Kupang-InfoNTT.com,- Tim ahli program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS), Dr. Efert Y. Hosang, M.Si.,Ph.D, dan Ketua Tim Ahli Dr. Tony Basuki, M.Si merespon positif permintaan petani Ute tiga desa di Kecamatan Nangaroro, Kabupaten Nagekeo untuk menerapkan program Tanam Jagung Panen Sapi atau TJPS di tanah ulayat Ute.
Dr. Efert yang juga sebagai koordinator peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) wilayah NTT, kepada media ini, Jumat (20/11/2020) di kediamannya, menjelaskan bahwa tugas tim ahli yakni merancang program, mengawal penerapan teknologi pertanian, memastikan semua komponen berjalan sesuai rencana, melakukan seleksi rekrutmen pendamping dan melatih pendamping baru.
Menurutnya, di ulayat Ute di Nangaroro, jikalau memiliki sumber air dengan luasan yang cukup besar maka patut dijadikan lahan TJPS, karena potensi lahannya ada, sumber air dan petaninya menerima. Tahun 2021 akan diprioritaskan.
Selanjutnya, aparat dan pendamping kalau bisa disiapkan dan sinergis dengan masyarakat maka pasti jadi. Sarana produksi dan ada juga offtaker yang membeli sehingga tidak ada alasan untuk tidak jalan.
“Jika bicara tanam jagung panen sapi, maka bukan saja jagung yang diangkat, tapi juga bicara pakan ternak berupa lamtoro taramba. Ada pelatihan Peternakan bagi petani tentang bagaimana membuat pakan ternak yang baik. Semua terintegrasi termasuk dengan Dinas Disperindag terkait mesin pengolahan pakan,” ujar Efert.
Dirinya menambahkan, ada beberapa syarat calon petani program TJPS, diantaranya terkait luasan lahan bagi setiap calon petani minimal 2 hektare untuk musim hujan, sedangkan musim kemarau tergantung ketersediaan air. Calon petani dan calon lahan (CPCL) per Desember harus sudah diusulkan sebagai calon petani TJPS yang didata oleh penyuluh dan dinas pertanian daerah.
Baginya, pada program ini pemerintah propinsi menyiapkan fasilitas, yakni benih jagung, pupuk, traktor, pestisida, pompa air dan alat pengepil jagung. “Hasil dari petani akan dibeli oleh offtaker yang mau bergabung dengan pemerintah seperti Perusahaan Daerah Flobamora dan PT Sangkara dan perusahaan lainnya. Soal harga jagung disepakati bersama petani dan offtaker. Petani juga disiapkan pendamping di setiap sekitar 100 hektare dan disesuaikan dengan lokasi petani,” jelasnya.
Dijelaskannya juga bahwa program ini sudah dikembangkan 4000 hektar pada musim hujan tahun 2019 di 7 kabupaten di NTT, dan musim kemarau 2019 seluas 1700 hektar di 16 kabupaten. Musim hujan tahun ini sedang dikembangkan 8300 hektare di 16 kabupaten.
Sementara Ketua Tim Ahli Program TJPS Dr. Tony Basuki, M.Si menjelaskan, jika memang petani yang memulai dan menginginkan untuk ikut terlibat dalam program pemerintah seperti TJPS, maka ini adalah sesuatu yang positif. Mungkin petani juga mengikuti perkembangan keberhasilan mengenai TJPS di daerah lain.
“Saya yakin, Dinas Pertanian Provinsi atau Kabupaten pasti mau merespon tentang semangat petani di Nagekeo. Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi NTT, untuk MT 2021 (Asep dan Okmar) telah merencanakan pengembangan TJPS seluas 40 ribu hektare di seluruh kabupaten. Ini berarti ada terlibat 80 ribu petani aktif, dan itu belum termasuk tenaga kerja yang terlibat. Kemarin kami tim ahli diundang Kepala Dinas Pertanian NTT dan jajarannya untuk merencanakan hal ini,” ungkap Tony.
Bahkan menurut Tony, Kadis Pertanian mengatakan bahwa TJPS telah ditempatkan sebagai salah satu instrumen strategis berkaitan dengan elonomi NTT dan untuk pengentasan kemiskinan, karena itu, jika program ini dimulai dari keinginan para petani, maka hal ini yang sangat positif. Salah satu kesuksesan program pertanian faktor utamanya berasal dari petani itu sendiri. (Kenzo)