Guru Yang Menyenangkan

Seorang guru SD mengajar (foto.dok pribadi)
Seorang guru SD mengajar (foto.dok pribadi)
Seorang guru SD mengajar (foto.dok pribadi)

Pengantar

Pada kesempatan seminar pembelajaran Matematika dan Sains SD (Sabtu, 27/08/2016), Prof. Yohanis Surya menyampaikan pendekatan yang tepat untuk itu yaitu Gasing (Gampang, Asyik dan Menyengkan). Metode ini mensyaratkan hal-hal yang sifatnya ringan dan mudah dilakukan oleh guru. Isinya praktis, praktik, faktual, senang dan pujian. Nah, perkembangan teknologi sangat memungkinkan jika guru mampu melakukan proses pembelajaran yang virtual.
Dari apa yang disampaikan Prof. Yohanis Surya, rasanya menjadi guru yang membelajarkan matematika itu mudah dan ringan-ringan saja. Faktanya, guru (SD) sendiri merasa matematika itu sukar. Dari pernyataan dan bisik-bisik serta sikap apatis dan skeptis para guru dalam seminar itu dapat saja orang melakukan suatu penelitian.
Prof. Yohanis Surya menyatakan bahwa belajar matematika itu dimulai secara berjenjang. Paling kurang ada 10 topik materi matematika yang perlu diprosesbelajarkan di SD (Yohanis Surya.com), Penjumlahan, Perkalian, Pengurangan, Pembagian, Bilangan negatif, Aplikasi 1, Pecahan, Desimal, Aplikasi 2, Geometri (termasuk keliling, luas, skala dan sistem koordinat)

Jika demikian halnya maka persoalannya bukan terletak pada siswa yang dianggap kurang mampu atau dicap bodoh, tetapi persoalan pembelajaran kembali kepada guru. Guru seperti apa yang diharapkan dapat membelajarkan matematika gasing? Banyak literatur telah membahasnya.

Guru SD dalam Metode Gasing

Dalam situs resmi Surya Institut, materi tentang Metode Gasing dijelaskan secara mudah untuk dipahami. Menurut situs ini Metode Gasing mempunyai 3 tahapan, yaitu konkrit, abstrak, dan mencongak, agar tercipta suatu pembelajaran secara aktif yang menyenangkan (suryainstitute.org). Dikatakan konkrit karena ini membantu siswa ataupun peserta metode Matematika Gasing untuk memahami konsep. Dikatakan abstrak karena ini juga membantu siswa ataupun peserta metode Matematika Gasing membangun pola berpikir imajinasi. Dikatakan mencongak karena ini juga menstimulasi kerja otak kanan & kiri bersamaan. Ketiga komponen tersebut (konkrit, abstrak dan mencongak) akan mengasah aspek afektif, psikomotorik, kognitif dan sekaligus memberdayakan modalitas belajar siswa ataupun peserta metode Matematika Gasing dalam aspek visual, auditory dan kinestetik.

Metode Gasing mengarahkan guru dan siswa untuk menjadi subjek belajar. Guru aktif, siswa pun aktif. Guru bukan pemberi komando tetapi memberikan arahan yang mudah dicerna siswa. Siswa mudah berkomunikasi dengan gurunya. Dalam persoalan seperti ini, guru haruslah menjadi guru yang “gaul”. Ia tidak boleh menjaga jarak atau “pasang wibawa” terhadap siswa.

Asep Mahfuds menulis buku berjudul Be a good Teacher or never. Ia menjelaskan 9 cara menjadi guru yang dirindukan. Mungkinkah para peserta seminar pembelajaran Matematika dan Sains SD di Kabupaten Kupang itu adalah guru-guru yang dirindukan siswa setiap harinya? Bukankah para siswa berangkat dari rumah karena agak terpaksa? Bukankah para orang tua sering mendorong anak untuk ke sekolah dan bukan sebaliknya anak dengan senang hati mau ke sekolah? Lagi-lagi persoalan kita adalah kembali pada kompensi-kompetensi yang mesti dimiliki guru.

Sudah banyak materi yang diberikan kepada guru, selama berada di bangku kuliah, bahkan ketika menjadi guru. Empat kompetensi yang disyaratkan UU Guru dan Dosen selalu dipidatokan sampai berbuih mulut para praktisi pendidikan, birokrat pendidikan, akademikus bahkan politikus. Tetapi apakah keempat kompentsi itu telah dimiliki para guru? Mari melihat 1) kompetensi pedagogik. Semua guru telah terdidik dan terlatih baik. Operasionalnya di sekolah menjadi pembuktiannya. 2) Kompetensi kepribadian. Hal ini menyangkut pribadi guru sendiri yang stabil emosinya, ada pribadi yang dewasa, berwibawa,berakhlak mulia dan arif. 3) Kompetensi sosial, menyangkut kemampuan berkomunikasi dan bergaul secara berkualitas, empatik dan santun. 4)Kompetensi profesional, menyangkut kemampuannya menguasai materi dan penerapannya secara profesional dan objektif di kelas.

Penutup

Secara teoritis, banyak literatur ditulis oleh para pakar pendidikan yang terus mengikuti perkembangan dan perubahan pendekatan-pendekatan pembelajaran. Para pakar berusaha menemukan cara pendekatan pembelajaran yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan, tetapi hasilnya gilang-gemilang.
Guru menjadi akhir dari segala teori itu. Para guru dituntut menjadi aplikator teori-teori, sekalipun terlihat pula bahwa Prof. Yohanis Surya telah dan terus mengaplikasikan temuannya.
Saya melihat intensitas dan kontinuitas latihan menjadi salah satu kunci menuju pembelajaran oleh guru yang menyenangkan. Sayangnya, seringkali prinsip ini diabaikan atau terhambat pada anggaran. Akh…

By : Heronimus Bani

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *