Jakarta – InfoNTT.com,- Produser Film Fighter For Justice, Herry Battileo, SH,.MH, dalam waktu dekat akan membuka casting untuk film yang dibintanginya Fighter For Justice di Studio Ezy Pratana Academy, kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Menurut Pengacara yang sudah malang melintang di dunia peradilan ini, film yang akan diproduksinya bersama Sutradara Roy Wijaya adalah film kesekian kalinya setelah puluhan tahun silam vakum di dunia entertainment.
“Film bukan hanya menceritakan ketimpangan keadilan atas hukum yang terjadi, tapi ada sedikit membuka kenangan lama, ketika saya bergelut dalam dunia film di masa lalu,” ungkap Herry kepada Wartawan di Jakarta, Minggu 13 Desember 2020.
Sedangkan Sutradara Roy Wijaya menjelaskan, dalam sinopsis yang ditulisnya, akibat ketimpangan hukum yang terjadi di negeri ini, hingga sampai saat ini, banyak merenggut nyawa bagi yang tidak bersalah. Begitupun dengan akhir cerita dari Film ini, setelah puluhan tahun berlalu, fakta dan kenyataan akan kasus ini baru mulai terkuak.
Untuk itu, sang Sutradara dalam open casting di ahir bulan Desember, telah menujuk beberapa caster untuk mencari para Aktor atau Aktris yang memang memahami prilaku dan sikap dari sistem peradilan di Indonesia.
Hal itu akan disandingkan untuk beradegan dengan Herry Battileo yang akan berperan sebagai Pengacara yang sangat peduli pada kaum miskin kota dan kaum papa.
“Seperti yang saya tulis dalam Film ini, dimana para buruh menuntut perusahaan, agar memberikan hak yang sewajarnya dan penggusuran tanah terjadi dimana mana,” ungkap Roy.
Roy mengatakan, kesan dalam film ini adalah kuasa atas hukum dan keadilan itu linier dengan kuasa modal. Siapa yang punya uang banyak, maka ia bisa membeli keadilan. karena instrumen keadilan tersebut adalah subjek yang telah menjadi komoditi bisnis sejak lama. Sehingga wajar yang salah bisa menjadi tidak bersalah, sementara yang tidak bersalah bisa jadi bersalah.
“Sedangkan untuk kemiskian, kekurangan, ketidakberdayaan sepertinya dianggap tidak layak bersaing di dunia ini. Alih-alih hidup berdampingan dengan mereka yang menggenggam sumber penghidupan. Karena kemiskinan, kekurangan serta ketidakberdayaan pada faktanya selalu jadi korban,” pungkasnya. (*Tim)