Di Kotaraja Kolana Leri Yesus Berbahasa Wersing
Sabtu, 9 Desember 2017 penulis berada di Kotaraja Kolana, Alor Timur. Di bibir pantai Gedung Gereja Pniel Kolana berdiri. Di sana patung Leri Yesus berdiri menggendong seorang anak dengan tangan kirinya. Tangan kanannya memegang obor. Pakaian yang dikenakannya khas orang Kolana, Alor Timur.
Di dalam gedung gereja ada sebagian ornament yang nuansanya sangat kontekstual. Mimbar terbuat dari kayu yang dibentuk sedemikian rupa sehingga nampak sebagai moko. Kain-kain tenunan berwarna ungu dengan motif khas Alor Timur (Kotaraja Kolana).
Sesuatu yang lebih menarik. Di belakang mimbar terpampang lukisan Leri Yesus duduk bercerita dengan anak-anak Kolana. Ini simbol Leri Yesus sahabat anak-anak. Leri Yesus mengenakan pakaian khas Alor Timur (Kotaraja Kolana). Latar belakang Bukit (gunung) babi dan laut dimana ada nampak di kejauhan perahu sedang berlayar menuju kotaraja Kolana. Lukisan itu dibuat pada tahun 2008 oleh seseorang bernama Markus.
Lukisan berukuran kurang lebih 2 m x 2 m itu sangat-sangat kontekstual. Lukisan itu menggambarkan Leri Yesus sebagai Raja Diraja Kolana yang sangat mencintai anak-anak. Ia rela menjadi sahabat anak-anak Kotaraja Kolana yang bermain di pantai dan di hutan, di lereng-lereng bukit, bahkan di puncak bukit berhutan lebat ditemani binatan-binatang liar.
Sampai di sini penulis merenung. Apakah Leri Yesus berbicara dalam Bahasa daerah setempat bersama anak-anak itu yang adalah sahabat-sahabatnya? Jawabannya, ya! Leri Yesus menggunakan Bahasa daerah. Bahasa yang mudah diterima oleh semua orang di Alor Timur. Bahasa yang digunakan Leri Yesus adalah Bahasa Wersing.
Jauh sebelum Injil Markus diterjemahkan ke dalam Bahasa Wersing, Leri Yesus telah berkomunikasi dalam Bahasa itu dengan mereka. Sayangnya, mereka masih anak-anak. Mereka belum sadar bahwa Bahasa yang Leri Yesus pakai itu adalah Bahasa hati mereka. Bahasa yang komunikatif yang luwes dan akrab.
Ketidaksadaran itu menyebabkan mereka hanya termangu, bingung bin bengong. Dalam kebingungan dan kebengongan itu mereka menunjukkan sikap berbangga bahwa Leri Yesus bisa menggunakan Bahasa mereka dalam pergaulan, sedangkan mereka menggunakan Bahasa lain untuk berkomunikasi dengan Leri Yesus.
Hari Minggu, 10 Desember 2017, Injil Markus dalam Bahasa Wersing diluncurkan di Kotaraja Kolana. Bagian dari bacaan Firman Tuhan yang dibaca menggunakan Bahasa Wersing. Lagu-lagu yang dinyanyikan pun dalam Bahasa Wersing. Khotbah yang disampaikan oleh Pdt. Marthen Mongitu, S.Th dalam Bahasa Wersing.
Di salah satu sudut bangunan gereja, Leri Yesus duduk di sana. Ia tersenyum gembira. Sepanjang kebaktian ia terus tersenyum. Ia memandang sekeliling di dalam gedung kebaktian, ternyata semua orang Alor Timur yang hadir, khususnya yang ada di dalam Kotaraja Kolana bersemangat menerima kata dan kalimat yang diucapkan hamba dari Leri Yesus. Kata dan kalimat itu seluruhnya dalam Bahasa Wersing. Leri Yesus senang. Bahasa yang dulu ia pakai berkomunikasi dengan orang Alor Timur di Kotaraja Kolana telah disadari sebagai Bahasa mereka sendiri, milik pusaka mereka yang mencirikan diri mereka.
Berbilang ratusan tahun sudah bahasa dipakai masyarakat dan umat tetapi mereka tidak menggunakannya dalam situasi semi formal dan formal. Hal ini menyebabkan Bahasa itu hampir punah. Bahkan ketika Injil masuk ke Kotaraja Kolana pada 1911. Lebih dari seratus enam tahun yang lalu Leri Yesus ada di Kotaraja Kolana melalui hamba-hambanya, ia telah menitipkan kata dan kalimat berbahasa Wersing. Namun, keengganan merekalah yang menyebabkan masyarakat dan umat di Kotaraja Kolana berbahasa lain sampai dengan tahun 2017 ini.
Kini, dengan adanya Injil Markus dalam Bahasa Wersing, ada harapan dan semangat untuk menggunakan Bahasa Wersing dalam lingkungan pergaulan informal, semi formal bahkan dalam kehidupan pelayanan gerejawi dan Bahasa Wersing telah “naik kelas” sejajar dengan Bahasa lainnya di dunia. Bahasa Wersing diberikan oleh Leri Yesus sebagai Tuhan dan Tuan untuk segala bahasa. Ia teramat peduli pada bahasa yang Ia berikan. Ia bahkan menggunakan bahasa itu pada orang yang kepadanya bahasa itu menjadi identitasnya.
Leri Yesus berbahasa Wersing. Leri Yesus“lahir” di Kotaraja Kolana di rumah tenun yang terletak di bibir pantai. Leri Yesus bergaul dengan masyarakat Alor Timur, di pantai, di Bukit (gunung) Babi, di pelayaran selat Ombay ke kota Kalabahi. Ia makan ikan panggang. Ikan rebus, kerang-kerangan. Ia tidur di rumah adat bersudut empat. Ia berjalan kaki dari satu kampung ke kampung lainnya. Leri Yesus penduduk dan warga Alor Timur. Pakaian yang dikenakannya pun khas Alor Timur, terlebih khas para raja (Leri) bahkan Raja Diraja Alor Timur yang berpusat di Kotaraja Kolana.
Kalabahi, 10 Desember 2017