Pengaruh Bahasa di Dunia Maya dan Jejaring Sosial bagi Dunia Pendidikan

 

 

Bacaan Lainnya

 

 

 

Oleh  Naranto Makan Malay,S.Pd.,M.Hum.

Staf dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia di FKIP Undana

 Apakah Bahasa di dunia maya itu sebenarnya ancaman atau peluang? Makin banyak pengguna media sosial yang bergentayangan di dunia maya semakin meramaikan khasanah bahasa Indonesia. Tentu saja, segala rupa bahasa. Mulai dari bahasa yang lembut hingga yang sarkasme, dari bahasa yang lugas hingga ambigu, bahkan dari bahasa kesenangan hingga kebencian. Bahasa dunia maya makin menjadi-jadi. Apalagi diwarnai bahasa alay yang kadang lebay.

Contohnya:

Aluww c3M3ntz cEmMeNtzz, mEtzz c1aNkz?? bUol3Hh kEn4Lanzt guGs? K4lEantdz t4uw gUgs cI3hh hRi N3cCh tUch 4ckUhH G4lwW bU4ngEttzz …Bahasa alay, bahasa pada jejaring sosial semakin berlimpah.

 

Tidak ada yang dapat menyangkal, bahasa memiliki peran yang sangat penting. Bahasa menjadi alat yang paling efektif dalam setiap aktivitas komunikasi.Setiap manusia memerlukan bahasa agar dapat menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya. Dalam pemakaiannya, bahasa menjadi sangat beragam. Keragaman bahasa sangat bergantung pada kebutuhan dan tujuan komunikasi. Bahasa, baik lisan maupun tulisan adalah ekspresi atas apa yang dirasakan, dialami pemakainya.

Seiring majunya peradaban manusia di permukaan bumi ini, termasuk di Indonesia, banyak cara yang dipilih pemakai bahasa dalam berkomunikasi. Bahkan pilihan cara komunikasi tidak hanya makin beragam tapi juga semakin canggih. Salah satu fenomena komunikasi yang paling pesat saat ini adalah penggunaan bahasa yang didukung oleh perangkat teknologi mutakhir, khususnya bahasa yang digunakan pada dunia maya dan jejaring sosial, seperti internet, facebook, twitter, chatting, email, sms, WhatsApp dan sebagainya.

Penggunaan bahasa di dunia maya dan jejaring sosial inilah yang patut mendapat perhatian para praktisi dan pemerhati bahasa. Apalagi di tengah kemunculan fenomena “bahasa alay” yang makin merasuk di kalangan remaja. Dukungan kecanggihan teknologi telah menjadikan bahasa dalam segala bentuknya mengalami kemajuan varian yang sangat pesat. Bagaimana tidak? Fakta bahwa pengguna internet di Indonesia hingga tahun 2015 ini telah mencapai 80 juta orang atau naik 300% dalam 5 tahun terakhir. Bahkan hingga tahun 2017, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 132,7 juta orang. Bahkan  60 juta orang diantaranya, meng-akses internet secara mobile. Hal ini menjadi tanda tingkat produktivitas pemakaian bahasa yang luar biasa. Di sisi lain,data Kominfo April 2017 menyebutkan jumlah pengguna jejaring sosial di Indonesia juga sangat besar. Setidaknya tercatat pengguna Facebook di tahun 2017 sudah mencapai 80 juta orang. Belum lagi para pengguna media sosial lainnya, pasti terus bertambah pesat dari waktu ke waktu. Kondisi ini bertolak belakang dengan realitas adanya 15 bahasa daerah yang sudah punah dan 139 bahasa daerah yang terancam punah dari sekitar 726 bahasa daerah yang ada di Indonesia.

Perkembangan teknologi begitu cepat dan dahsyat, manusia selalu mencari cara berkomunikasi yang cepat, murah dan praktis. Hanya dalam hitungan detik, kita dapat terhubung ke seluruh penjuru dunia tanpa batas ruang dan waktu. Inilah yang dinamakan dunia maya. Kita dapat dengan mudah beranjang sana kapanpun, dimanapun dan kepada siapapun asalkan memiliki dukungan teknologiyang dibutuhkan dan terkoneksi ke berbagai penjuru dunia tersebut. Jika saja teknologi mampu “bergerak cepat”, bagaimana bahasa mengantisipasinya?

Berlatar pada kondisi itulah, kita perlu berdiskusi dan menentukan sikap terhadap fenomena bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial yang semakin mengglobal. Bagaimana kita memandang bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial; ancaman atau peluang?

Bahasa Indonesia adalah salah satu aset penting bangsa Indonesia.Kenapa? Karena Bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa resmi yang membantu berbagai suku di Indonesia untuk berkomunikasi secara baik (Mustakim, 1994 : 2). Namun Bahasa Indonesia hari ini menghadapi tantangan yang berat seiring intervensi dan realitas penggunaan bahasa pada dunia maya atau jejaring sosial yang bertolak belakang dengan prinsip penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Apalagi bahasa pada dunia maya atau jejaring sosial semakin mendapat tempat di kalangan anak muda. Sebut saja, fenomena “bahasa alay” yangbenar-benar sudah menjadi bahasa favorit mereka daripada Bahasa Indonesia itu sendiri. Hal ini terjadi karena anak muda sekarang membutuhkan pengakuan akan eksistensi mereka. Mereka hampir tidak punya ruang untuk mewujudkan eksistensi mereka.Jadi,anak muda yang tidak memakai bahasa alay maka tidak disebut anak gaul, dan status sosial seseoranglah yang paling mempengaruhi penggunaan bahasa itu sendiri (Meyerhofff, 2006:108).

Mari kita simak salah satu contoh “bahasa alay”dalam status Facebook seorang anak muda:

  • haii, namaq aiiu (Ayu), quwtinggal dii dkeeet mumphunk (mampang) quw niie tmenndna kakag kaoo sii mhilaa, lam knall ya, oiyawh, aq single lowh. kaloo kmuu minadd maoo xmxx aq, xmx quuw jaa dii 0816xxxxxx, quwwtunggu yaachh !! aiiu-chann. XoXoo !
  • beiibbhskuw chayaanx!kuuw chaiang kalii ma kmuuwh, cnenxz beuudh niiy arii bsaa ktmuuw kmuwhh!!!!cmogaaa qtaa bsaaslamanaaablsamaaa…..nathaacwamiikuwww-loubhechaaaduuds..20072009tilltheendophtaimm..lophelophe phorepherr.

 

Sungguh tidak mudah untuk memahami bahasa di atas. Namun apabila dikaji, tampak sudah ada kesepahaman dalam penggunaan kombinasi huruf dan angka untuk merujuk pada kata tertentu yang dimaksudkan. Tentu, kesepahaman ini tidak membutuhkan “Kongres Bahasa Alay” tetapi cukup dengan saling belajar dan meniru melalui sms dan media sosial lainnya.

Kita juga patut bersyukur generasi alay ini belum muncul saat perumusan Sumpah Pemuda tahun 1928. Bayangkan, jika generasi alay diberi mandat membuat teks Sumpah Pemuda maka kalimat-kalimat yang dihasilkan seperti berikut ini:

Smph PMd4K54tu:kaM1p03tR4d4n p03tr11ndn35i4m3n64qubrt0mP4H d4Rh j4N6 54t03, t4n4h A1r 1ndn35i4Kdw4:kaM1p03tR4 d4n p03tr1 1ndon35i4m3n64qubrBngs4j4ng54t03 B4n6541ndn35i4KTi64:kaM1p03tR4 d4n p03tr1 1ndon35i4 m3n64qu m3njUnj0En6 b4h454 pr54tU4nb4h45a1ndon35i4

Hal yang menarik dari fenomena “bahasa alay” adalahsalah satu lembaga survey besar diIndonesia menyatakan bahwa penggunaan “bahasa alay” dalam marketing produk, membuat para remaja tertantang untuk membacanya dan 83% dari mereka akhirnya tertarik dan memutuskan untuk membelinya! Promosi memakai bahasa alay = kenaikan penjualan, sungguh dampak yang luar biasa!Ciyusss?Enelan …..Miapah, begitulah kata-kata bahasa dunia maya dan jejaring sosial yangsedang menjadi tren saat ini.Ada yang benar-benar benci dengan bahasa tersebut, ada yang apatis, ada yang senang-senang saja.

Bahasa dunia maya dan jejaring sosial

Satu hal yang pasti dalam bahasa dunia maya dan jejaring sosial adalah adanya peralihan dari komunikasi lisan menjadi komunikasi tulisan.Hal ini terjadi karena dilakukan melalui internet.Cara berkomunikasi ini yang mendorong terjadinya eksplorasi untuk memperkaya bahasa tulis yang dipakai, termasuk penggunaan emotikon sebagai simbol ekspresi tertentu.Dari segi sifatnya, bahasa dunia maya biasanya terjadi pada pemakai bahasa yang sudah saling kenal, meskipun berada di ruang publik. Penggunaan singkatan-singkatan yang umum,seperti km dan u untuk ’kamu’ atau ’Anda’; thx atau tks untuk ’terima kasih’; gpp untuk ’tidak apa-apa’; ce untuk ’cewek’; co untuk ’cowok’,menjadi contoh adanya konsensus atau kedekatan emosional di antara pemakainya.

Bahasa dunia maya dan jejaring sosial telah menjadi realitas. Dalam konteks berbahasa, kita hanya perlu mencermati beberapa ciri bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial, antara lain:

1.Adanya sisipan istilah atau kosakata bahasa Inggris yang digunakan dalam konstruksi kalimat bahasa Indonesia, seperti:install, blogging, googling, dan sebagainya).

2.Adanya singkatan pada sebagian besar konstruksi kalimat yang digunakan, seperti: met pagi, pa kbr?

3.Kalimat yang digunakan relatif lebih singkat dan cenderung tidak lengkap.

4.Dihiasi dengan beragam bentuk emotikon sebagai simbol ekspresi wajah,di samping untuk menghadirkan nuansa emosi dalam komunikasi tulisan.

5.Disisipi dengan kosakata khas penyedia layanan tertentu di internet, seperti facebook, Google, Yahoo!, friendster, Wikipedia, dan lain-lain.

6.Tulisan mencampuradukan huruf besar,huruf kecil,angka,danemotikon.

7.Tulisan sering ditambahkan huruf yangtidak perlu dan tidak penting.

8.Tidak ada pola baku yang diterapkan dalam penulisan bahasa dunia maya dan jejaring sosial.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, bahasa dunia maya dan jejaring sosial dalam bentuk kosa kata, ejaan, atau singkatan pada dasarnya dapat dengan mudah dikreasikan oleh siapapun.Bahasa “gaya maya dan alay”telah menjadi bahasa pemersatu pergaulan kalangan anak muda dan remaja saat ini.Karena sifatnya yang santai, bahasa dunia maya dan jejarimg sosial perlu dikawal agar tidak merambah ke aktivitas komunikasi dan berbahasa yang bersifat formal. Inilah sikap penting yang harus dijunjung setiap pemakai bahasa.

Dalam dunia pendidikan khususnya bahasa hukum  juga ada tata cara pengaturan penyalagunaan media sosial berupa facebook,twitter,WhatsApp  yang digunakan untuk menghina,mefitnah dan mencemarkan nama baik seseorang dalam jejaring sosial. Ini tampak berimplementasi pada konsekuensi hukum yaitu termuat dalam suatu  dasar hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar laporan yaitu pencemaran nama baik berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dan penghinaan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang pada prinsipnya dapat digabungkan.

Pencemaran Nama Baik Berdasarkan UU ITE

Dalam UU ITE, pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1), yang masing-masing dikutip sebagai sebagai berikut :

Pasal 27 ayat (3):

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

 

Pasal 45 ayat (1):

“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

 

Sehingga, dari ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut di atas, pencemaran nama baik dengan cara menduplikat account (akun) facebook memenuhi unsur “membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik”, sehingga termasuk perbuatan pidana.

Kebiasaan yang terjadi dalam kasus-kasus penyalahgunaan jejaring sosial yang digunakan untuk menghina,memfitnah dan mencermarkan nama baik seseorang biasanya akan ditangani oleh saksi ahli bahasa yang ditunjuk oleh pengadilan yang mengatur perkara itu.Secara keabsahaannya akan ditunjuk saksi ahli bahasa dari salah satu universitas negeri di wilayah terjadinya perkara itu. Di wilayah NTT biasanya ditunjuk saksi ahli bahasa dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Nusa Cendana. Berikut ini bisa dilihat Contoh kasus penyalahgunaan jejaring sosial:

 

  1.    2.

Inilah bukti agar kita pengguna jejaring sosial harus tahu menggunakan bahasa sebaik mungkin agar tidak menyinggung dan menyakiti sesorang atau menciderai martabat jadi diri bangsa kita yaitu bahasa Indonesia.

SIMPULAN

Jadi, bahasa dunia maya dan jejaring sosial akan menjadi ancaman apabila penggunaannya yang marak mulai merambah pada aktivitas berbahasa formal, baik lisan maupun tulisan. Selain itu, kita juga harus mencermati pergerakan bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial pada akhirnya memiliki “nilai ekonomi” yang semakin tinggi atau tidak? Karena bahasa yang memiliki “nilai ekonomi tinggi” biasanya langgeng dan tidak bersifat sesaat sehingga mampu menggeser keberadaan bahasa utama atau formal.

Di sisi lain, fenomena bahasa pada dunia maya dan jejaring sosial dapat memberi peluang kepada Bahasa Indonesia untuk semakin menegaskan posisinya sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan. Setiap pemakai Bahasa Indonesia menjadi “hati-hati” terhadap perkembangan varian bahasa yang berkembang di masyarakat. Kita menjadi semakin “peduli” terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan benar setelah munculnya fenomena bahasa dunia maya dan jejaring sosial.

Setiap pemakai Bahasa Indonesia menjadi “hati-hati” terhadap perkembangan varian bahasa yang berkembang di masyarakat, di samping harus semakin “peduli” terhadap Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Setiap pemakai Bahasa Indonesia harus aktif dalam menggunakan Bahasa Indonesia dan tidak menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sarkasme terhadap generasi muda dan remaja. Karena bahasa adalah ungkapan kelembutan, bukan ujaran kebencian. Maka BIJAKLAH dalam BERBAHASA di DUNIA MAYA  dan di JEJARING SOSIAL. Sekarang dan seterusnya …..  TUHAN MEMBERKATI .

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

  1. Luar biasa tulisan ini. Ini langkah yang patut diteruskan, hasil penelitian rintisan yang menantang untuk dikembangkan dan didalami lagi. Mari, sebagai peneliti bahasa dan pencinta bahasa Indonesia, kita kejar terus perkembangan bahasa di dunia maya yang perlu disingkapkan sebagai sumbangan pengetahuan, khususnya bagi linguistik di Indonesia. Sekali lagi, salut atas hasil karya ini.