Amarasi-infontt.com,– Tahun ini Indonesia tepat 72 tahun merdeka. Dimana jasa perjuangan para pahlawan untuk mengusir penjajah sudah semestinya diapresiasi dan dikenang oleh masyarakat Indonesia. Nah, untuk menambah pengetahuan dan mengingatkan kembali proses sejarah perjuangan bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor dalam momentum hari raya kemerdekaan ini, Relawan Melki Laka Lena atau biasa dikenal dengan Relawan MLL melakukan wawancara khusus dengan mantan Fetor (Uistua Oekabiti), Yakob Natu Abineno, Rabu (16/8/2017).
Terlepas dari statusnya sebagai orang tua, Yakob Natu Abineno juga sangat
Simpati terhadap Melki Laka Lena, ini dikarenakan gagasan dan pemikiran dari Melki Laka Lena yang luar biasa. Yakob Natu Abineno sendiri lahir pada tanggal 6 September 1936 dan pernah bertugas sebagai tentara di Singaraja Bali tahun 1960 sampai 1965.
Dalam diskusi ini, Yakob Natu Abineno menjelaskan bahwa dirinya hanya mengabdi sebagai tentara selama lima tahun dan meminta berhenti dari dinas karena ingin membangun daerahnya sendiri. Dengan sebuah motivasi yang mulia pada tahun 1967 dimana bangsa Indonesia sudah merdeka 22 tahun lamanya.
“Waktu itu Indonesia sudah merdeka selama 22 tahun, tetapi saya masih harus berjalan kaki sejauh 15 kilometer untuk bisa mendapatkan tumpangan atau truk agar bisa menuju Kupang dan karena sangat sulit saat itu, maka saya ingin kembali ke sini (Oekabiti) agar bisa merubah wajah daerah saya, karena di Bali pada saat itu sudah seramai Oesao ( daerah di Kupang Timur) sekarang. Waktu itu saya sudah berpikir bahwa daerah lain bisa, sedangkan daerah saya belum bisa,” cerita Yakob Natu Abineno.
Relawan MML kembali menanyakan terkait status dirinya sebagai Fetor, apakah diangkat atau ditunjuk pada saat itu? Ia mengatakan bahwa pada saat itu dirinya tidak ditunjuk tetapi lewat pemilihan, dan yang melakukan pemilihan yakni pemegang hak suara saat itu yaitu para Temukung.
“Saya yang terpilih dari antara anak anak Fetor tua (saat itu anak anak bangsawan) dan karena Indonesia sudah merdeka dan aturan Desentralisasi maka saya dilantik sebagai Fetor oleh Bupati Kupang saat itu bapak W. C. H. Oematan,”ungkapnya.
Setelah dirinya dilantik sebagai Fetor, banyak program ungulan yang harus dikerjakan. Menurutnya, karena kefetoran Oekabiti bagian dari kerajaan (pah) Amarasi saat itu, maka dirinya bertemu dengan Uispah (Raja) di Baun yakni Viktor H.R. Koroh untuk menyampaikan rencana dan gagasan yang ia akan buat di kefetoran Oekabiti, yaitu membuka jalan-jalan raya untuk menghubungkan daerah-daerah ketemukungan bisa terisolasi. Karena tidak adanya jalan untuk menghubungkan antar satu daerah ketemukungan dengan ketemukungan lainnya (saat itu hanya jalan setapak).
“Dari pertemuan saya dengan Uispah mendapatkan hasil yang maksimal yakni Uispah sangat setuju dan Uispah juga langsung mengundang dua orang Fetor lainnya yaitu Fetor Buraen dan Fetor Baun untuk melangsungkan rapat serta memutuskan berbagai program,” jelas Yakob Natu Abineno.
Dari pertemuan tersebut, Uispah dan tiga Fetor memutuskan untuk mengutamakan program pembentukan desa konsentrasi di wilayah Amarasi keselurahan yakni 27 temukung di oekabiti, 28 di Baun, 15 di Buraen, lalu mengabungkan beberapa temukung menjadi Desa yang dikenal dengan nama Desa gaya baru.
Selanjutnya, dari 27 Temukung menjadi 24 desa dengan tiga program ungulan, yakni kerja kerajaan, kerja wilayah, kerja desa yaitu membuka jalan sebanyak-banyaknya dan memindahkan semua perkampungan untuk membuat atau membentuk satu desa devinitif.
“Berbagai program dan pekerjaan tersebut dikerjakan oleh masyarakat dan itu swadaya murni tidak ada biaya dari mana-mana, karena saat itu masyarakat tahu dan percaya pemimpinnya, serta yang harus diketahui bersama bahwa kami memimpin dengan kekerabatan,” kata Yakob Natu Abineno sembari tersenyum.
Ditanyai relawan mengenai kepatuhan masyarakat waktu itu terhadap pemimpinnya, Yakob mengatakan bahwa tidak terlalu terlihat bagi yang tidak patuh karena cara memimpin yang mereka gunakan mengunakan metode yang sederhana. “Salah satu caranya, kami membuat kalender musim dengan keberpihakan pada masyarakat kami,” ujarnya.
Terkait kendala waktu membangun jalan dan pembebasan lahan, Yakob menjelaskan jika hal tersebut adalah
kelebihan pemimpin-pemimpin dulu, musyawarah mufakat dan juga adanya pembentukan kegiatan yang sangat disukai serta dibutuhkan oleh rakyat sehingga rakyat tidak sulit diajak untuk r kerja.
Ditambahkannya, volume jalan yang di kerjakan saat itu kurang lebih 200 kilometer dan menghubungkan tiga kefetoran (24 desa). Dan ketika program ini berhasil maka rayat tidak susah, rakyat pun bisa berkomonikasi dengan orang di luar daerahnya, rakyat bisa berjualan ke pasar di kota,l serta rakyat bisa sejahtera karena pemimpinnya peduli.
“Harus diingat pula bahwa saat itu tidak ada anggaran, tidak ada ADD, APBD yang tersedia, namun kita sudah selangkah lebih maju dari daerah lain, dan juga sektor peternakan kami sudah terapkan sistim paronisasi sapi pada tahun 1969,”ungkapnya.
Diakhir wawancara dan diskusi singkat tersebut, Yakob Natu Abineno memberikan pesan bagi generasi masa kini yang sudah merdeka 72 tahun dan juga bertepatan dengan tahun politik di NTT, yakni pilihlah pemimpin yang selalu mendengar suara rakyat, pilihlah pemimpin yang tidak ada jarak dengan rakyatnya, pilihlah pemimpin yang mau menderita dengan rakyatnya.
“Hormatilah pemimpin mu dan pemuda harus bisa berkarya untuk daerah dan negara,” pungkas mantan Fetor dan Uistua Oekabiti ini.
Sumber: Relawan MLL