Pengantar Redaksi
Dalam rangka penutupan bulan keluarga, memperingati hari lahirnya GMIT, hari Reformasi dan satu kebaktian (tradisional) di Jemaat-Jemaat GMIT yakni Kebaktian Padang, Sara Leo dan Aritmat Tlonaen, mengirimkan satu naskah ke Redaksi infontt.com; Redaksi infontt.com tidak banyak mengedit naskah tersebut berhubung keterbatasan informasi dan data. Redaksi percaya pada hasil riset kedua penulis yang didasarkan pada narasumber yang dapat diandalkan dan dipercaya kredibilitas ketika memberikan data dan informasi.
Redaksi infontt.com menyampaikan terima kasih kepada kedua penulis: Sara Leo dan Aritmat Tlonaen yang memberikan kepercayaan kepada kami untuk mempublikasikan tulisan mereka. Kiranya bermanfaat. Tuhan Yesus Penulis sejarah yang akurasinya tak dapat disangkal. Dialah yang akan memberkati kedua penulis ini dan Jemaat Imanuel Oepura dalam ziarah pelayanannya.
- Jemaat Imanuel Oepura (1898 – 1947)
Sejarah Jemaat Imanuel Oepura telah ada sekitar Tahun 1898 yaitu saat setelah Belanda masuk ke pulau Timor serta menduduki Kupang dan sekitarnya. Bersamaan degan itu Agama Kristen disebarluaskan oleh para Misionaris Belanda kepada penduduk di sekitar wilayah kefetoran (kerajaan kecil) Oepura. Pertumbuhan penduduk di jemaat di Oepura dimulai dengan kebaktian yang dilaksanakan dari rumah ke rumah dan yang memimpin kebaktian pada saat itu adalah Guru Jumat (Guru Injil). Setelah itu keadaan berubah ditandai degan bertambahnya orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Degan bertambahnya jemaat maka kebaktian selanjutnya tidak berlansung dari rumah ke rumah tetapi dilansungkan dibawah pohon atau tempat yang luas dan teduh (gereja padang).
Kemudian sekitar tahun 1902 atas kesepakatan jemaat dalam wilayah Oepura dan atas dukungan dari Tokoh masyarakat Oepura yaitu Bapak Welhemus Cornelis Leyloh Funay, selaku Fetor pada waktu itu sehingga dibangunlah gedung untuk menampung jemaat pada saat kebaktian utama dilaksanakan. Gedung yang dibangun pada saat itu berukuran 7×15 m, semi permanen dengan jumlah kepala keluarga (KK) pada waktu itu sekitar 16-17 kepala keluarga. Gedung gereja yang dibagun dikenal dengan Nama Gereja Oepura. Keberadaan dari Gereja Oepura merupakan Gereja yang didirikan sendiri dan dalam kegiatan pelayanan dari pendeta-pendeta Belanda (pelayan perkunjungan) pendeta yang berkunjung untuk melayani di jemaat Oepura pada waktu itu adalah:
- Grootshuis (1931-1934)
- J. Letebax (1922-1929)
- M. H. Pello (1931-1934)
- J. Sahertian (1938-1941)
Keadaan ini berakhir pada Tahun 1941 yakni dengan adanya pendeta tetap yang melayani Jemaat Oepura. Pendeta tetap pertama jemaat Oepura adalah pendeta Pdt. E. F. Tokoh yang dibiayai hidupnya oleh pemerintah Belanda saat itu. Ketika Jepang mendarat di Kupang tahun 1942 keadaan gereja menjadi kocar-kacir kegiatan peribadatan dilarang dan para pendeta ditahan. Namun biaya hidup pendeta tidak lagi dibayar oeleh belanda tetapi dibayar oleh Jemaat Oepura. Pelayanan pada waktu itu tidak berjalan sebagai mana mestinya. Setelah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) berdidri tanggal 31 Oktober 1947 maka di tahun yang sama Gereja Imanuel Oepura diresmikan menjadi Jemaat Imanuel Oepura. Karena Pdt. E. F. Tokoh telah terpilih sebagai Sekertaris Majelis Sinode GMIT maka ia diganti oleh Pdt. J. Lakusa. Pada tahun 1948 Pdt. J. Lakusa dipindahkan dan diganti oleh Pdt. Malelak. Pada Tahun 1945 Majelis Sinode GMIT memindahkan Pdt. Malelak ke Rote. Tetapi Pdt. Malelak menolak untuk pindak ke Rote sehingga ia diberhentikan tidak dengan hormat oleh Majelis Sinode. Kemudian Pdt.Malelak kembali ke Oepura dan mendirikan Gereja sendiri yang terpisah dari GMIT dengan nama Gereja Musafir sekarang Betania Naikolan. Jemaat Musafir kembali ke GMIT tahun 1972 dan kebaktian penerimaan dipimpin oleh Pdt. A. L. Netti, S.Th. selaku Sekertaris Majelis Sinode GMIT pada waktu itu. Kenyataan ini membawa akibat perpecahan dalam Jemaat Imanuel Oepura, ditambah dengan kurangnya perhatian Majelis Sinode pada masalah yang dihadapi oleh Jemaat Imanuel Oepura pada waktu itu. Jemaat Imanuel Oepura terpecah menjadi dua, sebagian pindah ke Gereja Musafir dan sebagian tetap pada Jemaat Imanuel Oepura.
- Jemaat Mandiri
Menurut tuturan baik yang primer maupun sekunder, sejarah gereja/jemaat Imanuel Oepura yang telah ada sekitar tahun 1898 yakni saat bangsa Belanda masuk ke Pulau Timor dan menduduki wilayah Kupang (Koepang) dan sekitarnya. Bersamaan dengan itu, para missionaris Belanda menyebarkan agama Kristen Protestan kepada penduduk di wilayah Kupang dan sekitarnya termasuk wilayah Kefetoran Oepura. Dan memulai dengan kebaktian yang dilaksanakan dari rumah ke rumah. Pada waktu itu yang memimpin kebaktian yakni Guru Jemaat (Guru Injil). Orang percaya kepada Tuhan Yesus semakin hari semakin bertambah jumlahnya dan pertumbuhan kehidupan persekutuan bergereja dan berjemaat di Oepura mulai terasa dari kebaktian/ibadah dilaksanakan dari rumah ke rumah. Selanjutnya karena jumlah orang percaya semakin bertambah jumlahnya, maka kebaktian/ibadah dilaksanakan juga di bawah pohon/tempat yang lebih luas dan teduh sehingga disebut juga gereja padang.
Pada tahun 1902 atas kesepakatan bersama jemaat/umat di wilayah Oepura dan sekitarnya untuk membangun sebuah gedung gereja guna menampung jemaat/umat untuk beribadah. Hal ini mendapat dukungan dari tokoh masyarakat Oepura pada saat itu yakni bapak Welhelmus Cornelis Leyloh Foenay selaku Fetor Oepura, maka dibangunlah satu unit gedung gereja semi permanen dengan ukuran 7 x 15 meter di atas tanah yang diserahkan/dihibahkan oleh bapak Pnt. Paulus Foenay, guna menampung jemaat/umat untuk berbakti. Keberadaan gedung gereja tersebut menjadi cikal bakal gereja Oepura yang dibangun secara mandiri/gotong royong oleh jemaat/umat. Pelayanan kebaktian/ibadah di Gereja Oepura dipimpin silih-berganti oleh para pendeta Belanda dan orang lokal. Adapun para pendeta Belanda dan orang lokak (Indonesia) yang melayani di Gereja Oepura seelum tanggal 31 Oktober 1947 adalah :
- Letebax (1922 – 1929)
- Groosthuis (1931 – 1934)
- M. H. Pello (1931 – 1934)
- J. Sahertian(1935 -1936)
- P. Huandao (1938 – 1941)
Pada tahun 1964, Gereja Oepura mendapat nama baru yakni Imanuel. Nama ini pemberian Pdt. Petrus Kosapilawan. Setelah Indonesia merdeka dan setelah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) berdiri pada tanggal 31 Oktober 1947. Istilah/kata Jemaat belum lazim dipakai/dikenal dalam lingkup pelayanan gereja sedangkan yang lazim dipakai adalah istilah kata gereja sehingga gereja Oepura disebut gereja Oepura. Sekitar tahun 1980an istilah/kata gereja diganti dengan istilah/kata jemaat sehingga sebutan gereja Oepura berubah menjadi Jemaat Imanuel Oepura (JIO) sesuai perubahan nomenklatur dan peraturan GMIT. Sebelum GMIT resmi berdiri pada tanggal 31 Oktober 1947, Sinode GMIT menempatkan pendeta tetap di Gereja Oepura. Dan pendeta tetap yang pertama adalah Pdt. E. F. Tokoh. Gereja Oepura sejak saat itu disebut wilayah pelayanan kependetaan. Gaji para pendeta dibayar oleh pemerintah Belanda. Saat itu pemerintah Belanda melaksanakan misi gereja. Jemaat/umat yang berbakti sekitar 16 – 17 kepala keluarga (±80 – 100 orang). Wilayah pelayanannya bertambah luas dari penduduk Petu, Kolhua, dan Sikumana. Maka wilayah pelayanannya pun bertambah luas. Dalam perkembagan selanjutnya jemaat-jemaat Petu, Kolhua, Sikumana memisahkan diri menjadi jemaat mandiri. Sementara Pendeta/Pelayan Firman Allah yang pernah melayani dan sementara melayani Jemaat Imanuel Oepura setelah Tanggal 31 Oktober 1947 adalah sebagai berikut:
- Pdt. E. F. Tokoh (1940 – 1947)
- Pdt. St. Lakuksa (1947 – 1948)
- Pdt. G. J. Paulus (1949 – 1951)
- Pdt. M. Malelak (1951 – 1954)
- Pdt. A. R. Therik (1954 – 1960)
- Pdt. Fudikoa (1960)
- Pdt. E. H. Littik (1960 – 1963)
- Pdt. P. Kosapilawan (1963 – 1984)
- Pdt. Y. Laykani (1977 – 1981)
- Pdt. W. H. Fanggidae, M.Th (1982 – 1991)
- Pdt. M. Kana (1986 – 1992)
- Pdt. Th. A. Messakh, S.Th (1992 – 1993)
- Pdt. Ny. A. Ch. Amnifu-Mooy, S.Th (1992 – 2000)
- Pdt. L. Djumetan, S.Th (1995 – 1996)
- Pdt. John St. Jusuf, S.Th (1995 – 1996)
- Pdt. Jermias M. Banunaek, Sm.Th (1996 – 2005)
- Pdt. N. N. Ndun, Mellu, S.Th (2000 – 2002)
- Pdt. H. P. Manu, S.Th (2000 – 2002)
- Pdt. Jusuf F. Wetangterah, S.Th (2000 – 2006)
- Pdt. Ny. C. N. M. Nuban Timo de Fretes (2004 – 2009)
- Pdt. Achim M. Lulan, S.Th (2005 – 2010)
- Pdt. Obed Bolle, Sm.Th (2005 – 2015)
- Pdt. Marthen Lada, M.Si (2008 – 2015)
- Pdt. Elyanor V. Manu-Nalle, S.Th (2009 – 2015)
- Pdt. Sandra D. J. Yewango-Foenay, S.Th (2010-Maret 2017)
- Pdt. Tentrmingtyas Messakh, S.Si (2014 – Juli 2017)
- Pdt. Johanis Bira, Sm.Th (2015 – sekarang)
- Pdt. Johanis A. Pandie (2016 – sekarang)
- Pdt. Anthoneta Rahakbauw-Mapussa, S.Th (Maret 2017 – sekarang)
- Pdt. Yuliana Bani-Banunu, S.Th (Agustus 2017 – sekarang)
- Pdt. Tifa O. Hendrik-Na’u, S.Th (Juli 2018 – sekarang)
- Sekilas Kondisi Jemaat Imanuel sekarang
Dari aspek statistik keanggotaan jemaat dalam JIO, jumlah jiwa/anggota belum terdata secara baik. Terdapat 1.270 Kepala Keluarga yang terbagi dalama 24 rayon pelayanan yang menyebar di sekitar Oepura, Naikolan, Maulafa dan Sikumana.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pertambahan anggota Jemaat Imanuel Oepura ialah faktor perpindahan anggota dari luar jemaat masuk ke Jemaat Imanuel Oepura (atestasi) dan pembentukan kepala keluarga baru dari anggota jemaat yang ada, perpindahan agama. tetapi juga ada pengurangan yang terjadi salah satu faktornya ialah perpindah keluar karena mengikuti suami, atau isteri. Menyangkut komposisi pendidikan jemaat disini minimal bisa baca dan tulis. Jemaat Imanuel Oepura, sebagaimana jemaat-jemaat di perkotaan, keanggotaannya terdiri dari beragam suku (etnis) seperti suku Atoni’ (Amarasi, Semau, TTS, TTU,) Sumba, Rote, Sabu, Flores dan para pendatang dari luar Nusa Tenggara Timur.
Catatan Redaksi:
Naskah kiriman Sara Leo dan Aritmat Tlonaen. Isi di luar tanggung jawab Redaksi infontt.com