Kepastian, Kemanfaatan dan Keadilan Bagi Akitu

Oleh: Zakaria Billiam Usfunan (Anggota Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum SekolahTinggi Ilmu Hukum- UKBH STIKUM Prof. Dr. Yohanes Usfunan, SH.,MH)

Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) mempunyai tugas dan fungsi yakni melindungi, mengayomi, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat seperti yang tertuang dalam pasal 30 ayat (4)  UndangUndang Dasar 1945, Undangundang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan PERATURAN KAPOLRI Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Kepolisian Republik Indonesia dalam hal ini Kepolisian Resort (POLRES) TTU, sebagai lembaga yang berwibawa harus memegang teguh tugas utama yang semestinya ditanamkan dalam setiap anggotanya.

Akhir-akhir ini para pengguna media sosial dihebohkan dengan berita yang dikutip dari media POS-KUPANG.com, di mana Kematian Fransisko Amaral Da Silva alias Akitu yang meninggal di RSUD TTU beberapa waktu lalu. Sebelumnya korban ditemukan tak sadarkan diri di pinggir jalan tepatnya di Jalan Imam Bonjol, samping Polres TTU, Kelurahan KefamenanuTengah, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, pada Rabu (01/01/20) Pukul 08:30.

Korban sebelumnya dijemput oleh Tim Rajawali Polres TTU karena diduga melakukan percobaan pencurian di rumah Camat Kota Yonas Tameon, di Koko, Kelurahan Bansone Kecamatan Kota Kefamenanu untuk diamankan di Mapolres TTU,  sebelumnya dibawa ke rumah salah satu anggota Polisi. (Selengkapnya.POS-KUPANG.com) edisi Senin, 27 Januari 2020 18:25.

Dari kronologi kasus diatas penulis mengemukakan beberapahal dari aspek hukum, bahwa anggota kepolisian dari PolresTTU telah melaksanakan perintah  pasal 18 ayat (1) KUHAP tetapi tidak cukup apabila tidak disertakan surat tugas penangkapan oleh petugas kepolisian kepada korban.

Selanjutnya, sebagai pengetahuan harus diberikan juga kepada keluarga sebagaimana dalam pasal 18 ayat (3) KUHAP, namun tidak dilaksanakan oleh anggota kepoliasian yang bertugas saat itu. Sesuai dengan amanat PERKAPOLRI  Nomor 8 Tahun 2009 yakni tiap-tiap anggota Polri  dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus menghormati dan menjunjung tinggi hak asai manusia (HAM) tiap warga Negara.

Di sini penulis melihat bahwa anggota kepolisian lalai dan cacat prosedur dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menerangkan dalam pasal 18 ayat (1) KUHAP Pelaksanaan tugas penangkapan dilaksanakan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat kejadian periksa”. 

Kemudian dipertegas lagi dalam ayat (3) pasal 18 KUHAP “Tembusan surat perintah penangkapan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) harus di berikan kepada keluarganya segera, setelah penangkapan dilakukan”.

Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyelidikan penuntutan dan atau peradilan dalam hal ini sertamenurut cara yang diatur dalam Undangundang .

Demi kepentingan pemeriksaan seharusnya setelah ada bukti permukaan dari persangkaaannya korban (Akitu) ditahan 1 x 24 jam, bahwa jika benar apa yang disangkakan itu terbukti maka korban (Akitu) pasti ditahan untuk tahapan selanjutnya, ataukah tidak terbukti pasti dilepaskan setelah menimbang resiko jika terjadi sesuatu terhadapnya maka, tidak mungkin  dilepaskan malam itu juga.

Dalam PERKAPOLRI Nomor 8 Tahun 2009 Pasal 16 Ayat (1) huruf b dan c “senantiasa menghargai/ menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap, Tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangkaAyat (2) Tersangkah yang telah ditangkap diperlakukan sebagai orang yang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan (asas praduga tak bersalah).

Lebih lanjut menurut hemat penulis, patut  dipertanyakan apakah seorang yang sudah disangkakan melakukan suatu tindak pidana yang seharusnya dibawa ke Mapolres guna untuk kepentingan penyidikan, mengapa harus dibawa lagi ke rumah salah satu anggota polisi? Lalu dalam hal apa harus dibawa ke rumah salah satu anggota polisi? Jika dihubungkan dengan kronologi kasus tersebut, dapat diduga bahwa anggota kepolisian melakukan penangkapan paksa tanpa prosedur yang dapat memperlakukan korban (Akitu) dengan tidak memperhatikan hakhak tersangka, hal ini dianggap sebagai penculikan dengan melatarbelakangi tugas dan kewenanganya.

Ketidaktahuan pihak keluarga korban semenjak korban ditangkap hingga ditemukan dengan keadaan terluka berat dan tidak sadarkan diri di samping mapolres TTU. mungkinkah korban dilepaskan dan dianiaya oleh orang tak dikenalSedangkan, dengan ketidaktahuan petugas piket bahwa tidak ada tahanan malam itu, berarti daftar nama oknum tersebut tidak ada.

Hal ini kemudian menimbulkan dugaan yang semakin kuat bahwa petugas kepolisian tidak membawanya ke ruang tahanan, tetapi semenjak malam di rumah anggota polisi itu. Lantas, hingga pagi ditemukan diluar Mapolres dengan keadaan luka serius itu diakibatkan oleh siapa, kapan, dan di mana?

Penangkapan itu dilakukan bukan semata mata untuk dijadikan mainan bagi pihak Kepolisian, tetapi mengamankan tersangka dilakukan guna untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan  peradilanMasih dalam tanda tanya mengapa pihak Kepolisian TTU melakukan penahanan hanya beberapa jam saja kemudian dilepaskan?

Dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Bab III POKOK-POKOK KONSEPSI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pasal 19 tentang Tanggung Jawab Anggota POLRI. Berdasarkan pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwaSetiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Dengan demikian Anggota Polri sebagai warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan warga Negara lainnya’’. Secara kewenangan diperkenankan oleh hukum bahwa tindakan setiap Anggota Polri dapat dibenarkan. Sedangkan tindakan di luar atau melampaui batas kewewenangan ataukah tidak mempunyai wewenang hukum untuk bertindak sewenang-wenang dan tidak wajar harus dipandang sebagai tindakan perseorangan secara pribadi yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum, sebagaiberikut: a). pertanggung jawaban secara hukum disiplin. b). pertanggung jawaban secara hukum perdata.c). pertanggungjawaban secara hukum tata usaha Negara. d). petanggungjawaban secara hukum pidana.

Pertanggung jawaban anggota polri tersebut di atas, perlu dirumuskan secara jelas untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan sehingga dalam pengertian pertanggungjawaban hukum tersebut harus termuat juga pengertian perlindungan hukum bagi Anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya.

Maka Kepolisian Resort (POLRES) TTU harusbertanggungjawab atas kejadian ini. Keadaan ini justru sangat tidak manusiawi apabila pihak Kepolisian memandang hal ini biasa saja. Sekian

Pos terkait