Darurat Sipil Versus Darurat Kesehatan Melawan Covid-19

Penulis: Volkes Nanis,SH.,M.H

Pola penyebaran dan penularan Covid-19 semakin hari semakin bervariasi menuju ke arah yang mengkawatirkan masyarakat Indonesia. Bagaimana  tidak, terhitung awal bulan Maret 2020 sejak munculnya Covid-19 sudah melebihi angka seribu lebih yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia, bahkan data terbaru yang dilansir Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menunjukkan total jumlah kasus positif corona di Indonesia mencapai 1.414 pasien.

Bacaan Lainnya

Berdasarkan update per pukul 15.45 WIB, 30 Maret 2020, yang terbesar di 30 Provinsi diIndonesia seiring temuan kasus kasus baru di Sulawesi Barat. Dengan demikian tinggal 4 provinsi yang masih bertahan antara lain Provinsi Tanpa Corona Covid-19. Bangka Belitung dengan jumlah ODP 392 orang (41 selesai) dan PDP 23 orang (10 negatif), Bengkulu jumlah ODP 230 orang (11 sehat) dan PDP 6 orang (2 selesai dan 2 meninggal), Gorontalo jumlah ODP 1005 orang (161 selesai) dan PDP 25 orang (13 selesai), Nusa Tenggara Timur jumlah ODP 460 orang (49 selesai, 403 karantina mandiri, 8 dirawat). Liputan6.com, Jakarta, Senin 30 Maret 2020 dan Baca selengkapnya di artikel “Update Corona 30 Maret 2020: Data di Indonesia, 30 Provinsi & Dunia”, https://tirto.id/eJJx.

Hal ini dipandang sudah menjadi bencana non-alam yang berskala nasional. Dalam menghadapi kondisi ini, berbagai tindakan telah dilakukan pemerintah dan elemen masyarakat untuk bangkit berperang melawan virus mematikan ini. Dokter, perawat, Bidan, sukarelawan bahkan TNI/POLRI sebagai benteng pertama terus berjuang digaris depan, ibarat perang sungguhan melawan musuh, maka Dokter, Bidan, Perawat tenaga ahli kesehatan dan sukarelawan telah siap menerima kondisi apapun termasuk harus mati berkalang tanah dimedan laga.

Tindakan profesionalitas para tenaga kesehatan yang telah berjuang melawan Covid-19 tidak akan berarti apa-apa jika komponen Bangsa tidak mematuhi arahan dan petunjuk yang dikeluarkan pemerintah. Hal inilah akan menjadi pemicu terus bertambahnya korban positif covid-19.

Kesiapan Pemerintah menghadapi Covid-19.

Bahwa pemantaun dan penilaian pemerintah terhadap penyebaran Covid-19 semakin bertambah setiap harinya dan diprediksi penularannya akan semakin luas dan masih kurang peralatan kesehatan untuk menghadapi ancaman virus corona seperti yang sudah terjadi pada negara China awal mulanya. Kemudia tindakan pemerintah adalah melakukan komunikasi dengan Negara China untuk membantu peralatan medis menghadang virus corona. Tindakan pemerintah tersebut disambut baik oleh Negara Tarai Bambu itu dan pada 21 Maret 2020 sebuah pesawat Hercules C-130 milik TNI AU diberangkatkan ke Shanghai China untuk mengangkut logistik kesehatan yang telah dibeli oleh pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan).

Bahwa kesigapan dan tindakan nyata tersebut mendapat sambutan hangat dan antusiasme dari masyarakat Indonesia atas upaya pemerintah dalam menghadapi serbuan Covid-19

Tanggapan Masyarakat tentang Covid-19.

Ketika Covid-19 menjamur dan menularkan virusnya di masyarakat negeri ini, pemerintah dengan sigap memberikan pemahaman baik secara langsung maupun melalui media masa, elektronika dan media cetak mengenai dampak dan cara penularannya serta tata cara menangkalnya kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat Indonesia terhindar dari penyebaran virus ini.

Namun apa dikata, sebagian orang individu dan kelompok masyarakat tertentu tak bergeming dengan himbauan pemerintah sebagai contoh sebuah kasus yang viral di media publik sebagaimana diberitakan Kompas.com menggambarkan keluarga membuka jenazah seorang perempuan yang berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, viral di media sosial.

Plastik pembungkus jenazah tak hanya dibuka dan dilihat banyak pelayat, bahkan keluarga pun ikut memegang dan mencium jenazah tersebut. Berkaitan dengan peristiwa ini, seorang dokter memberikan komentar bahwa pada umumnya jenazah yang meninggal karena suatu penyakit dianggap tidak akan menularkan virus atau penyakitnya ke orang lain.

“Dalam arti, penularan secara droplet tidak akan terjadi karena jenazah tidak batuk-batuk. Tapi karena virus (Covid-19) bisa menular secara tidak langsung, lewat tangan misalnya, bisa timbul risiko penularan kalau jenazah disentuh atau dicium,”
Dengan kata lain, risiko penularan ke orang lain bisa terjadi karena jenazah PDP Covid-19 disentuh dan dicium sebelum dikebumikan.bahwa orang yang menyentuh dan mencium jenazah PDP otomatis statusnya menjadi orang dalam pemantauan (ODP). Kompas.com, Kamis (26/3/2020).

Menyikapi kecerobohan penanganan jenazah Covid-19 tersebut, menjadi catatan penting bagi kita semua bahwa kesadaran masyarakat tentang pentingnya himbauan pemerintah dalam menghadapi virus ini hanya sebagai angin lalu yang muncul kemudian menghilang tanpa arah,padahal penting himbauan tersebut demi menjauhkan serangan covid-19 baik individu,keluarga dan bahkan kelompok masyarakat tanah air.

Darurat Sipil dan Darurat Kesehatan

Bahwa pemerintah penguasa darurat sipil itu memiliki kewenangan yang diberikan oleh peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959,” situasi darurat sipil, dibenarkan bagi pemerintah membatasi pertunjukkan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, bahkan menutup akses internet.

Kondisi tersebut juga memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk menggunakan segala cara untuk melarang warga keluar dari rumah. Hak-hak lainnya diatur dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Menetapkan Keadaan Bahaya.

Tujuan utama dari penetapan situasi darurat sipil ini sebenarnya adalah untuk menciptakan tertib sosial dalam masyarakat.Dengan demikian regulasi tentang kekarantinaan kesehatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018
Tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam rangka pencegahan virus corona ini sangat tepat digunakan sebagai sebagai instrumen untuk mengatur masyarakat tanah air dalam melawan Covid-19

Darurat Kesehatan

Istrumen yang digunakan dalam penanganan wabah Covid-19 tetap mengacu pada Undan-undang Nomor 6 Tahun 2018 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 menyebutkan, Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara. Olehnya itu penerapan status Darurat Kesehatan sangat mumpuni diterapkan di Indonesia saat ini.

Selanjutnya dalam undang-undang ini, salah satu kewajiban pemerintah adalah memenuhi kebutuhan hidup dasar masyarakat, termasuk makanan bagi hewan-hewan ternak milik warga.
Terkait karantina wilayah yang disampaikan oleh pemerintah hal tersebut telah diatur dalam Pasal 49 ayat 1 UU Kekarantinaan Kesehatan.

Karantina wilayah

Karantina Wilyah merupakan salah satu dari empat opsi yang bisa diambil pemerintah bila ingin menerapkan kebijakan karantina dalam menyikapi suatu masalah kesehatan di tengah masyarakat, selain karantina rumah, karantina rumah sakit, atau pembatasan sosial berskala besar.

Secara rinci karantina diatur dalam sejumlah pasal dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Misalnya pada Pasal 2, bahwa pelaksanaan kekarantinaan kesehatan harus berlandaskan pada sembilan asas yaitu perikemanusiaan, manfaat, perlindungan, keadilan, non-diskriminatif, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan kedaulatan negara.

Lalu kapan karantina wilayah dilakukan?,. Jika situasi kesehatan masyarakat dikategorikan darurat salah satunya karena penyakit menular Covid-19 yang jumlah korbannya telah melampaui angka seribu.

Dalam menyikapi kondisi penyebaran virus ini tentu kita semua masyarakat di negeri ini dituntut menjalankan apa perintah pemerintah.konsekuensi hukum dalam pelanggaran perintah undang-undang Kekarantinaan kesehatan diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 93 diatur mengenai pihak yang kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, di pidana dengan pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp. 100.000.000. Juga terdapat ancaman pidana di KUHP yang bisa diterapkan kepada pelanggar social distancing. Polri menyatakan, pelanggar social distancing akan diancam dengan Pasal 212, 216, dan 218 KUHP.

Dengan demikian masyarakat diharapkan sadar dan mau mematuhi instruksi,himbauan,arahan pemerintah agar penanganan dan pencegahan Covid-19 tidak terlampau luas karena ancaman Covid-19 akan berdampak pada semua sektor,salah satunya merusak dan memperok porandakan kehidupan insan dinegri ini,juga menghancurkan tatanan perekonomian Bangsa akan berimbas pada kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Bangsa Indonesia. Sekian

Pos terkait