan yang sangat tidak berkenan dan menjadi catatan di kemudian hari.
“Saya pikir hari ini kita semua bersuara tentang ketidakadilan dan tindakan supremasi hukum yang terjadi atas saudara kita Astrid dan Lael. Tentu sangat kita sayangkan, karena apa yang kita suarakan harusnya telah disuarakan oleh wakil-wakil kita, tetapi justru wakil-wakil kita diam. Ini sangat disesalkan,” ungkapnya.
Dirinya kemudian mengundang para aliansi aksi untuk masuk ke dalam dan bertemu langsung para wakil rakyat, karena baginya semua yang duduk di parlemen DPRD NTT merupakan orang-orang yang representasi dari rakyat.
”Saya tegaskan lagi bahwa kita semua adalah rakyat, kita layak duduk di sini, untuk itu tidak harus diperlakukan seperti tamu, kita tidak harus diperlakukan seperti pencuri sehingga dijaga dan dikawal dengan ketat. Kita bersuara tentang ketidakadilan yang terjadi di bumi Flobamora yang kita cintai, kita bersuara tentang kemanusiaan yang terjadi di bumi Flobamora, harusnya orang-orang yang kita percaya untuk mewakili kita yang menyuarakan tentang hal itu, harusnya mereka berani bersuara lantang, harusnya mereka yang memanggil Kapolda dan Kejati. Untuk itu kami meminta secara tegas bahwa tugas bapak ibu dewan adalah panggil Kejati, panggil Kapolda NTT supaya semua yang terjadi dalam kasus ini menjadi terang benderang dan tidak ada yang perlu disembunyikan,” jelas Eduard Nautu.
Menurutnya, aksi jilid ke-3 ini penuh harapan dengan berharap penuh agar semua pihak yang mengurusi kasus ini tidak ada yang buta, apalagi jadi atensi nasional yang mana publik melihat ini.
“Kita sudah aksi damai ke-3 dan wakil rakyat masih ngorok. Mereka masih tertidur pulas atau mungkin mereka sedang bersenang-senang dengan keluarga mereka, menikmati keramaian Natal. Kami datang menagih kerja wakil rakyat, bagaimana dengan ketidakadilan yang kami alami, bagaimana kalau ketidakdamaian itu ada di bapak ibu, bagaimana kalau saudara dari bapak dan ibu itu adalah Astrid dan lael? Ayo ini panggilan kemanusiaan,” kata Eduard dengan nada keras.
Akhir dari orasi Eduard Nautu ini sekaligus diterima oleh perwakilan dari DPRD Provinsi NTT untuk bertemu dan melakukan audiensi bersama dalam ruang rapat Kelimutu DPRD Provinsi NTT.
Laporan: Ren Bonlae