PEMUDA SEBAGAI PAHLAWAN GENERASI MILENIAL
Oleh: Mayana Runesi
Masih segar diingatan kita seorang bocah cilik asal Belu, NTT yang menggemparkan seluruh Indonesia atas kegigihannya memanjat tiang bendera dalam Upacara memperingati Kemerdekaan Indonesia. Padahal, saat itu diakuinya Ia tengah merasa sakit dan diizinkan beristirahat sebentar, namun melihat bendera yang terhalang hingga tak dapat dikibarkan membuat keberaniannya muncul dan mengabaikan sakit yang dirasakannya, bahkan Ia maju dengan bertelanjang kaki, seolah sudah yakin bahwa akan memanjat tiang bendera tersebut, sebab mungkin di kepalanya berpikir “bagaimanapun bendera harus tetap dikibarkan”.
Aksi heroik ini kemudian mendapat apresiasi luar biasa dari seluruh rakyat Indonesia. lewat media, kegigihan bocah SMP itu memanjat tiang bendera tersebut, berhasil tersebar keseluruh Indonesia dan menarik perhatian semua kalangan, bisa dikatakan Ia adalah pahlawan hari itu, tanpanya bendera Indonesia mungkin tak sempat dikibarkan.
Perjuangan mengibarkan bendera memang sudah menjadi cerita yang miris jika menilik kembali perjuangan para pahlawan sejak dahulu. Kehidupan yang dikungkung oleh kebodohan dan keterbelakangan membuat bangsa terkurung dalam tangan penjajah sekian lama hingga tak bisa merasa bebas diatas tanah sendiri.
Namun seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur” bangsa Indonesia akhirnya dapat merasakan kebebasan diatas tanah sendiri dan kebebasan mengibarkan bendera sendiri.
Momentum hari Pahlawan hari ini, sekilas mengingatkan Bangsa kembali diingatkan betapa besar jasa para pahlawan ketika memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kesulitan hidup di tangan para penjajah telah membuat semangat untuk bebas diatas tanah sendiri merasuki diri semua golongan usia terutama golongan pemuda, sebut saja peristiwa Rengasdengklok, peristiwa penculikan para Proklamator pada malam sebelum pernyataan Kemerdekaan Indonesia tersebut merupakan cikal bakal Kemerdekaan Indonesia yang dimotori oleh para pemuda.
Pemuda kala itu dengan gigih mempertahankan keinginan untuk menyatakan diri sebagai Bangsa yang merdeka, bebas dari penjajahan dan hidup dalam kesatuan bangsa dan negara dalam berbagai segi kehidupan sebagaimana yang tertuang dalam Sumpah Pemuda yang juga telah kita peringati 28 Oktober yang lalu.
Pemuda era kolonial atau era penjajahan telah membuktikan bahwa ditengah keterbelakangan sebagai bangsa yang belum merdeka, patriotisme dan nasionalisme telah terpatri dalam diri hingga tak mau hidup dalam kungkungan penjajahan, bagaimana dengan pemuda di era ini? Era yang disebut eranya generasi milenial?
Sebutan milenial sebenarnya beracuan pada pengakuan bahwa generasi yang hidup pada era ini telah merasakan sendiri besarnya perubahan dunia antar era yang sekaligus menjadi contoh konkrit dasar kekuatan bangsa bahwa regenerasi itu telah ada. Ini saatnya generasi milenial membuktikan ide-ide dan kreatifitas yang dimiliki, apalagi keberadaan pemuda milenial yang telah dilengkapi dengan kecanggihan teknologi yang tak mengenal batasan ruang dan waktu, semakin memperkuat eksistensi dan potensi pemuda yang sebenarnya telah ada dan patut dikembangkan untuk kejayaan nusa dan bangsa.
Hal ini kemudian seolah semakin diperkuat dengan prediksi bonus demografi yang akan dialami bangsa Indonesia, atau bahkan telah dialami bangsa semenjak 2015 silam. Tonggak terjadinya bonus demografi sebenarnya ada pada pemuda sendiri, sebab pemuda-lah yang akan berada pada usia produktif dan diharapkan mampu mempengaruhi turunnya angka ketergantungan.
Bonus demografi dalam kurun waktu 2020-2030 akan membuat Indonesia menikmati apa yang disebut window of oppurtunity,dimana rasio kredit sangat rendah. Pada kurun waktu tersebut, jumlah penduduk Indonesia antara 268 juta jiwa (2020) dan 293 juta jiwa (2030) sedangkan jumlah usia produktif sendiri berada pada angka 198,5 juta jiwa dan 200,3 juta jiwa pada kurun waktu yang sama, (Haning Romdiati, melalui Siaran LIPI)
Namun bonus demografi tidak hanya ditentukan oleh banyaknya usia produktif, beberapa syarat terjadinya bonus demografi juga diantaranya adalah kualitas penduduk, tersedianya lapangan kerja yang berkualitas, meningkatnya tabungan keluarga, penggiatan program KB, hingga banyaknya kaum wanita yang terserap dalam pasar kerja. Jika syarat-syarat tersebut tidak dapat terpenuhi maka yang terjadi adalah bom demografi.
Disinilah peran pemuda sebagai pahlawan era generasi milenial dituntut, pemuda milenial harus mampu mempersiapkan diri sebagai manusia berkualitas yang energik dan kreatif dan mampu mengelola potensi bangsa yang telah ada misalnya ketersediaan sumber daya yang melimpah dan kebijakan ekonomi yang bijaksana sebab semakin tinggi kualitas pemuda usia produktif semakin membuka peluang dalam menyambut era ini.
Karena itu, momentum hari Pahlawan yang telah diperingati hari ini seharusnya mampu menyadarkan bangsa, terkhusunya kaum muda untuk bangkit dalam setiap segi kehidupan agar mampu meningkatkan kualitas diri dan kualitas bangsa. Sebab hal ini juga adalah bentuk penghargaan terhadap para pejuang yang telah berkorban untuk kebebasan diatas tanah sendiri hari ini, penghargaan tersebut akan menjadi kekuatan bagi bangsa, seperti yang ditegaskan oleh Proklamator Indonesia, Ir. Soekarno bahwa “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”. Salam
Betul tu saudara.. pahlawan milenial adalah bagaimana kita harus berjuang diatas bumi indonesia raya ini . Ya kita harus punya kreatif dan tantang potensi dan pengalaman yg sekarang kita miliki.. indonesia jaya pahlawan milenial bangkit..