SIRIH-PINANG MENDULANG EMAS DI SIMPANG OESAO

Oelmasi – infontt.com, Di daratan Timor siapa tidak mengenal Oesao? Bila orang berangkat dari Kupang menuju ke So’e, Kefa’, Atambua, Malaka, hingga ke Timor Leste dan sebaliknya, satu titik yang tidak bisa untuk tidak dilintasi adalah pertigaan Oesao. Oesao satu titik singgah yang teramat pasti untuk dilintasi. Bila mengarah ke selatan, orang akan menuju ke Amarasi Raya dan sebaliknya dari Amarasi Raya satu titik yang pasti mesti dilewati adalah Oesao. Paling kurang ada dua merk dagang di Oesao yang pasti diingat orang: Pasar Oesao dan Beras Oesaonya. Padahal bukan hanya itu yang dapat diingat orang, begitu banyak hal yang bisa diingat orang akan daerah ini. Kue cucur Oesao dan Sirih-pinang Oesao pun patut ada di benak dan ingatan.
Pasar Oesao sudah menjadi target perbaikan ekonomi masyarakat untuk daerah Kabupaten Kupang. Masyarakat dari berbagai kecamatan di Kabupaten Kupang: Amarasi Raya, Fatule’u, Amfo’ang, Kupang Timur dan Am’Abi, Kupang Tengah dan sekitarnya, bahkan dari kabupaten TTS, TTU, Belu dan Malaka, mereka berdatangan untuk meraup rezeki di pasar Oesao. Berbagai etnis yang mengambil profesi sebagai pedagang kaki lima dan pedangan menengah memenuhi pasar Oesao. Oesao, seakan menjadi miniatur NTT, jika berlebihan untuk menyebutkannya sebagai miniatur Indonesia Timur. Aliran uang hampir bisa digambarkan sebagai sungai yang tak ingin kering, terus mengalir membasahi daerah ini setiap hari. Hampir 24 jam Pasar Oesao tidak tidur. Ketika sebagian pedagang beristirahat menjajakan dagangannya, beberapa orang pedagang sirih-pinang memilih untuk tetap terjaga menunggui dagangannya. Mereka adalah pendatang-pendatang dari TTS. Sepanjang area dari ujung pasar di sebelah barat mengarah ke timur dan selatan, para pedagang sirih-pinang terus menjajakan sirih-pinang.
Rasanya sirih-pinang tidak akan pernah putus di tempat ini. Orang-orang Amarasi Raya yang suka memamah sirih-pinang dan bahka mempunyai po’on (mamar) selalu menyebut pasar Oesao sebagai poo’ ko’u (mamar besar). Mereka akan membeli sirih-pinang di pasar Oesao jika pulang ke Amarasi Raya. Semua orang yang suka akan sirih-pinang ketika melitas di simpang tiga Oesao, tidak akan melewatkan sirih-pinang Oesao karena daerah ini mensuplainya dengan tiada mengenal masa paceklik. Sesulit-sulitnya batang sirih yang bukan pada musim berbuah, pasti ada batang sirih di pasar Oesao. Sesulit-sulitnya buah pinang ketika pohon pinang tidak menghasilkan buah, pasti ada pinang hijau dan segar di pasar Oesao.
Para pejabat politik, khususnya anggota DPRD yang terhormat yang hendak turba dan anjangsana ke desa-desa untuk melakukan jaring asmara dan sosialisasi prolegda, ketika melintas di pasar Oesao sudah dapat dipastikan akan memarkirkan kendaraannya untuk membeli sirih-pinang sebagai oleh-oleh kepada konstituen yang akan dikunjunginya. Sapa’an dengan sirih-pinang bukan hal baru bagi masyarakat di pedalaman (pedesaan). Rasanya harga diri mereka akan terhormati dan naik kelas, bila seorang pejabat turun dari mobilnya kemudian hal pertama yang disajikan adalah sirih-pinang. Masyarakat seakan merasa bahwa ada kesejajaran antara pejabat politik itu dengan mereka, ketika mereka memamah dari satu tempat sirih-pinang yang sama.
Lalu sang pejabat akan berbuih bibir untuk memulai percakapan sehubungan dengan kedatangannya, sambil memamah sirih-pinang bersama-sama dengan konstituen yang dikunjunginya. Ketika sang pejabat pulang, konstituen yang seakan dicucuk batang hidungnya pun pulang dengan kata-kata, “ya, itulah pejabat yang merakyat, menyapa masyarakatnya dengan sirih-pinang!” Mereka lupa akan informasi “perjuangan” sang pejabat politik yang baru saja mereka terima. Rupanya sirih-pinang meracuni otak tempat menyimpan data dan informasi. Otak para konstituen bagai membran hard disknya laptop yang terkena virus sirih-pinang Oesao. Anggota DPRD yang terhormat pun tetap akan kembali lagi dengan buah tangan sirih-pinang Oesao di salah satu laci mobil bermerk.
Sirih-pinang Oesao sudah menjadi merk dagang di pasar tradisional Oesao. Dengan sirih-pinang para pedagang kaki lima yang sering diusir karena menggunakan bahu jalan, mendulang emas. Pedagang sirih-pinang memang salah tempat jika menggunakan bahu jalan karena membahayakan diri mereka, arus lalulintas macet di simpang tiga Oesao, terutama pada hari Jumat. Para anggota Kendaraan yang melintas di simpang tiga Oesao jumlahnya hampir di atas 500 kendaraan terutama yang membawa hasil pertanian dari pedalaman Timor dari berbagai penjuru. Belum lagi sepeda motor yang jumlahnya pun membingungkan di area sempit seperti itu.
Bukan cerita burung, bukan kabar bohong. Perhatikan para pedagang sirih-pinang Oesao, pada jari-jemarinya melingkar manis cincin (emas) bermakhotakan batu akik, di lehernya bermain-main dalam kilauan seuntai kalung emas. Kabar lainnya adalah, para pedagang sirih-pinang Oesao baik yang menempati area sepanjang jalan utama sampai yang berdesak-himpitan di dalam pasar telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kelurahan Oesao Kecamatan Kupang Timur. Mereka membeli tanah dan membangun rumah untuk menetap dan membeli tanah sawah untuk diolah dengan cara menyewakannya kepada buruh tani. Hasil sawahpun dibagi sesuai kesepakatan. Para pedagang sirih-pinang Oesao telah mendulang emas di Simpang Tiga Oesao. “Tim”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *