Soe-InfoNTT.com,- Yayasan Sanggar Suara Perempuan (SSP) Kabupaten Timor Tengah Selatan gelar kegiatan coffee morning bersama Forkopinda TTS, dengan tema prioritaskan perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual di kabupaten timor tengah selatan, kamis (10/12/2020) di Beta Punk Cafe, Kota Soe.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua Pengadilan Negeri Soe, Kapolres TTS, Dandim 1621 TTS, Ketua DPRD TTS, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten TTS dan beberapa unsur pimpinan OPD lainnya.
Ketua Yayasan SSP TTS, Rambu Atanau – Mella dalam kesempatan tersebut mengatakan, saat ini kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di kabupaten TTS semakin memprihatinkan karena hampir setiap saat telah terjadi kekerasan, baik kekerasan dalam bentuk fisik, psikis, ekonomi maupun kekerasan seksual.
Rambu juga menjelaskan, data kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam 5 tahun terakhir ini di TTS berjumlah 642 kasus, dengan kasus tertinggi adalah kekerasan seksual sebanyak 327 kasus. Sedangakan khusus tahun 2020 untuk kekerasan seksual berjumlah 70 kasus.
“Paling banyak mengalami tindak kekerasan adalah korban yang berusia 13 sampai 18 tahun dengan total 43 orang, diikuti oleh kelompok usia 25 sampai 40 tahun, serta 19 sampai 24 tahun. Paling banyak pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah orang dekatnya korban,” ungkap Rambu.
Dalam kesempatan itu, Kapolres TTS, AKBP Andre Librian,S.I.K mengatakan, penyebab terjadinya kekerasan seksual pada anak dan perempuan karena pelaku dipengaruhi oleh minuman keras, yang mana setelah ditelusuri bahwa minuman keras sudah menjadi tradisi masyarakat TTS.
Kapolres menambahkan, kasus kekerasan seks pada anak dan KDRT menjadi atensi pihak Polres TTS. Ada sejumlah upaya yang tengah dilakukan untuk meminimalisir kejadian-kejadian tersebut.
Menurut Andre, angka laporan kasus cabul yang diterima dan sementara ditangani cukup tinggi. Pada bulan November saja ada 20-an laporan kasus yang diterima. Polres TTS sudah atensi masalah-masalah ini.
“Dari laporan yang diterima salah satu polisi, penyebabnya adalah minuman keras. Mudahnya peredaran miras di kabupaten TTS menjadi salah satu faktor penunjang terjadinya kasus kekerasan seks terhadap perempuan dan anak,” ungkap Kapolres.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten TTS, Drs. Seperius E. Sipa, M.Si juga mengatakan, banyak kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru. Ia mengharapkan agar oknum guru yang melakukan kekerasan seksual pada anak harus ditindak tegas dan tidak perlu diselesaikan secara damai atau adat.
Menurut Sipa, jika anak sekolah atau siswa yang mengalami kekerasan seksual atau kekerasan fisik, maka siswa tersebut tetap diharuskan untuk bersekolah atau melanjutkan studinya, sepanjang yang bersangkutan mau untuk bersekolah.
Ketua DPRD TTS, Marcu Buana Mbau, SE, juga menegaskan bahwa data yang disajikan oleh yayasan SSP TTS menjadi PR buat semua pihak agar dapat mengatasi para pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Marcu juga meminta kepada P3A dan SSP untuk melibatkan DPRD dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten TTS.
Laporan: Welem Leba