Kupang-InfoNTT.com,- Dalam Kontra Memori Kasasi yang dilayangkan Kuasa Hukum Mariantji Manafe selaku Termohon Kasasi semula Terbanding/Penggugat menanggapi Memori Kasasi dari Pemohon Kasasi dahulu Pembanding/Tergugat Direktur BPR Christa Jaya Kupang menyebutkan bahwa, Pemohon Kasasi telah salah kaprah dalam memformulasikan dalil-dalil/keberatan karena Substansi materinya bersifat pengulangan.
Demikian hal ini dikatakan advokat Herry F.F Battileo, SH,.MH selaku ketua tim kuasa hukum Mariantji Manafe yang beranggotakan advokat E. Nita Juwita, SH,.MH, Melkzon Beri, SH,.M.Si dan Fredik Asraka, SH yang turut menandatangani Kontra Memori Kasasi.
Menurut Herry, setidaknya dalam Kontra Memori pihak Termohon Kasasi Mariantji Manafe mencantumkan 11 poin tanggapan/tangkisan atas keberatan pertama dan 20 poin tanggapan/tangkisan atas keberatan kedua dari pihak Pemohon Kasasi Direktur BPR Christa Jaya Kupang.
Dijelaskan dalam kontra memorinya, droping baru/suplesi 110 juta tertanggal 9 April 2017 dan 200 juta tertanggal 8 Juni 2017 yang menjadi pokok perkara itu, Direktur BPR Christa Jaya Kupang selaku Pemohon Kasasi tidak mengikatnya dalam Perjanjian kredit yang baru sebagaimana mengacu pada standar normatif perbankan nasional yang berlaku.
Direktur BPR Christa Jaya Kupang selaku Pemohon Kasasi melakukan droping/suplesi baru hanya mengacu/ mendasarkan pada aksep promis/ surat sanggup/pengakuan hutang lalu dengan serta merta menahan harta bersama berupa 2 (dua) buah sertifikat tanah hak milik atas nama Welem Dethan (alm) nomor : 166 dan nomor : 168 untuk dijadikan obyek jaminan yang sebelumnya telah lunas.
Direktur BPR Christa Jaya Kupang selaku Pemohon Kasasi juga dengan serta merta menjadikan obyek jaminan tersebut dengan hak tanggungan tanpa sepengetahuan Mariantji Manafe selaku istri sah. Fakta ini bertentangan dengan UU Nomor : 1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo pasal 8 UU Nomor : 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 2691 PK/Pdt/1996.
Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor :7 2691 PK/Pdt/1996 menyatakan bahwa : “tindakan terhadap harta bersama oleh suami atau isteri harus mendapat persetujuan suami isteri, karena belum ada persetujuan isteri maka tindakan suami adalah tindakan yang tidak sah menurut hukum”.
Hal inilah yang menjadi pertimbangan hukum Judex Factie pada PN Kls l A Kupang dalam putusan perkara perdata Nomor : 208/Pdt.G/2019/PN.Kpg tanggal 2 Desember 2019. Seperti dikutip dalam putusan perkara PN Kls I A Kupang pada halaman 55 s/d 65 serta beberapa pertimbangan pokok pada halaman 60 dan halaman 61 menyebutkan antara lain :
“Bahwa oleh karena pembebanan 2 (dua) bidang tanah tersebut sebagai obyek jaminan hutang terhadap hutang pada tanggal 8 April 2017 sebesar 110 juta dan tanggal 9 Juni 2017 sebesar 200 juta tanpa adanya perjanjian/perikatan baru yang turut disetujui Penggugat adalah tidak sah dan batal demi hukum sebagai Kebatalan Absolut dengan segala akibat hukumnya, maka konsekwensi yuridisnya adalah segala bentuk pengalihan hak termasuk pembebanan hak tanggungan yang baru kemudian dilakukan pada tanggal 18 Mei 2018 adalah terhadap obyek tersebut menjadi batal demi hukumnya dan tidak mempunyai kekuatan hukum berlaku mengikat dan obyek tersebut dikembalikan kepada keadaan semula (ex tunc) yakni sebagai harta bersama Penggugat dan Suami Penggugat yang belum dibagi”.
Terkait kutipan putusan pengadilan tersebut tandas Herry, Direktur BPR Christa Jaya Kupang dianggap janggal prosedur perbankan yakni, terhadap pembebanan hak tanggungan berupa Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang baru diikat pada tanggal 18 Mei 2018 sedangkan pelunasan kreditnya pada tanggal 3 Januari 2017.
“Yang pertama, Kredit sebelumnya telah lunas pada 3 Januari 2017, kok APHT-nya baru diikat pada 18 Mei 2018, disini Direktur BPR Christa Jaya telah lakukan hal yang janggal dan tentunya kami akan terus telusuri. Kedua, Setelah Lunas, 2 (dua) agunan berupa sertifikat itu masih ditahan di bank Christa Jaya kemudian dijadikan agunan terhadap suplesi baru tanpa akad kredit baru. Yah, kita tunggu kebenaran yang sesungguhnya sesuai fakta yang ada dan ilmiahnya seperti apa”.Tandas Herry.
Sebagai Kuasa hukum Termohon Kasasi, Herry tetap menyerahkan segala proses sepenuhnya kepada yang mulia Ketua Mahkamah Agung RI beserta Majelis Hakim Agung yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara ini secara lebih jernih berdasarkan hukum. (Tim)