Fatule’u-infontt.com,- Gunung Fatule’u di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, tidak hanya obyek wisata yang mengandalkan keunikan disertai aura magis.
Gunung yang hampir seluruhnya terbentuk dari bongkahan batu hitam, hingga tampak angkuh dan garang, juga menyimpan peran, yakni sebagai pemandu tahapan kegiatan bertani masyarakat sekitar.
Termasuk dalam wilayah Desa Nunsaen, Kecamatan Fatule’u Tengah, Gunung Fatuleu terletak sekitar 40 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Kupang di Oelamasi, atau kurang lebih 70 kilometer sebelah timur Kota Kupang.
Pada hari Minggu atau hari libur lain, kawasan Gunung Fatule’u ramai dikunjungi.
Sebagian pengunjung ada yang secara diam-diam ingin merasakan aura magis atau susuk yang terpancar dari gunung setinggi 1.111 meter di atas permukaan laut itu. Ada pula kelompok remaja berlatih olahraga panjat tebing di gunung itu.
Gencarnya pilihan berwisata ke lokasi itu erat kaitannya dengan ketersediaan infrastruktur jalan sejak setahun lalu.
Jalan beraspal mulus yang tersambung mulai titik persimpangan Lintas Timor di Lili, Kecamatan Fatule’u, adalah bagian dari Poros Tengah, yang nantinya membuka isolasi kawasan hingga menyentuh perbatasan Oekusi, Timor Leste.
Panjang jalan poros tengah 159,2 kilometer. Hingga pertengahan Oktober 2015, bagian jalan yang sudah beraspal mulus mulai dari Lili hingga Kampung Kofi di Oelbitneno sepanjang 20 kilometer, atau sekitar tiga kilometer setelah Gunung Fatule’u.
Oleh karena itu, pilihan melancong ke Gunung Fatule’u dipastikan nyaman meskipun masih ada sedikit gangguan di Lili.
Kendaraan yang melintas untuk sementara waktu masih harus menerobos alur sungai di Lili karena jembatan sedang dibangun.
Mobilitas warga saat ini mengandalkan kendaraan bak terbuka yang dimodifikasi menjadi angkutan pedesaan.
Bupati Kupang Ayub Titu Eki, Juni lalu, telah meresmikan kawasan Gunung Fatule’u sebagai salah satu obyek wisata di daerahnya. Peresmiannya didahului ritual adat yang disebut fesat, dengan hewan kurban berupa seekor babi.
Ritual yang bermakna menyambut para tamu pelancong digelar di depan mulut Goa Nuale’u, salah satu titik sakral sekitar kaki Gunung Fatule’u.
Masih di sekitar kaki gunung yang sama di titik lainnya tersedia sejumlah pondok peneduh bagi para pengunjung.
Warga Kampung Sublele, Desa Nunsaen, Marthen Kake (19), yang beberapa kali berperan sebagai pemandu tamu Gunung Fatuleu, menyebutkan, jika pengunjungnya sekelompok remaja hampir dipastikan ada pemanduan untuk kegiatan memanjat tebing.
Ada pula pemanduan bagi tamu yang khusus mengunjungi Goa Nualeu dan juga mesbah di sekitarnya.
”Kelompok tamu yang membutuhkan pemanduan itu hanya untuk mereka yang berniat mengunjungi Goa Nuale’u atau panjat tebing. Kelompok pengunjung yang menyaksikan Gunung Fatule’u dari areal pondok peneduh tidak butuh pemandu,” tambah Rise Manbait (21), rekan Marthen Kake.
Selain berhawa sejuk, berbagai kisah beraroma mistis juga ikut mendongkrak daya tarik Gunung Fatule’u sebagai obyek wisata. Konon, berbagai bencana atau peristiwa selalu didahului tanda khusus di Gunung Fatule’u.
Sejumlah contoh di antaranya terkait Gerakan 30 September 1965, berpulangnya mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Soeharto, Ibu Tien Soeharto, mantan Presiden Gus Dur, gempa dan tsunami Flores, tsunami Aceh, dan banyak lagi.
”Semuanya didahului longsoran batu dari dinding atau puncak Gunung Fatule’u,” kisah tetua Marthen Suan .(53)