Pak, beta bisa minta buku cerita, ko?
Kalimat pada judul tulisan di atas diucapkan seorang siswa Kelas VI di Sekolah Dasar Inpres Buraen, Amarasi Selatan. Kepala sekolah agak bingung mau memberikan buku cerita apa? Sekolah ini belum mempunyai perpustakaan sehingga, siswa kekurangan bahan bacaan. Jadi, bila ada permintaan seperti itu pada kepala sekolahnya, artinya itu sesuatu yang wajar.
Awal kisah
Ketika terjadi pergantian Kepala Sekolah, banyak hal yang mesti mendapat perhatian kepala sekolah pengganti. Kepala sekolah terdahulu meninggalkan pesan dan tugas-tugas yang belum diselesaikan. Pesan dan tugas-tugas itu seperti:
- rencana anggaran belanja sekolah
- proses belajar-mengajar yang makin kompleks sesuai tuntutan kurikulum yang belum stabil (antara KTSP dan K-13) yang dijalankan.
- berkurangnya jumlah siswa dari tahun ke tahun, sementara di sekolah lain ada penumpukan siswa,
- komunikasi dengan pemangku kepentingan di sekitar, terutama komite sekolah,
- genjot prestasi lebih tinggi
- dan sejumlah persoalan lain yang melilit upaya meningkatkan kualitas siswa sekolah dasar ketika dinyatakan lulus nanti.
Sikap kepala sekolah baru tidak harus revolusioner, juga tidak harus tergesa-gesa melakukan perubahan. Langkahnya menurut saya, slow but exactly.
- kumpul dan pemetaan masalah
- prioritaskan implementasinya dengan memperhatikan kondisi-kondisi tertentu yang mendukung maupun menghambat, serta tentukan solusi yang tepat.
- Beri reward dan punishment yang tepat.
Sebagai kepala sekolah baru permasalahan yang saya dapati di sekolah saya salah satunya adalah, banyaknya siswa kelas III, IV, V, dan VI yang ketrampilan membacanya belum optimal. Oleh karena itu patut dibuatkan tindakan yang tepat pada permasalahan ini sebagai prioritas. Mengapa? Membaca merupakan salah satu ketrampilan mendasar (basic skill) yang harus dimiliki oleh siswa sekolah dasar.
Inilah awal kisah mengapa, anak-anak di Buraen-Suit memberanikan diri menghadap Kepala Sekolahnya dan dalam kepolosan memohon dengan sangat agar kepada mereka diberikan buku untuk dibaca.
Trik Pengembangan
Beberapa trik pengembangan dilakukan di SD Inpres Buraen.
- Setiap hari Senin, siswa Kelas VI diwajibkan menulis kembali amanat pembina upacara. Hal ini dilakukan sebagai upaya melatih siswa pada aspek pendengaran (ingatan), pemahaman, yang dituangkan dengan cara berbeda tetapi substansinya tetap. Beberapa tulisan kemudian ditampilan kembali sebagai bahan bacaan mereka sendiri.
- Guru membuat pamflet seperti koran sekolah. Sejauh ini belum banyak edisinya. Koran sekolah itu dikerjakan secara manual di sekolah dengan printer yang tersedia. Seratusan lembar dibagikan kepada mereka untuk dibaca baik di sekolah maupun di rumah.
- Guru membuat buku cerita bergambar.
Respon Siswa
Para siswa antusias mengikuti program yang dicanangkan kepala sekolah yaitu membaca-menulis; menulis-membaca. Makin banyak siswa mendorong dirinya sendiri untuk tahu membaca, tahu menulis (menuangkan ide) di atas kertas.
Salah satu contohnya seperti yang terjadi pada case siswa minta buku di atas. Setelah membaca buku yang diberikan oleh kepala sekolah, ia meletakkan kembali buku itu di meja kepala sekolah. Ia tidak lupa menyampaikan terima kasih dengan tulisan, “Pak kepala, makasih banyak atas bukunya pak.”
Sebagai kepala sekolah saya meminta agar ia menulis kembali beberapa hal yang sempat ia baca dari buku yang ia pinjam. Buku yang diberikan itu pun sesungguhnya buku referensi untuk orang dewasa. Keterbatasan sekolah ini menyebabkan sebagai kepala sekolah terpaksa memberikan buku itu.
Siswa tadi menyanggupi untuk menulis kembali dalam secarik kertas apa yang telah dibacanya. Dan, ia pun menyerahkan tulisan itu satu jam setelah permintaan kepala sekolah.
Simpulan
Membaca dan menulis dua ketrampilan dasar. Menulis secara kasat mata artinya membuat lambang bunyi menjadi lambang yang dapat dilihat. Menulis dalam pengertian lain, yaitu menuangkan gagasan, tanggapan, opini sendiri ke dalam tulisan.
Siswa sekolah dasar pun dapat melakukannya sepanjang guru mau memotivasi siswa. Lalu guru sendiri mesti bisa menulis. Jika guru hanya bisa memotivasi tanpa bisa menunjukkan hasil menulis maka tentu akan sia-sia belaka. Bukankah patron siswa adalah guru?
By: Heronimus Bani