Masih adakah Kontroversi UN?
Mula kata
Ujian Nasional dengan nama apapun yang telah mengalami evolusi pada namanya (https://rahmankurniawan.wordpress.com/). Esensinya adalah melakukan evaluasi untuk mengetahui pencapaian kompetensi yang distandarkan secara nasional dan menentukan kelulusan. Pada dua tahun terakhir ini, UN dilakukan untuk pemetaan kualitas lulusan di berbagai daerah di Indonesia. Sekalipun terasa masih ada kontroversi dengan sejumlah alasan yang melatari kebijakan ini, tokh, UN tetap eksis.
Bahkan ketika UN diselenggarakan dengan dua versi: konvensional dan berbasis komputer pun masih terdapat polemik di dalamnya. Agung Alone dalam blog kompasiana menulis artikel tentang kontroversi UN berbasis komputer (http://www.kompasiana.com/margiyantoro/pro-dan-kontra-un-berbasis-komputer)
Kontroversi UN = Mengambangkan UN
Kontroversi penyelenggaraan UN nampaknya sedang “tiarap” pada tahun pelajaran 2016/2017 ini. Mereka yang pro penghapusan UN kurang terdengar suaranya. Begitu pula dengan mereka yang pro eksistensi UN.
Seorang kompasianer, Johny Hutahaean (http://www.kompasiana.com/) mengatakan bahwa kelompok yang pro penghapusan UN sangat kecil jumlahnya. Mereka mengacu kepada negara Finlandia yang meniadakan UN tetapi kualitas out put negara itu dijadikan contoh banyak negara.
Berkiblat ke negara-negara yang telah maju dalam pengelolaan pendidikannya, tentu bukan sesuatu yang tabu. Kebijakan penggantian/perubahan kurikulum yang hampir selalu dilakukan menyebabkan sekolah-sekolah swasta berkiblat ke negara lain yang dianggap lebih maju. KTSP adalah “senjata” terbaik yang dimiliki sekolah swasta untuk maksud itu. (ini butuh penelitian lanjutan Lalu, lahirlah sekolah-sekolah swasta favorit. Sekolah swasta favorit itu katanya tetap mendudukkan Kurikulum di atas fondasi kebudayaan Nasional, tetapi ada muatan lain.
Ketika menghadapi UN, terjadi perbedaan pandangan, itu faktor penyebabnya seperti kurikulum dan isiannya yang berbeda. Selain, ketakutan para pihak di sekolah karena kualitas guru, kualitas PBM dan lain-lain yang menjadi problem tetap di sekolah.
Oleh karena itu, orang akan terus mengumandangkan polemik tentang UN. Pemerintah akan terus melaju dalam pelaksanaan UN, tentu sambil memasang telinga pada kritik konstruktif. Pada akhirnya yang menjadi korban atas kontroversi UN adalah para siswa.
Akhir kata
Pemerintah tidak berpangku tangan dan jajaran, para pakar pendidikan pasti terus melakukan berbagai studi untuk penyempurnaan. Harapannya, semoga tidak ada lagi perubahan ketika berganti rezim.