Kupang-InfoNTT.com,- Tulisan Haris Rusly Moti dengan judul Natalius Pigai, Komisioner KPK dan Mandat Reformasi untuk Pemberantasan KKN sangat menarik untuk dibaca. Ketua DPD I Partai Golkar NTT pun ikut menanggapi terkait pencalonan Natalius Pigay sebagai Calon Pimpinan KPK.
Dalam tulisan mengatakan, Berantas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) bergema di jalanan di tahun 1998. Istilah KKN menjadi istilah yang sangat populer kala itu. Gerakan pemberantasan KKN adalah anti tesa terhadap sebuah rezim yang dibentuk diantaranya oleh perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme.
Gerakan reformasi itu telah mencapai usia 21 tahun. Namun, mandat pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme tersebut makin jauh panggang dari api. Bahkan, katanya perilaku KKN justru jauh lebih ganas dari era Orde Baru. Perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme itu kini menjangkit kepada para pelaku gerakan reformasi yang dulunya lantang meneriakan anti KKN.
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) kini bahkan telah menjadi tujuan setiap orang yang berniat menjadi pejabat negara. Semakin banyak “penjebakan” tangkap tangan yang dilakukan KPK tak membuat para pejabat jera. Bahkan tak mengurungkan niat para pejabat negara untuk merampok uang negara. Angka kejahatan korupsi justru meningkat seiring “keras”nya tindakan KPK.
Karena itu, wajar jika banyak kalangan mengkuatirkan agenda pemberantasan korupsi justru berubah tujuan menjadi projek pemberantasan korupsi. Ukuran keberhasilan pemberantasan korupsi tidak lagi dilihat dari makin berkurangnya angka korupsi. Keberhasilan pemberantasan korupsi justru dilihat dari semakin banyaknya keberhasilan KPK melakukan operasi tangkap tangan. Kelihatannya Pimpinan KPK tak konsisten merekomendasikan penataan ulang sistem negara yang dapat mencegah menjamurnya korupsi.
Dalam keadaan seperti itulah kita membutuhkan aktivis mahasiswa 1998 sebagai pengusung mandat pemberantasan KKN untuk hadir di dalam institusi negara yang bernama KPK. Sejak gerakan reformasi bergulir, belum pernah ada aktivis mahasiswa 1998 yang duduk di kursi Komisioner KPK. Padahal salah satu landasan dibentuknya KPK diantaranya adalah untuk mewujudkan salah satu mandat reformasi, yaitu pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Karena itu, langkah Natalius Pigai untuk ikut seleksi menjadi salah satu Komisioner KPK patut diapresiasi dan didukung. Natalius Pigai sendiri adalah salah satu aktivis gerakan mahasiswa 1998 Yogyakarta.
Setidaknya melalui figur Pigai, aktivis gerakan mahasiswa 1998 dapat mempertanggungjawabkan mandatnya yang pernah diusung tahun 1998. Ada apa dengan mandat pemberantasan KKN? Kenapa mandat yang dulu dengan lantang diteriakan kini justru menjangkit balik sejumlah aktor reformasi tersebut?
Kehadiran Pigai sebagai aktivis gerakan mahasiswa 1998 di KPK, kita harapkan menyumbang perspektif yang berbeda dengan mindset pemberantasan korupsi yang gagal mencegah menjamurnya korupsi, kolusi dan nepotisme.
Tanggapan Melki Laka Lena
Tulisan Haris Rusly Moti, yang merupakan salah satu penggerak aktivis 1998 ini pun mendapat tanggapan dari Emanuel Melkiades Laka Lena, Ketua DPD I Partai Golkar NTT.
Kepada media ini, Rabu (10/7/2019) sore, politisi Golkar yang biasa disapa Abang Melki ini turut memberikan apresiasi kepada Natalius Pigai yang juga sesama aktivis 98, dan perlu diberi tempat sesuai kiprahnya dan niat ke KPK.
Bagi politisi muda ini, aktivis angkatan 98 saat ini terwakili oleh Pigai sehingga semua komponen 98 yang kemarin berbeda pilihan politik niscaya dorong Pigai untuk teruskan cita cita reformasi 98 yakni berantas korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Saya mengapresiasi buat Pigai, sebagai teman sesama aktvis 98 di Jogja memberikan semangat dan dukungan. Walau beda pilihan politik kemarin, tetapi sebagai teman, harus mendukung niat baiknya untuk memberantas korupsi di Indonesia melalui KPK,”ujar Melki.
Menurut calon anggota DPR RI Terpilih periode 2019-2024 ini, siapapun yang ingin mengabdi kepada negara, patut diberikan apresiasi. Apalagi Natalius Pigai adalah salah satu pejuang 98 yang dedikasinya untuk negara tidak diragukan lagi.
“Persatuan dan rekonsoliasi nasional bisa dilakukan di berbagai tempat selain kabinet bisa juga di KPK. Mari berjuang untuk negara dengan cara kita masing-masing tanpa mengorbankan sesama saudara kita,”pungkasnya.
Laporan: Chris Bani