Rp 86 Triliun Anggaran Belanja APBN/APBD Tidak Diumumkan di Sirup dan Rawan Korupsi

Sektor pelayanan publik sangat rentan untuk dikorupsi dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ). Sepanjang tahun 2017 sedikitnya ada sekitar 84 kasus korupsi yang diproses oleh aparat penegak hukum (APH) pada sektor pelayanan publik dengan total nilai kerugian negara sebesar Rp 1,02 triliun. Sektor pelayanan publik yang terpantau oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) antara lain transportasi sebanyak 46 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 912 miliar, pendidikan sebanyak 25 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 61,1 miliar, dan kesehatan sebesar 18 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar 51 miliar.

Demikian temuan utama pemantauan penanganan kasus korupsi sepanjang tahun 2017 yang ditangani oleh APH.

Sepanjang tahun 2017, terdapat 576 kasus korupsi yang ditangani oleh APH dengan kerugian negara mencapai Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar. Jumlah tersangka  mencapai 1.298 orang. Dibanding dengan tahun 2016, penanganan kasus korupsi tahun 2017 mengalami peningkatan signifikan terutama dalam aspek kerugian negara. Pada tahun 2016, kerugian negara dalam 482 kasus korupsi mencapai Rp 1,5 triliun dan naik menjadi Rp 6,5 triliun pada tahun 2017 ini. Hal ini disebabkan karena adanya kasus dengan kerugian negara yang besar yang ditangani oleh KPK (kasus KTP elektronik), Kepolisian (kasus TPPI) dan Kejaksaan (kasus pemberian kredit oleh PT PANN).

Tidak hanya dalam dalam aspek kerugian negara dalam aspek tersangka juga mengalami peningkatan signifikan. Tahun 2016, terdapat 1.101 tersangka kasus korupsi dan naik menjadi 1.298 tersangka kasus korupsi. Kepala daerah yang menjadi tersangka kasus korupsi juga ikut andil berkontribusi terhadap peningkatan jumlah tersangka.

Selain itu, modus korupsi paling banyak digunakan dalam kasus korupsi tahun 2017 adalah Penyalahgunaan Anggaran yang mencapai 154 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp 1,2 triliun. Selanjutnya diikuti oleh penggelembungan harga (mark up) dan pungutan liar dengan masing-masing sebanyak 77 kasus dan 71 kasus. Sementara, modus terkait dengan suap dan gratifikasi sebanyak 44 kasus dengan total nilai suap mencapai Rp 211 kasus.

Sementara itu berdasarkan sektor, anggaran desa merupakan sektor paling banyak korupsi dengan total 98 kasus dengan kerugian negara RP 39,3 miliar. Selanjutnya, sektor pemerintahan dan penndidikan menempati sektor kedua dan ketiga terbanyak dengan jumlah kasus dan kerugian negara berturut-turut adalah sebesar 55 dan 53 kasus serta kerugian negara Rp 255 miliar dan Rp 81,8 miliar.

Lembaga terbanyak tempat terjadi korupsi adalah pemerintah kabupaten dengan kasus sebanyak 222 dengan kerugian negara Rp 1,17 triliun. Tempat kedua adalah pemerintah desa sebanyak 106 kasus denga kerugian negara Rp 33,6 miliar. Dan ketiga adalah pemerintah kota dengan jumlah kasus 45 dengan kerugian negara Rp 159 miliar.

Provinsi paling banyak kasus korupsi pada tahun 2017 adalah Jawa timur dengan 68 kasus dengan kerugian negara mencapa Rp 90,2 miliar. Jabar dan Sumatera Utara menempati Sumatera utama menempati urutan kedua  dengan jumlah kasus berturut-turut adalah 42 dan 40 kasus. Meski Jatim menempati urutan pertama dalam jumlah kasus, dan Jabar dari aspek kerugian negara provinsi kalah dibandingkan dengan provinsi Sumut dan Jabar yang memiliki kerugian negara mencapai Rp 647 miliar dan 286 miliar. Namun demikian, kasus yang terjadi pada tingkat nasional memiliki mangnitude kerugian negara yang besar meski kasusnya sedikit yakni mencapai Rp 3,3 triliun.

 

Tren Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

Salah satu kerawanan dalam pengadaan barang dan jasa adalah pengungkapan kegiatan lelang pada publik. Hal ini sesuai dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 yang mengatur seluruh belanja barang dan jasa harus diumumkan dalam RUP yang kemudian diungkap melalui monev.lkpp.go.id. Berdasarkan situs ini, belanja barang dan jasa pemerintah tahun 2017 Rp 994 triliiun. Namun yang diumumkan di RUP hanya Rp 908,7 triliun. Jadi, ada sekitar Rp 86 triliun lebih anggaran belanja barang dan jasa tidak diumumkan pada publik. Salah satu Kementrian/Lembaga yang tidak mengumumkan sebagian lelang pada publik adalah Kementrian Keuangan (Rp 18 triliun), Kemenkes (Rp 6 triliun), Pemprov DKI Jakarta (Rp 5 Triliun) dan K/L serta Pemda lainnya. Sementara itu,  Kemendikbud, Kemen PUPR,  dan KKP  total anggaran tidak dibuka pada publik sehingga tidak bisa dihitung berapa anggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan pada publik. Anggaran belanja barang dan jasa yang tidak diumumkan pada publik berpotensi dikorupsi karena tidak transparan.

Pada tahun 2017 ada sebanyak 241 kasus korupsi atau sekitar 42 persen terkait dengan PBJ. Aktor yang dijerat oleh APH sebanyak 119 orang berlatarbelakang panitia pengadaan. Nilai kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 1,5 triliun. Sementara itu pada tahun 2016 kasus yang masuk tahap penyidikan 195 kasus atau sekitar 41 persen berkaitan dengan PBJ. Ada sekitar 126 orang yang memiliki tanggung jawab sebagai panitia pengadaan ditetapkan sebagai tersangka oleh APH. Dari segi kasus korupsi dan nilai kerugian negara yang ditimbulkan mengalami peningkatan. Namun dari segi aktor yang ditetapkan sebagai tersangka oleh APH sedikit menurun.

Tiga modus yang paling sering dilakukan yaitu penyalahgunaan anggaran (67 kasus), mark up (60 kasus), kegiatan/proyek fiktif (33 kasus). Kemudian pada sektor yang dikorupsi, pelayanan publik menjadi sektor yang rawan untuk dikorupsi. Salah satu penyebabnya diduga karena setiap tahun K/L/D/I menganggarkan barang yang belum tentu habis nilai ekonomisnya dan belum tentu sesuai kebutuhan, seperti kursi, meja, komputer dan lain sebagainya. Hal ini yang menjadi celah terjadinya praktik korupsi.

Kemudian pasca diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penananan Tindak Pidana oleh Korporasi, APH dapat menindak sebanyak empat korporasi di tahun 2017. Seluruh pelakunya terkait dengan PBJ, antara lain PT Karya Putra Tunggal Jaya (dugaan korupsi pembangunan pompa air-Kejaksaan), CV Devasindo Utama (dugaan korupsi pembangunan irigasi di Desa Mangkurajo-Kejaksaan), PT Duta Graha Indah (dugaan korupsi pembangunan rumah sakit pendidikan khusus infeksi di Universitas Udayana-KPK), dan PT Offistarindo Adhiprima (dugaan pengadaan alat UPS di Jakarta).

Kepala daerah menjadi salah satu aktor yang terjerat kasus korupsi PBJ. Kepala daerah yang tertangkap antara lain Wali Kota Tegal, Siti Masitha Soeparno (pengadaan instalasi kesehatan di RSUD Kardinah Tegal); Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko (pengadaan meubelair di Pemkot Batu); dan Mantan Bupati Sorong Selatan (Sorsel), Otto Ihalauw (pengadaan kapal kargo). Dua Wali Kota yang terjerat kasus korupsi tertangkap tangan oleh KPK. Diduga uang hasil korupsi digunakan untuk kepentingan Pilkada. Sedangkan Mantan Bupati Sorsel ditangani oleh Polda Papua Barat dan dilimpahkan ke Bareskrim Polri.

Rekomendasi

Dari hasil pantauan yang dilakukan, terdapat beberapa rekomendasi yang hendak ICW sampaikan antara lain:

  1. Pemerintah bersama dengan LKPP perlu mengoptimalkan penggunaan e-catalog, e-purchasing untuk meminimalisir terjadinya potensi korupsi mulai dari tahap perencanaan. Pemerintah perlu juga untuk melaksanakan open contracting agar masyarakat dapat memantau setiap pengadaan yang dilaksanakan.
  2. Setiap K/L/D/I harus mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh LKPP bila ditemukan adanya potensi pelanggaran atau kerugian negara yang ditimbulkan terkait dengan PBJ.

Institusi penegak hukum perlu menerapkan pengenaan pasal pencucian uang bagi korporasi yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi agar aset yang dimiliki dapat dirampas dan dikembalikan ke negara.

 

sumber : ICW

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *