Destinasi Wisata BENTENG EGE dan BATU DONG di Kabupaten Sabu Raijua

 

OLEH : JEFRISON HARIYANTO FERNANDO, S.I.P

Batu gong dan Benteng EGE yang saat ini menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang ada di Desa Waduwalla, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua merupakan situs yang saat ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara.

Banyak yang tertarik untuk datang melihat dan mencari tahu batu ini, bukan karena tampilannya yang berwarna warni seperti batu-batu lainnya, akan tetapi ada satu keunikan tersendiri yang membuat batu ini lain dari pada batu-batu yang sering ditemukan selama ini. Salah satu keunikan yang bisa ditemukan adalah ketika batu ini dipukul maka akan menghasilkan bunyi seperti gong yang merupakan alat musik tradisional masyarakat Sabu Raijua. Selain Batu Gong yang mempunyai keunikan tersendiri, Benteng Ege juga punya keunikan dan sejarah tersendiri bagi masyarakat Sabu Raijua.

Batu Gong ini dibuat oleh salah seorang warga Desa Waduwala, Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua yang bernama LADO DJAMI. Pembuat batu ini merupakan orang yang mempunyai kesaktian di desa tersebut serta mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Radja Laut Selatan yang bernama LAKI LU.

Pembuatan batu gong ini sebagai alat untuk mengisyaratkan bahwa akan dimulainya pengumpulan materil untuk pembangunan sebuah benteng di lokasi tidak jauh dari batu gong tersebut.

Pada zaman raja MANU RIWU atau AMU MANU diwilayah adat liae sering terjadi perang tanding antara masyarakat wilayah adat liae dengan wilayah adat Dimu yang dalam bahasa Sabu di sebut Pemuhu Kebal’la Juli. Oleh karena itu menurut sang Raja mereka perlu membangun sebuah benteng pertahanan untuk menangkis sarangan musuh kususnya yang datang melalui jalur laut maupun jalur darat. Pada saat itulah dia memanggil seorang sakti di Desa Wadduwala yang bernama LADO DJAMI untuk membantu sang raja dalam pembuatan benteng pertahanan tersebut.

LADO DJAMI punya hubungan erat dengan LAKI LU yang merupakan raja laut selatan yang mempunyai banyak pasukan sehingga ia meminta bantuan kepada Raja Laut selatan untuk membangun benteng pertahanan seperti yang diperintahkan raja kepada LADO DJAMI.

Pembangunan benteng tersebut tidak memakan waktu lama seperti pembangunan benteng-benteng di beberapa daerah lainya karena benteng Ege ini dikerjakan oleh pasukan raja laut selatan hanya beberapa jam saja yaitu mulai jam 12 malam dengan isyarat pemukulan batu gong pertanda materil dikumpulkan dan benteng dikerjakan. Batu gong itu akan di bunyikan kembali pada saat ayam berkokok di pagi hari pertanda pembangunan harus di akhiri dan saatnya para pasukan raja laut selatan harus kembali ke laut sehingga ada beberapa benteng yang tidak habis di bangun.

Pada tahun 1811-1816, ketika inggris masuk untuk memerintah indonesia dengan Gubernur jenderalnya Thomas Tafor Laves. Pada selang waktu 5 tahun, Inggris memerintah di Indonesia mereka tidak saja menduduki pulau-pulau besar yang ada di indonesia, akan tetapi inggris menempatkan perutusan-perutusan mereka di seluruh Nusantara termasuk di Sabu Raijua sehingga perutusan inggris yang ditempatkan di Sabu Raijua pertama kalinya mereka tinggal di benteng yang dibuat oleh LADO DJAMI atas kerja sama dengan LAKI LU sebagai raja laut selatan.

Pada saat perutusan inggris tinggal dibenteng tersebutlah maka orang Sabu Raijua menyebut benteng itu bernama Benteng Ege. Nama benteng tersebut sebenarnya di ambil dari nama Pemerintahan Inggris karena orang Sabu Raijua sulit mengucapkan kata Inggris dalam komunikasi mereka sehari-hari sehingga mereka mempersingkat lagi menjadi EGE.

Pada waktu Belanda masuk untuk menjajah Indonesi selama 350 tahun lamanya, Pemerintahan Belanda menggunakan lagi Benteng Ege sebagai benteng pertahanan, sehingga pada saat itulah Pemerintahan Belanda membangun pos jaga serta tempat peletakan mariam, yang hingga saat ini bekas pos jaga serta tempat bekas peletakan mariam pemerintah Balanda masih ada dilokasi benteng EGE tersebut.

Olehk karena itu, Benteng Ege ini tidak saja dipakai oleh raja MANU RIWU sebagai benteng pertahanan ketika Dia menjadi raja,akan tetapi dipakai pula oleh Pemerintahan Belanda ketika Belanda menjajah Indonesia selama 350, serta Inggris memerintah Indonesia selama 5 Tahun.

Pada lokasi wisata sejarah Benteng Ege terdapat lokasi Wisata Budaya yang hingga saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat setempat, wisata budaya tersebut terdiri atas ritual adat Buihi serta Rumah adat untuk melakukan ritual adat tersebut. Ritual adat Buihi mempunyai beberapa daya tarik tersendiri seperti pacuan kuda ( Pehere Jara) dan pedoa ( Pedoa Buihi). Selain itu, dari atas benteng ege juga anda bisa menikamati panorama pasir putih dengan gulungan ombak yang panjang di pantai UBA HAPPU yang letaknya langsung dibawa benteng ege. Oleh karena itu di lokasi benteng ege anda bisa menikmati wisata sejarah, wisata budaya dan wisata bahari.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *