Refleksi HUT Kemerdekaan RI ke 73, Sudah merdeka Kah Kita Sesungguhnya?

Oleh:

Bacaan Lainnya

Naranto Makan Malay,S.Pd,M.Hum.
Staf Dosen Prodi Pend.Bahasa dan Sasta Indonesia FKIP Undana

Besok 17 Agustus, Sudah tidak terasa sudah 73 tahun Republik Indonesia Merdeka. Berbagai kegiatan, seremonial, refleksi dan Introsepsi sudah pasti dilakukan oleh semua pihak untuk merayakan HUT RI ke- 73 tahun ini. Tentunya pemerintah berharap untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mendukung tercapainya harapan dari Bhineka Tunggal Ika tetap jaya. Ada beberapa pertanyaan terkait refleksi HUT RI ke 73 kali ini, sudah merdeka kah kita sesungguhnya?.
Dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945, kita bekerja keras untuk kemajuan bersama. Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan hasil perjuangan oleh para pejuang kita pada saat itu. Bagaimana dengan saat ini?, apakah saat ini semangat proklamasi 17 Agustus 1945 masih berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia sekarang?. Berdasarkan fakta dan kenyataan yang ada saat ini sepertinya semangat memang masih tertanam di dalam hati sanubari sebagian besar masyarakat kita, namun perlu juga digaris bawahi bahwa ada sebagian masyarakat kita belum bisa untuk menikmati arti kemerdekaan saat ini. Sebagai contoh nyata masalah TKI, baik yang legal dan illegal sampai saat ini menjadi focus perbincangan karena mereka menjadi mangsa di tempat mereka bekerja dan belum bisa terselesaikan dengan berasaskan keadilan. Penyiksaan dan pemberian upah yang tidak sebanding dengan pekerjaan mereka kerap kali terjadi.
Tidak Hanya itu, lemahnya hukum dan perhatian yang kurang terhadap pembelaan masyarakat bawah khususnya bagi mereka yang berjuang untuk maju (memperoleh haknya berupa kesehatan, pendidikan, dan pemerataan belum sepenuhnya diraih dengan adil dan merata) Gelap gulita di perdesaan dan perkampungan di pedalaman masih saja terjadi khususnya (di pedalaman-pedalaman negeri ini). Masih banyaknya masyarakat yang menjerit memohon uluran tangan belum juga sampai, pada hal mereka sangat membutuhnnya saat ini. Pengemis jalanan semakin tahun semakin bertambah, tingkat kriminalitas semakin meningkat dan ranah hukum semakin hari semakin melonjak tinggi untuk dilanggar. Korupsi semakin merajalela dan saat ini menyerang hampir ke semua sektor. Konflik sudah sangat bosan kita saksikan. Baik secara langsung atau tidak langsung. Norma atau aturan dan sopan santun sudah sangat jarang dijumpai, tingkat kemiskinan dan pengangguran cukup meningkat. kehidupan sehari-hari, sebagian rakyat justru semakin merasakan bahwa hidup dan mencari nafkah di negeri ini teramat sulit.
Pemerataan pembangunan, pemerataan dan kesetaraan untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, layanan publik bagi masyarakat dari kalangan menengah kebawah yang bersusah payah untuk memperoleh semangat kemerdekaan saat ini. Masyarakat seringkali menjadi korban dan sedikit yang diperhatikan secara merata. Persoalan mendasar memang, pemerataan dan kesetaraan tidak semudah membalikan telapak tangan. Permasalahan lainnya seperti semakin sedikit masyarakat untuk menghargai persatuan dan kesatuan. Semakin pudarnya semangat nasionalis anak muda dan masyarakat terlihat, semakin sibuk dan kompleksnya akitivitas dan kegiatan sehari-hari menjadikan mereka lupa untuk meluangkan waktu untuk berbenah seperti kewajiban memasang bendera dan mengikuti upacara. Belum lagi ditambah dengan rutinitas lainnya, anak muda lebih senang berurusan dengan game, hobby dan kebiasaan yang sedikit banyak bertolak belakang dengan rasa semangat penghargaan terhadap bangsa yang cenderung melupakan semangat kebersamaan dan gotong royong.
Sikap individualistis bagi para pengusaha dan para pemegang kebijakan sedikit yang mampu merangkul kepentingan orang banyak, sepertinya mereka kecenderung mengutamakan kepentingan individu dan golongan saja. Seperti catatan pemerintah menunjukan perumbuhan ekonomi negeri ini sudah mencapai 6 %, sedangkan pertumbuhan dunia hanya mencapai 3% dan Eropa bahkan hanya mampu tumbuh di bawah 1%. Sepertinya data tersebut berbanding terbalik dengan kenyataan. Mengutip dari siaran Metro TV hari ini (16/8), Hasil survei Fund for Peace, Lembaga yang berpusat di Washington DC itu Juni lalu merilis data terbaru tentang indeks negara gagal. Dalam survei tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 178 negara di seluruh dunia. Dengan peringkat itu, Indonesia masuk ke daftar waspada sebagai negara gagal.
Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia begitu melimpah dan kaya, namun kekayaan Alam yang kita miliki dari tahun ke tahun kondisinya semakin memprihatinkan. Bencana sering menghampiri, banjir bila musim hujan tiba, kebakaran bila kemarau datang. Pembalakan hutan masih saja terjadi, hutan-hutan yang tumbuh menjulang tinggi hanya berbekas tunggul akibat terus bertambahnya areal perkebunan dan pertambangan. Ribuan Satwa dan makhluk hidup terancam tidak memiliki tempat, habitat mereka semakin sempit . Pencemaran kian terasa, bagi mereka yang berdekatan dengan penambang liar. Hanya segelintir yang sadar dan peduli dengan kondisi ini. Eksplorasi secara besar-besaran oleh para pemilik modal tidak serta merta memihak bagi masyarakat kebanyakan, sebaliknya masyarakat banyak yang mengeluh dengan situasi ini. Sehingga tidak jarang pula masyarakat selalu menjadi korban dan konflik sering kali terjadi.
Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, merupakan amanah dari Pembukaan Undang-Undang Dasar. Kita semua di Republik ini memiliki hak untuk bicara. Baik, buruk, benar dan salahnya, negara kita menjamin hak untuk kebebasan berpendapat. Semoga saja, Dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945, kita bekerja keras untuk kemajuan bersama, kita tingkatkan pemerataan hasil-hasil pembangunan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bisa tercapai dan terlaksana. semua ini menjadi bahan refleksi dan perenungan bersama demi keutuhan NKRI dan kesejahtraan bagi seluruh rakyat di Negeri ini.
Menyongsong peringatan HUT RI ke 73 tersebut, tak ada salahnya kita renungkan kembali makna kemerdekaan itu sendiri. Cara ini menjadi motivasi bagi segenap bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dengan kerja nyata di segala bidang pembangunan.
Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, 73 tahun yang silam. Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh dua tokoh nasional, Sukarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Waktu 73 tahun bisa dikatakan usia satu generasi jika dimisalkan usia manusia Indonesia rata-rata selama itu.

Diakui memang, masing-masing kita sebagai warga Negara Republik Indonesia, memiliki penghayatan tersendiri terhadap kemerdekaan yang sudah kita peroleh.

Kemerdekaan itu adalah hak semua bangsa di dunia. Hal ini tertuang dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945. Segala bentuk penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.

Penjajahan itu kejam dan melahirkan penderitaan lahir dan batin. Inilah yang diperjuangkan oleh pahlawan pejuang bangsa untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing.

Kini, sudah 73 tahun Indonesia merdeka. Kata kakek dan nenek, kemerdekaan itu tidak diperoleh dengan mudah melainkan pengorbanan harta benda dan nyawa. Itu demi kemerdekaan bangsa dan tanah air dari belenggu penjajahan.

Ketika Indonesia sudah merdeka, masih adakah penjajahan dan segala bentuk imperialisme gaya baru lainnya yang membelenggu negeri ini?

Penjajahan itu barangkali, tidak lagi secara fisik melainkan penjajahan ekonomi, sosial dan budaya, serta sektor-sektor lainnya yang sering tidak kita sadari.

Kalau begitu, di samping mengisi kemerdekaan dengan kerja nyata, kita juga berjuang untuk melawan berbagai bentuk penjajahan terhadap sendi-sendi kehidupan bangsa. Semoga Indonesia makin jaya. Dirgahayu Republik Indonesia ke 73.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *