Kemanakah Guru Honorer Harus Mengadu?
(refleksi dari hasil diskusi dalam Grup FB Forum Guru Indonesia)
Pengantar
Diawali postingan seorang anggota Grup FB Forum Guru Indonesia yang meminta agar anggota Grup bertemu dalam rangka hari guru dan hari lahirnya organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia. Beragam tanggapan disampaikan oleh anggota Grup tentang pertemuan itu yang kiranya akan bersifat akbar, dan dapat saja positif maupun kurang tepat.
Saya ikut memberi tanggapan dengan mengusulkan agar sebaiknya ada diskusi dalam jaringan (on line) mengenai satu topik. Setelah beberapa jam, terdapat beberapa anggota grup menyatakan persetujuannya. Lalu saya menulis topik diskusi sebagai berikut: Dalam dua hari terakhir para guru honorer “mengepung” istana negara. Mereka menuntut keadilan bagi mereka untuk mencapai kesejahteraan yang seimbang dengan profesi yang mereka pilih. Mereka bahkan bermalam di sana. Tentu sebagai sesama guru, kita pasti menaruh simpati dan empati. Pemerintah (cq.Presiden dan jajaran Pembantunya) tentu harus dapat memberikan solusi ketika ada “tekanan massa” seperti itu. Sementara pemerintah pun harus berpegang pada peraturan yang berlaku sehingga mereka tidak disemprot wakil rakyat di DPR. Sebagai guru, mari menyongsong hari Guru, HUT PGRI Tahun 2018 dengan berdiskusi secara on line. Mungkin para sahabat bersimpati dan berempati. Berikan pendapat pada misalkan sebagai : 1)Guru honor, 2)wakil rakyat, 3)Pemerintah (mis.Menteri P &K, Menkeu, MenPAN&RB, BKN,) atau hal yang lainnya, sepanjang pendapat itu santun dan bersahabat. Selamat berdiskusi.
Tulisan sebagai topik diskusi itu tertera dalam akun FB Tateut Pah Meto’ seperti ini:
Tanggapan dan Refleksi
Setelah beberapa saat disetujui oleh admin grup untuk boleh terunggah, selanjutnya diskusi dimulai.
Susilawati Susy, anggota FB dalam akun Grup FGI menyampaikan pendapatnya sebagai berikut:
Pemerintah mesti mau membuka dialog dengan perwakilan para aksi.. apa tuntutan para guru diwadahi dulu kemudian membicarakan dan mendiskusikan solusi terbaik dengan anggota DPR. Jangan di biarkan mereka sampai menginap lagi di halaman istana negara. Ingat mereka dedikasi mereka sebagai guru mereka juga memiliki keluarga yang harus mereka tanggung jawab pi kehidupannya. Dengan membiarkan mereka menunggu tanpa kejelasan berhari-hari di sana proses belajar mengajar disekolah yang mereka tinggal kan sangat terganggu.. kasihan juga peserta didik nya di tinggal belum lagi keluarganys. Saya sangat berharap pemerintah dapat memberikan solusi yang terbaik dan juga adil bagi pejuang pendidikan tanah air. Jangan biarkan dedikasi mereka sebatas pahlawan tanpa tanda jasa. _salam dari guru honor_
Tateut Pah Meto’
Menarik. Ini pandangan bijaksana Susilawati Susy Saya suka, dan untuk itu saya berterima kasih. Sahabat FGI mari lanjutkan. Apakah mungkin ada yang berpendapat dari aspek guru honor sendiri? Atau pandangan sebagai orang berempati. Silahkan
Heru Cipto Yuwono
Pemerintah sdh banyak yg memberikan opsi dengan upah UMR, tinggal kita lihat lagi apakah PPPKnya jd ngak, klo melihat dr segi honorer mereka jg orang yg mampu. Klo tidak mampu manamungkin mereka betah menunggu kepastian yang kapan akan terealisasi belum tau.
Memang pak turunan dari peraturan P3K, saya jg belum baca sehingga, secara hukum negara jg belum tau, banyak jg teman yg mengajar d swasta masa kerja puluhan tahun honor jg sama malah sekarang lebih besar dr honorer, tp mereka jg ngak menuntut unt d angkat menjadi pns, yg memang lptk lg booming karena banyak guru yg pensiun, mereka yg muda2 d harapkan mampu menjawab kebutuhan akan informasi dan lebih dlm menunjang globalisasi unt para peserta didik
Tateut Pah Meto’
Menarik pendapat pak Heru Cipto Yuwono. Masalahnya mungkin para honorer belum paham betul apa itu PPPK. Lagi pula P3K itu katanya perjanjian kerja sehingga persepsi yang terbangun ada kemungkinan akan diberhentikan sewaktu-waktu dan mungkin diberi pesangon atau sejenis itu atau apa hampir tidak jelas alias kabur, begitu!? Sementara bila menjadi Guru dengan status PNS, banyak hal yang sifatnya jaminan kesejahteraan itu pasti termasuk jaminan hari tuanyai. Nah, itu yang diharapkan kelak, makanya banyak tenaga honorer betah berlama-lama. Dan lagi banyak LPTK di perguruan tinggi diminati dewasa ini. Terima kasih pak Heru.
M J Gatfan
Rata2 yg demo tu k2 yg blm terangkat di masa pemerintahan sby dl… kl skrg sistem online rata2 mrk terbentur di umur… tdk mgkin ngajar paling muda thn 1januari2005 sekarang usia mrk di bawah 35… makanya mrk mntk jgn lah di batasi umur untuk cpns k2….
Heru Cipto Yuwono
Memang pak turunan dari peraturan P3K, saya jg belum baca sehingga, secara hukum negara jg belum tau, banyak jg teman yg mengajar d swasta masa kerja puluhan tahun honor jg sama malah sekarang lebih besar dr honorer, tp mereka jg ngak menuntut unt d angkat menjadi pns, yg memang lptk lg booming karena banyak guru yg pensiun, mereka yg muda2 d harapkan mampu menjawab kebutuhan akan informasi dan lebih dlm menunjang globalisasi unt para peserta didik
Agung Jueventus Agsa
Diskusi yang sangat menarik…Luaar biasaa… Ya janji pemerintah untuk mengurangi honor slah satunya P3k,kita tunggu saja terbukti apa enggak,karena p3k sudah didengung2 2017 sampai sekarang belum terealisasi,mungkin masih menunggu keputususan sehingga bisa ada dasar hukum yang jelas.
Dahulu zaman era sebelaum ada namanya HONDA…honor daerah yang diangkat bertahap setiap tahun sesuai masa kerja,sebelum masuk honda ada tesnnya juga khusus yang honorer, tanpa koar2. Ya benar pak tateut pah meto asumsi guru honor dengan P3k dikontrak dan sewaktu2 bisa diberhentikan , karen belum jelas peraturan yg sebenarnya… P.Heru yang terhormat bapak menulis seolah2 yang honor orang mampu karen melihat gaji yang kecil mana cukup untuk memenuhi kebutuhan,begitu maksud pak…..koq betah masih honor…bertahun2 untuk menunggu diangkat PNS yang belum tau kepastianya… Kapan2 bapak langsung datang ke lapangan mengecek para honorer antar yg mampu dan pas2 an…. Pengabdian dan dedeikasi sebagai guru untuk mengabdi untuk bangsa dan negara… Mohon maaf bila ada sesuatu yang kurang berkenan.
Salam Indonesia. Salam pendidikan…
Tateut Pah Meto’
Pak Agung Juventus Agsa. Sengaja saya lempar isu ini untuk didiskusikan. Saya ingat seringkali orang memanfaatkan medsos seperti FB hanya untuk sekedar pertemanan biasa dan mungkin curhatan. Maka, saya lempar isu yang sedang trendi yaitu guru honor mohon keadilan lewat pengangkatan mereka sebagai CPNS yang akhirnya akan PNS. Nah, dari sudut pandang berbeda orang boleh menyampaikan pendapat asalkan santun. Pak Agung sudah berpendapat demikian. Saya berterima kasih. Saya juga masih mengharapkan adanya tanggapan dari anggota dalam grup ini yang peduli pendidikan, khususnya bila berempati pada para guru honor. Memang tidak mudah mungkin bagi pemerintah untuk mengangkat guru honor dalam status sebagai CPNS/PNS nanti sebagaimana dijelaskan oleh MenPAN-RB yang kutipannya diuggah oleh Fahmi Yaziddalam media kompas.com. Banyak permasalahan di tangan pemerintah, terutama pada pengangkatan CPNS/PNS karena bukan hanya dunia pendidikan yang butuh tenaga kerja dengan status itu, tetapi seluruh kementerian, lembaga, badan di pusat dan daerah membutuhkan. Sayangnya pemerintah pasti mempunyai pertimbangan tersendiri dari berbagai aspek. Masyarakat awam melihat permasalahan mungkin menggunakna kacamata kuda sehingga lurus saja. Maka, demonstrasi walaupun dimungkinkan dalam negara demokrasi, namun bila guru yang katanya digugu dan ditiru melakukan demonstrasi apalagi sampai tidur di area terbuka, rasanya keteladanan menjadi barang rongsokan? Akh… Ayo pak Agung, bagaimana?
Fahmi Yazid anggota Grup memberikan menanggapi dengan memberikan tautan, https://nasional.kompas.com/read/2018/11/02/18073531/menpan-rb-sebut-masalah-sudah-selesai-1,1-juta-honorer-jadi-pns-pada-2014 . Petikan berita menurut tautan ini sebagai berikut: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin menyebutkan, secara hukum permasalahan tenaga honorer sudah selesai pada 2014, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2012. Di pengujung era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono itu, pemerintah mengangkat lebih dari 900.000 tenaga honorer kategori (THK) 1 dan sekitar 200.000 tenaga honorer kategori 2 menjadi PNS. “Jadi apabila rujukannya hukum, karena kita adalah negara hukum, maka permasalahan honorer seharusnya sudah selesai tahun 2014. Seiring dengan diangkatnya kurang lebih 1,1 juta THK 1 dan THK 2 menjadi PNS,” kata Syafruddin.
Pada saat yang bersamaaan dalam grup FB Ikatan Guru Indonesia (IGI) topik yang sama didiskusikan oleh para anggotanya. Saya baru menjadi anggota dari Grup FB IGI ini. Saya tidak segera masuk untuk menjadi bagian dari diskusi itu. Saya mengikuti saja pandangan para peserta diskusi.
Diskusi-diskusi menarik lewat media sosial ini positif. Sayangnya setiap solusi di dalam diskusi tidak akan langsung menjadi solusi bagi pemerintah sebagai pengambil keputusan. Diskusi seperti itu hanyalah suatu cara penyaluran ide dan opini. Lalu pertanyaannya akan kembali ke judul: Kemanakah Guru Honorer Harus Mengadu?
Guru honorer. Permasalahan klasik di dalam NKRI tercinta ini. Setiap lulusan LPTK hendak dapat dipastikan akan mau menjadi guru dan terlebih guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mengapa? Dari percakapan dengan beberapa teman guru honorer di sekolah dan sekolah tetangga, mereka menyatakan, jaminan hari tua itulah yang mereka harapkan.
Akh ….
Jika jaminan hari tua (gaji pensiun yang akan dinikmati) menjadi incaran, mengapa tidak menciptakan pekerjaan dan menabung di bank yang menawarkan tabungan hari tua? Mengapa tidak bekerja mandiri agar sehingga secara bebas mengatur diri dan bila usaha mandiri itu berbadan hukum pasti mempunyai “anak buah” dan mereka pun akan menikmati jaminan hari tua yang anda sediakan?
Sekali lagi, akh…
Menjadi PNS sesungguhnya sama dengan menjadi karyawan pada perusahaan. Aturan kepegawaian mirip. Aturan penggajian mirip. Beda mungkin pada jaminan hari tua. Berasuransi pun sesungguhnya dapat menjadi solusi atas jaminan hari tua, jika itu yang diharapkan. Pengabdian sebagai PNS sama dengan pengabdian sebagai karyawan perusahaan, atau BUMN, BUMD. Lebih “terhormat” dan mungkin lebih berbangga jika mempunyai usaha mandiri yang memungkinkan pengembangannya tanpa harus menunggu pengaruh bla bla bla… . Memang, usaha mandiri masih ada yang memberi pengaruh padanya. Misalkan kebijakan pemerintah daerah, dan lain-lain. Usaha mandiri dapat saja mandeg hingga mati. Tapi, tengoklah mereka yang dengan berani tegak kepala atas usaha mandirinya.
Maka, para guru honorer, jika hari ini anda harus berdemo demi mendapatkan status PNS, bukankah sebaiknya berusaha secara mandiri? Jika anda mengatakan, ini pengabdian, mengabdilah tanpa “tuntutan berlebihan” karena jasamu tiada tara. Jasamu tetap dipertimbangkan dan diperhitungkan oleh mereka yang pernah bersentuhan denganmu.