Seorang guru yang bertugas pada salah satu jenjang sekolah, pada suatu saat bila dinilai memiliki kapabilitas dan kompetensi akan dipromosikan menjadi Kepala Sekolah. Jabatan ini menurut aturan yang berlaku disebutkan sebagai tugas tambahan. Walau begitu, rasanya jabatan itu begitu exlusive di kalangan guru. Maka, bila seseorang telah mencapai jabatan itu, rasanya ada kepuasan tersendiri baginya.
Dalam Permendiknas No.28 tahun 2010 (psl 1 ayat (1)) yang dimaksud dengan kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin … . Jadi jabatan itu bukanlah tugas pokok tetapi tugas tambahan. Sekalipun tugas tambahan, namun tetap exlusive dan diminati banyak guru. Secara psikologis ada rasa yang berbeda ketika bertugas sebagai guru kelas/guru mata pelajaran dibanding menjadi kepala sekolah.
Penetapan seseorang guru menjadi kepala sekolah diatur pula dalam aturan sebagaimana yang disebutkan di atas. Ada syarat umum dan khusus. Beberapa persyaratan di antaranya adalah: (1) memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau non kependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi; (2) berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah (3) sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah; (4) tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (5) memiliki sertifikat pendidik; (6) pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak- kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB; (7) memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing; (8) memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan (9) memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
Pertanyaannya: apakah selama ini seluruh pra syarat sebagaimana disebutkan oleh Permendiknas tersebut dipenuhi oleh para calon kepala sekolah sebelum mereka menduduki jabatan itu? Bisa, Ya! Atau sebaliknya Tidak! Persoalannya adalah, jika harus mengurus seluruh hal itu, misalnya memasukkan foto kopi ijasah, mengurus surat keterangan dokter, mengurus keterangan tidak dikenai hukuman disiplin, dan lainnya, pasti butuh waktu, dan sekaligus memberi harapan kepada seorang guru bahwa kelak ia akan menjadi kepala sekolah. Maka, jalan keluar yang ditempuh adalah: (1) supervisi oleh pengawas pembina. Hal ini pernah dilakukan. Para guru yang dianggap cakap, kredibel, kapasitas diri diasumsikan baik, dan berkompeten, kepada mereka diadakan monitoring dan supervisi. Hasilnya direkomendasikan kepada Dinas Pendidikan untuk dikaji lebih lanjut dan dapat ditetapkan sebagai calon kepala sekolah untuk dapat diusulkan sebagai kepala sekolah definitif pada waktunya. (2) Ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang. Prosedur yang kedua ini berbau politis. Para pengawas pembina berkurang tugas. Mereka ongkang kaki saja, tiba-tiba mereka diberi kabar bahwa guru A, guru B di sekolah X dan atau sekolah Y akan dilantik menjadi kepala sekolah. Oleh karena itu pengawas pembina segera memanggil yang bersangkutan untuk mengikuti gladi resik.
Kedua prosedur itu sah-sah saja?. Tokh pada tangan seorang kepala daerah (bupati, walikota) penetapan itu dilakukan. Menyalahi aturan atau tidak, mayoritas guru tidak membaca Permendiknas/dikbud tentang Kepala Sekolah. Mereka (mungkin) baru membacanya setelah bertugas. Jika demikian, bagaimana nasib sekolah dan siswa di dalamnya?
Tanggal 01 Maret 2016 di Kabupaten dilantik 115 orang guru untuk menduduki jabatan kepala sekolah. Mereka akan bertugas di antara waktu yang mepet mendekati pelaksanaan US/UN.
Pengalaman dan sudah fakta, bahwa para kepala sekolah yang diberhentikan dengan hormat disertai ucapan terima kasih atas pengabdian (tanpa balas/tanda jasa) itu beberapa bulan kemudian harus kembali ke sekolah untuk menandatangani dokumen Surat Hasil Ujian Nasional. Padahal, de jure dan de facto mereka bukan lagi kepala sekolah. Persoalan ini akan dialami oleh para kepala sekolah yang baru dilantik.
Terdapat paling kurang dua masalah yang menyertai pergantian kepala sekolah secara tiba-tiba tanpa prosedur (sekalipun pejabat birokrasi pasti mengatakan sudah prosedural).
Aspek Managemen
Seorang guru tiba-tiba menjadi Kepala Sekolah (KS). Bila selama menjadi guru (Kelas/MP) sudah selalu membantu melaksanakan sebagian tugas pokok dan fungsi KS maka hal itu akan menolong dirinya untuk menata managemen sekolah. Banyaknya item tupoksi KS diringkas menjadi Educator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader. Tiap-tiap tupoksi itu terdapat sejumlah item yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh sang KS. Dapatkah seorang guru melaksanakan semua itu dengan pendekatan “TIBA-TIBA”?
Aspek hubungan sosial
Bila seorang KS sebelumnya adalah orang yang low profile, supel, cerdas, dan trampil, maka akan mudah diterima di lingkungan sekolah. Terlebih seorang guru di sekolah ditetapkan menjadi KS di sekolah dimana ia secara rutin berada di sana. Betapa senangnya para guru. Bila ditugaskan ke sekolah lain dengan track record yang sama dan telah diketahui para guru di sekolah itu, maka dengan lapang dada, tangan terbuka sang KS baru akan diterima.
Berbeda bila ia tiba-tiba ditempatkan ke sana dengan rekam jejak yang “kurang nyaman”. Hubungan sosial antarguru akan berubah. Lantas, dapat dirasakan dan dilihat pula kinerja para guru.
Masih dalam hubungan sosial. Seorang KS yang sebelumnya sudah diketahui rekam jejaknya oleh masyarakat pendidikan (orang tua siswa), dalam tugas kehumasannya akan disambut secara baik. Nah, bagaimana jika yang terjadi sebaliknya? Bagaimana pula bila para guru di sekolah kurang suka pada KSnya.
Marilah menjadi KS yang profesional. Mungkin anda hari ini sedang menjadi KS. Jadilah KS yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh aturan yang berlaku. Patut diakui bahwa syarat-syarat itu sangat ideal yang mustahil dipenuhi oleh seorang KS. Walau begitu, paling tidak jadilan orang yang bijaksana disebut Kepala Sekolah, sehingga ketika sudah tidak menjadi KS rasa hormat dan senioritas mendapat tempat.