Aku menyapa-Mu, Bapa.
Izinkanlah aku datang mendekat kepada-Mu.
Tuhanpun menjawab, “Boleh anak-Ku. Setiap sa’at kau boleh datang mendekat.
Bahkan siapapun boleh mendekat kepada-Ku.”
Tuhan…
Ketika aku bayi dan kanak-kanak:
Aku belajar berbicara dengan mengecoh,
aku belajar berjalan dengan merangkak dan tertatih,
aku belajar menulis dengan menggores-gores,
aku membaca dengan bahasa ibu,
aku bereksperimen dengan memasukkan benda ke mulutku,
aku menggunakan emosiku dengan diam, tangis, senyum dan tawa.
Semuanya lugu dan polos tanpa kuketahui waktu dan tempat.
Tuhan …
Orang tuaku menghendaki aku pintar, pandai, cerdik atau cerdas?
Berharap pula aku menjadi anak lincah dan trampil.
Terlebih lagi bila menjadi anak berakhlak mulia.
Lalu …
Mereka mendahulukan hitung-menghitung padaku.
Mengaba-abakan alfabet padaku,
disertai ajaran akhlak moral dan agama.
Tuhanpun menjawab, “Anak-Ku. Sebagian dari yang kamu sebut itu alamiah adanya.
Aku menghendaki sebagian dari hal-hal itu terjadi padamu, agar mereka bijak dan arif.”
Tuhan…
Aku harus melewati tangga sekolah.
Banyak anak tangga harus kulewati dengan satu-dua titik aman.
Tangga pertama dengan enam anak tangga di dalamnya.
Aku dapat melewatinya dalam hitungan masa enam tahun dapat juga tujuh tahun.
Tangga kedua dengan tiga anak tangganya.
Aku dapat melewatinya dalam hitungan waktu tiga tahun mungkin empat tahun.
Sampai di sini aku belum mencapai titik aman.
Aku harus melewati satu tangga lagi dengan tiga anak tangganya.
Aku mungkin dapat melewatinya hanya dalam tempo tiga tahun.
Di sinilah mungkin titik aman pertama.
Tuhanpun menjawab, “Anak-Ku. Sesungguhnya kau pasti aman.
Potensi dirimulah yang sedang digali dan diangkat oleh mereka yang menyebut diri:
Orang tua, Guru, Pelatih, Mentor, Motivator dan beragam istilah yang menunjukkan kedewasaan.”
Tuhan…
Negara mensyaratkan hal-hal minimalis.
Perkenankan aku menapaki tangga berikutnya.
Di dalamya anak tangga ditentukan oleh aku sendiri.
Potensi tempur disokong logistik sebagian kondisinya.
Waktu dan kecepatan menyelesaikan tuntutan dan syarat.
Itulah yang akan kulewati.
Tuhanpun menjawab, “Ku-izinkan kau, anak-Ku!
Ingatlah selalu pada-Ku, Sumber pengetahuan dan kebajikan,
Induk semang ketrampilan, keahlian dan kepakaran.”
Tuhan…
Ampunkanlah aku yang telah lancang bermimpi.
By : Heronimus Bani
Pro: Siswa di pedesaan