Kupang-InfoNTT.com,- Kepala Desa Kuaklalo, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Yairus Mau angkat bicara terkait persoalan lahan di desanya yang juga terdampak pembangunan Bendungan Tefno-Manikin.
Yairus Mau menuturkan kepada media ini di kediamannya, Jumat (17/9/2021), sejak awal pembangunan Bendungan Tefno-Manikin warga Desa Kuaklalo mendukung bahkan juga ikut mendampingi dan mengawal survei kelayakan.
”Kami masyarakat Desa Kuaklalo sejak awal sudah mendukung untuk survei kelayakan bendungan dan dinyatakan layak. Masyarakat Kuaklalo yang membantu memfasilitasi sehingga kelayakan dari pembangunan bendungan ini kemudian dalam perjalanan titik nolnya ada di Desa Kuaklalo dan Bokong,” ungkapnya.
Lanjut Yairus, begitu pengukuran Desa Kuaklalo bagian barat dari genangan itu dinyatakan masuk kawasan hutan yang artinya desa Kuaklalo secara langsung terdampak dan tentu warga tidak mau menerima pernyataan tersebut, apalagi kawasan hutan yang dimaksud itu mengenai kebun atau mamar mamar warga.
“Harus diketahui bahwa mamar-mamar itu kalau menurut budaya kami orang Timor merupakan urat nadi kehidupan. Jadi kalau mamar-mamar itu masuk dalam wilayah kehutanan, maka kami mau tanya masyarakat Desa Kuaklalo ini mau makan apa dan di mana?” tanya kades.
Menurut Yairus, wilayah Kuaklalo yang terkena dampak sejumlah 2.000 hektare dan tentu masyarakat juga sudah melakukan pendekatan dengan pihak-pihak terkait beberapa waktu lalu, tetapi nampaknya masing-masing pihak cuci tangan.
”Kami bingung mau kemana lagi? Kami sudah melakukan pertemuan bekali-kali secara pribadi dengan pihak kehutanan tetapi masing-masing cuci tangan, baik itu BWS dan kehutanan. Jadi harapan kami bahwa kemarin ada anggota dewan sudah turun di wilayah terdampak, tentu kami minta keseriusan DPRD,” tegasnya.
Ia menambahkan, harus diketahui juga bahwa yang bermasalah sekarang ini dan belum ada sama sekali pengukuran adalah Desa Kuaklalo dan Oeletsala. Yang mana katanya 6 desa yang siap dibayar karena lahanya sudah diukur sedangkan Desa kuaklalo belum diukur sama sekali, oleh karena itu Desa Kuaklalo memberikan tuntutan kepada pihak kehutanan agar keluar dari wilayah Kuaklalo, karena yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Kuaklalo telah diambil dari pihak kehutanan.
”Mamar kami diambil dan kami tidak terima hal tersebut, tetapi kami tetap mendukung pembangunan Bendungan Tefno-Manikin, walaupun warga Kuaklalo yang di atas gunung nantinya tidak bisa nikmati air,” jelasnya.
Dirinya berharap, pemerintah pusat melalui tim teknis di daerah bisa segera membebaskan wilayah Desa Kuaklalo dari wilayah kawasan kehutanan, karena harus diketahui bahwa sampai saat ini tidak ada tanda-tanda pilar atau papan didirikan di wilayah yang dimaksud dan dinyatakan bahwa itu adalah kawasan kehutanan.
“Dari pihak BWS berusaha untuk membebaskan wilayah Desa Kuaklalo dari kawasan kehutanan, agar menjadi milik masyarakat, tetapi sampai sekarang belum ada jawaban sama sekali,” tandasnya.
Laporan: Yongki Finmeta