Oleh : Del Neonub, S.Pd*
Judul tulisan ini bukan baru pertama diangkat. Sebelumnya, seorang teman operator dari kab. Bengkulu sudah mengangkat masalah ini, disini. Tentu dengan kacamata daerah Bengkulu. Disini saya mengkaji dengan kacamata dan realita di Kab. Kupang tercinta ini.
Operator sekolah adalah sebuah pekerjaan tambahan. Sebuah tugas tambahan yang tidak sampai saat ini belum dihitung jam kerjanya seperti tugas tambahan Wakasek, Ka. Perpus. dan lain sebainya di sebuah sekolah. Operator hanya sebuah tugas tambahan bermodalkan SK pengangkatan kepala Sekolah.
Operator sekolah mulai dikenal sejak diterbitkannya aplikasi pendataan pendidikan pertama kali diluncurkan pada tahun 2012 silam. Saat itu, setiap sekolah pasti ada seorang yang ditugaskan menjadi operator sekolah, lalu setiap hari terlihat sibuk-sibuk sendiri di depan computer. Tidak lain adalah mengerjakan data.
Pendataan pendidikan yang dikerjakan oleh operator sekolah itu mula-mula dengan sebuah pesan bahwa segala tunjangan guru dan pencairan dana nanti akan dibayarkan berdasarkan aplikasi tersebut.
Pesan itu rupanya bukan hanya hembusan angin belaka. Itu betul-betul terjadi. Setahun kemudian tepatnya di tahun 2013, semua tunjangan guru dibayarkan berdasarkan data-data yang masuk dari aplikasi pendataan tersebut. Kemudian tahun berikutnya lagi, di tahun 2014, pencairan dana BOS ke setiap sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa dalam aplikasi pendataan. Kemudian di tahun 2015 peserta Program Indonesia pintar direkrut dengan mengacu pada aplikasi itu juga.
Oh iya. Nama aplikasi itu dikenal dengan Data Pokok Pendidikan. Lebih familiar dengan singkatan DAPODIK. Setiap orang yang berkecimpung di dunia pendidikan, tahu betul DAPODIK itu apa!
Orang yang berperan penting di balik validnya data-data dalam aplikasi tersebut sudah tentu adalah Operator. Operator disini bertanggung jawab terhadap proses penginputan sampai validasi dan pengiriman / syncronisasi ke server pusat. Operator tahu betul, saat mana ia harus bekerja karena di saat-saat itu, tidak saja mood bagus, akan tetapi jaringan internet lagi bersahabat yang tentunya mendukung kelancaran pendataan.
Kurangnya sumber daya manusia sebagai salah satu factor penghambat berjalan mulusnya proses penginputan hingga syncronisasi data. Sekolah-sekolah yang berada di perkotaan, yang notabenenya tidak miskin koneksi internet, serta tidak kekurangan tenaga IT, terlihat oke-oke saja. Tak ada masalah yang serius soal pendataan tersebut.
Yang menjadi kendala adalah sekolah-sekolah di balik gunung. Sekolah yang berada di daerah terpencil nan udik. Saking terpencilnya sampai-sampai sinyal internetpun takut masuk ke sana. Ke depan pemerintah perlu menghadirkan I3T (internet terpencil , terluar dan tertinggal ). setuju? ajukan jempol!
Kendati aplikasinya tidak full online (baru membutuhkan koneksi saat syncronisasi) akan tetapi, ada beberapa pekerjaan operator yang membutuhkan full online. Seperti verivikasi dan validasi (verval) nomer induk siswa nasional. Untuk menerbitkan NISN, operator harus bisa bekerja dengan jaringan internet yang bagus. Tak jarang operator sekolah mendatangi tempat berjaringan internet bagus. Tempat itu terkadang jauh dari pemukiman. Harus rela ke desa tetangga, bahkan tak jarang ada yang harus turun ibukota kabupaten demi keperluan pendataan.
Beratnya pekerjaan operator ini tidak berbanding lurus dengan imbalan yang didapat. Tidak sedikit operator yang terpaksa mengorbankan materi dan waktunya demi menyelamatkan proses pendataan! Kala musim penginputan data baru di semester ganjil , itu tentunya membutuhkan waktu ekstra. Begadang itu sudah otomatis.
Ditambah lagi jaringan Internet di daerah kita ini umumnya masih menggunakan modem CDMA dari satu-satunya penyedia jaringan selular terbesar di pulau Timor ini. Butuh pulsa kan? Tidaklah mungkin kehabisan pulsa di tengah malam yang gelap, lalu operator sekolah harus menghubungi dulu bendahara BOSnya sementara pekerjaan menunggu. Syukur-syukur ada sekolah yang menggunakan tagihan pascabayar.
Tidak sedikit juga operator yang menggunakan perangkat computer pribadi. Soal perangkat, bisa dimaklumi. Karena ada sekolah yang belum mampu membeli perangkat computer seharga yang dijukniskan yaitu 6juta rupiah. Bahkan sampai ratusan juta dana bos yang diterima pun, ada sekolah yang memang belum mampu membelinya karena kemnungkinan dananya difokuskan pada kegiatan lain yang lebih urgen! Miris kan?
Operator perlu diperhatikan. Kalau penjabat lainnya, di sekolah punya surat perjalaan dinas lengkap dengan dana transportasinya setiap kali melakukan perjalanan dinas, mengapa operator sekolah tidak demikian? Tidak sedikit keluhan yang keluar dari mulut para pendekar data ini!. keluhan itu tidak lain seputaran keperluan proses pendataan. Lebih dari itu pengeluhan soal kesejahteraan.
Dilema operator terdapat pada status pekerjaan. Di satu sisi operator membuthkan pekerjaan ini. Di sisi lain, ia dituntut dengan beban hidup. Pengabdian yang tulus, dengan hasil yang selalu bisa dinikmati menjelang akhir triwulan, banyak senyum ria terukir di wajah para penerima tunjangan. Lalu? Operator diminta untuk terus mengabdi. Mengabdi untuk sesuatu yang tak pasti! Yang senantiasa diiming-iming dengan kebesaran upah. Upah di akhirat!
Operator Sekolah tidak pernah menuntut untuk diangkat menjadi seorang PNS (itupun kalau operator tersebut tidak demam birokrasi)
Operator, jika diibaratkan, adalah tumbuhan, yang hanya membutuhkan air, air yang memberi kehidupan, agar mampu membuahkan hasil yang banyak. Ia tak pernah menuntut untuk ditanam dalam polybag ataupun di dalam pot yang mahal.
Jika tanpa disiram dengan air saja, ia mampu membuahkan hasil? Itu sebuah pengorbanan yang perlu diperhitungkan! Apa perlu tumbuhan itu di tanam paksa tapa air? Dan hanya mengandalkan hujan. Hujan yang turun tak menentu karena pemanasan global mungkin? Operator juga manusia!