Kuasa dalam bahasa

Pengantar
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pada bulan Oktober selain para muda memperingati Hari Pemuda dan Sumpah Pemuda, demikian halnya dengan Bulan Bahasa. Tulisan di bawah ini hanya setitik sentuhan pada bulan Bahasa.

Berbahasa adalah cara yang tepat untuk menyampaikan niat dan tujuan orang perorangan, atas nama organisasi maupun negara. Berbahasa dipergunakan oleh para nabi, rasul dan mereka yang disebut sebagai abdi Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka yang disebut nabi dan rasul berbicara untuk dan atas nama Tuhan kepada umat manusia dengan tujuan mengindoktrinasi mereka akan hukum dan perintah, ajaran dan nasihat, peringatan dan kesan, hingga hukuman dan pahala yang disediakan Tuhan Yang Maha Kuasa itu. Bahasa yang mudah dimengerti adalah yang populer di segala lapisan masyarakat, terutama bahasa yang dapat segera hinggap dan melekat di hati pengguna dan pendengarnya. Ungkapan yang keluar melalui bunyi ujar yang dihasilkan di dalam rongga mulut sebagai cara berbicara, maupun yang digoreskan di atas wadah tertentu dengan simbol dan lambang bunyi tertentu, itu semua memiliki kuasa (power) untuk mempengaruhi individu, komunitas hingga khalayak.
Banyak tokoh di dunia ini berhasil membangun imperium kekuasaan untuk kedamaian yang membangun perikemanusiaan sambil menatakelola alam dan ekosistem sebaik-baiknya untuk kemaslahatan umat. Banyak pula yang berhasil membangun imperium kekuasaan untuk menghancurkan hingga meniadakan suku bangsa dan bangsa, dengan mengeksploitasi manusia dan memporakporandakan tatanan kehidupan bermasyarakat, mengeksploitasi alam dan isinya. Kekuatan yang dipakai adalah pikiran yang dinyatakan dalam ungkapan bahasa (berbicara) dan ungkapan tergurat (tulisan). Bahasa yang disampaikan dalam dinamika dan gaya tertentu akan mengindoktrin pendengarnya, menariknya bagai magnit berkutub, dan mengatur mereka laksana komandan regu mengomandoi anggotanya.
Di antara tokoh dunia yang telah berjubel jumlahnya itu antara lain Alexander The Great, pemuda tampan berhati bengis, bertindak sadis. Kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah fatwa bertuah titah, berisi virus gerak langkah kaki dan tangan. Para pendengarnya tak berkutik di bawah sabda sang kaisar dari Macedonnia, yang meninggal dalam usia muda. Augustus atau Octavian, Kaisar Romawi memerintah secara otokrasi, namun dapat mengakhiri perang saudara dan menciptakan perdamaian, kesejahteraan dan kemegahan Romawi dengan Pax Romawinya. (Desmon, 2007). Pengaruh berbahasa dari para tokoh itu masih terngiang untuk diacu hingga memasuki milenium ketiga ini.
Dunia tercengang dan mendebat keberadaan Yesus dari Nasaret sebagai manusia namun diakui sebagai Tuhan. Ia, diberitakan sebagai anak seorang tukang kayu. Kata dan ungkapan yang keluar dari bibirnya kuat berpengaruh, bahkan melekat erat, logic lagi unlogic. Di satu sisi ada yang berpihak hingga menjadi pengikut, sementara itu ada yang kontra dan menolak secara tegas pernyataan dan ajarannya. Saya pakai rumus T, terima. Ada yang berada di area abu-abu, karena hanya mau mempelajari ajarannya untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Saya pakai rumus B. Sementara yang menolak saya pakai rumus C, contra. Baik T, B, dan C, telah secara bersama-sama mendapatkan pengaruh dari ungkapan (bahasa) yang diucapkan si Manusia Tulen yang Biasa-biasa saja yang dari Nasaret itu. Pengaruh itulah yang mengantar mereka ke dalam perdebatan sepanjang masa, sambil melihat adanya pertambahan jumlah pada orang-orang yang mengikutinya semakin banyak, pula ada yang mengingkari dan meninggalkannya. Begitu halnya terjadi dengan para nabi dan rasul seperti, Nabi Musa as, dan Nabi Muhammad saw.
Masyarakat dunia terus menguras energi otak untuk memecahkan permasalahan, mengapa Tuhan Yang Maha Kuasa yang berfirman (berbahasa/berbicara) saja dan segala sesuatu dapat terjadi, tetapi ketika hendak memberikan perintah-Nya, Ia pun menulis (mengguratkan bahasa)? Ia menulis di atas dua unit batu yang diterimakan kepada hamba-Nya, Musa. Tuhan Yang Maha Kuasa menggunakan kekuatan berbahasa dengan membuat/mengukir lambang bunyi yang berada di dalam pikiran-Nya dialihkan tempatnya di atas batu buatan tangan manusia. Tuhan Yang Maha Kuasa menulis sesuatu yang dapat dilihat dan dibaca sehingga Ia berfirman kepada Nabi Muhammad saw untuk membaca. Tuhan Yang Maha Kuasa mempergunakan lambang bunyi bahasa yang di dalamnya terdapat kuasa yang dapat memberi pengaruh pada umat manusia. Yesus menulis sesuatu di atas tanah. Orang-orang yang mengikutinya membaca tulisan itu. Sebelumnya mereka melakukan “unjuk rasa”. Setelah membaca tulisan ini, mereka mundur, mundur, mundur, hingga tersisa seorang perempuan yang hendak dirajam batu karena masuk dalam operasi tangkap tangan perzinahan.
Bahasa dalam ucapan yang digurat dalam tulisan terjadi dimana-mana. Kota kuno Alexandria maju karena perpustakaan yang dibangun Alexander the Great. Pustaka, kitab, buku, catatan, jurnal, prasasti, dll, semua itu merupakan sumber-sumber berbahasa yang bisu, tetapi menyimpan kuasa dan kekuatan untuk menginfluens virus ide dan menginspirasi aksi. Maka tidak heran kitab-kitab seperti Nagara Kertagama, Bhagawad Gita, begitu terkenal dalam zamannya menggerakkan negara berdaulat di nusantara untuk waktu yang lama dan melegenda. Siapa yang sudah menduga sebelumnya bahwa Khalil Gibran akan memesona dunia dengan goresan penanya baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Inggris? Sekalipun ia bukan Rabi, Ulama besar, Imam, Pastor atau pendeta, namun ketika ia meninggal, bibir liang lahat dijejeri para abdi Tuhan Yang Maha Kuasa. Khahlil Gibran telah menginfluens masyarakat dunia dengan bahasa tulisan yang akan terus menggema. Septuaginta yang berabad lalu ditulis, ditemukan kembali, didiskusikan dalam ranah ilmu pengetahuan. Power di dalam septuaginta (bahasa tulisan) menginfluens pakar hingga khalayak.
Lembar-lembar kertas akan semakin bertumpuk untuk menggambarkan bahwasanya bahasa yang terucapkan dan tercapkan/tertuliskan sungguh-sungguh memiliki daya dan kuasa. Maka, para pengguna bahasa, gunakanlah bahasa baik lisan maupun tulisan secara bijaksana, agar pendengar dan pembaca termakan virus the PL (the Power of Language) yang disebarkan dan termotivasi untuk beraksi secara bijaksana pula.
Virus the PL akan menggerogoti emosi (perasaan) sehingga orang dapat berpartisipasi, bersimpati, berempati, dan antipati. Entah saudara pembaca akan berada dimana dari daftar sikap dan tindakan ini? Silahkan merenung.

By : Heronimus Bani

Pos terkait